Harukyuily

“Ya!! Park Jeongwoo! Berhenti memakan cemilanku!!!”

Haruto berlari dari kamarnya kemudian menerjang Jeongwoo yang sedang duduk di sofa sembari memakan cemilannya.

“Aww!!!” pekik Jeongwoo kesakitan saat Haruto benar-benar menendang kuat tubuhnya. Jeongwoo segera membalas tendangan Haruto dengan cara memukul wajahnya dengan toples camilan.

“Rasakan itu!!!” Jeongwoo tertawa keras melihat Haruto mengerang kesakitan.

“Dasar sialan!!  Kemari kau!!”

Yoshi yang sedang mengerjakan tugas sekolahnya di sebelah mereka pun menjerit marah saat Jeongwoo dan Haruto kembali membuat kebisingan.

“Demi Tuhan!  Ini sudah malam!  Bisakah kalian berdua diam?!” sembur Yoshi.

Haruto dan Jeongwoo mengabaikan teriakan Yoshi dan terus saja bergulat sambil berteriak tidak jelas.

Junkyu yang baru saja pulang dari belanja bulanan bersama Jihoon hanya menghela nafas jengah saat melihat tingkah kekasih-kekasih lainnya itu.

“Hyung!  Kau sudah kembali!” Jeongwoo yang melihat Junkyu sudah berada di ambang pintu langsung bangkit berdiri lalu menghambur ke arah Junkyu.

Jihoon yang melihat Jeongwoo akan memeluk Junkyu sontak memicingkan matanya dan refleks segera menarik tubuh Junkyu agar menempel padanya.

“Yakk!! ” protes Jeongwoo marah saat dirinya hanya memeluk angin.

“Berisik.” Jihoon bekata dengan wajah datar dan dingin andalannya,  membuat Jeongwoo merasa geram sendiri.

“Dasar wajah triplek, alis lintah, miskin ekpresi. ” cibir Jeongwoo lalu menarik tangan Junkyu agar ikut bersamanya.

Jihoon hanya menghendikan bahunya tanda tidak peduli kemudian berjalan menuju dapur untuk menaruh belanjaan.

Jeongwoo mendudukan Junkyu di samping Yoshi.

“Kenapa wajahmu?” Junkyu menunjuk wajah Haruto yang memerah seperti bekas tamparan dengan telunjuknya.

Haruto melirik ke arah Jeongwoo yang tengah memelototkan mata padanya,  “Aku habis di aniaya setan. “

“Maksudmu aku setan?!” Protes Jeongwoo tidak terima.

“Kau merasa?” Sahut Yoshi tanpa mengalihkan atensinya dari tugas-tugasnya.

“Sudah malam,  lebih baik kalian tidur. Besok kita sekolah. Aku tidak mau kita terlambat gara-gara kalian sulit dibangunkan.”

Jeongwoo dan Haruto langsung berpandangan sambil tersenyum aneh setelah mendengar perkataan Junkyu.

“Aw kau perhatian sekali. ” goda Jeongwoo dan Haruto.

Junkyu hanya menggeleng-gelengkan kepalanya saja,  sedangkan Ysohi sudah ingin mengangkat toples kaca berisi cemilan dan melemparkannya ke wajah Jeongwoo dan Haruto.

Klik

Tiba-tiba lampu di ruang tengah itu padam,  membuat Junkyu,  Yoshi, Jeongwoo dan Haruto terlonjak kaget.

“Tidur. “

Mereka berempat sontak menolehkan kepalanya ke arah sumber suara,  terlihat Jihoon yang ternyata tengah bediri di samping saklar lampu sambil bersedekap dada.

“Sialan. ” desis Yoshi kesal, “Tugasku belum selesai!!”

Jihoon hanya menghendikan bahunya acuh. “ Sudah jam 10 malam. Waktunya tidur. “

Setelah mengatakan itu Jihoon langsung berbalik dan masuk ke dalam kamarnya.

Junkyu juga ikut berdiri,  “Ayo kita tidur. “

Haruto dan Jeongwoo langsung berjalan ke kamar mereka masing-masing,  meninggalkan Yoshi dan Junkyu berdua saja.

“Mau kubantu hyung?” Tawar Junkyu saat melihat Yoshi tengah membereskan buku-buku dan paper tugas di atas meja.

Yoshi menggeleng pelan,  “Tidak perlu, aku sudah selesai. Kau tidurlah. “

“Kalau begitu aku akan menunggu hyung masuk ke kamar dulu. “

“Nanti Jihoon marah padaku. ” ucap Yoshi sambil tertawa.

Junkyu hanya meringis saja,  hari ini ia akan tidur di kamar Jihoon. Dan Jihoon sangat tidak suka jika Junkyu terlambat masuk ke dalam kamar.

“Masuklah,  hyung juga akan masuk. “

Yoshi sudah berjalan menuju kamarnya,  begitu juga dengan Junkyu yang sudah berjalan menuju kamar Jihoon.

“Lama sekali. “

Junkyu yang baru saja menutup pintu langsung menegang saat mendengar suara dingin Jihoon.

Jihoon sedang duduk bersender di kepala ranjang sambil memainkan ponselnya.

“Tadi menunggu Yoshi hyung selesai membereskan tugasnya dulu. ” cicit Junkyu.

Jihoon menaruh ponselnya di meja kecil yang berada di samping ranjang lalu mengisyaratkan Junkyu untuk berbaring di sampingnya.

Dengan langkah lambat,  Junkyu berjalan menghampiri Jihoon dan membaringkan tubuhnya di sebelah lelaki itu.

Jihoon menarik selimut sampai ke atas dadanya dan Junkyu kemudian mematikan lampu tidur.

“Selamat malam hyung. ” ucap Junkyu sambil memejamkan matanya.

“Hm” balas Jihoon.

Jihoon menolehkan kepalanya kesamping dan memandangi wajah tenang Junkyu yang tertidur disebelahnya.

Jihoon menjulurkan tangannya dan mengelus pelan wajah Junkyu.

Jihoon tersenyum kecil lalu memajukan wajahnya mengecup kening Junkyu.

Sleeptight.” bisik Jihoon di telinga Junkyu lalu ikut memejamkan mata.


Junkyu membuka matanya dan mengernyit heran saat merasa tempat disebelahnya terasa kosong.

Junkyu bangkit terduduk dan mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan.

“Apa orang itu sedang mandi?” Junkyu melihat lampu kamar mandi menyala dan samar terdengar bunyi gemericik air.

Junkyu melirik pada jam dinding,  pukul 3 pagi. Bukankah Jihoon bangun terlalu awal?

Junkyu memutuskan untuk bangun,  tapi baru saja satu kakinya menapak dilantai,  terlihat pintu kamar mandi terbuka.

“Mau kemana?” Tanya Jihoon dengan nada bingung.

Junkyu menggelengkan kepalanya pelan lalu menaikkan kembali sebelah kakinya ke atas ranjang kemudian berbaring.

Junkyu segera membuang wajahnya kesamping saat melihat Jihoon bertelanjang dada dan hanya mengenakan celana training, “Daebak. ” gumam Junkyu pelan, saat tak sengaja melihat tubuh Jihoon yang sangat kekar dan atletis.

“Tidurlah lagi,  ini masih dini hari.” Ucap Jihoon yang sudah mengenakan kaosnya, naik ke atas ranjang dan berbaring disebelah Junkyu

Junkyu memiringkan tubuhnya menghadap Jihoon yang ternyata tengah menatapnya juga.

“Kenapa mandi jam segini hyung?”

Jihoon tampak terkejut mendengar pertanyaan Junkyu, tapi ia masih bisa menutupinya, “Ingin saja. ” balas Jihoon.

“Di jam segini? Kau kepanasan?” Tanya Junkyu lagi. Mata bulatnya menatap Jihoon lekat. Membuat lelaki bermarga Park itu mengumpat keras di dalam hati.

Tahan Jihoon,  jangan sampai goyah,  salah arah,  dan tersesat di dalam lautan luka dalam.

“Iya. ” jawab Jihoon.

Junkyu menganggukkan kepalanya mengerti,  “Mau kuhidupkan AC nya hyung?”

“Tidak perlu. Kau tidurlah. ” Haruto menarik selimut lalu menutupi tubuh Junkyu beserta tubuhnya.

“Eh hyung? Katanya kau kepanasan?” Tanya Junkyu heran. Jihoon bilang dia kepanasan,  tapi kenapa malah menggunakan selimut? Batin Junkyu.

Jihoon menghela nafas pelan,  lalu secara tiba-tiba lelaki tampan itu bangun terduduk dan melepaskan kaos yang ia kenakan.

Junkyu hanya bisa melotot dan menganga tidak percaya. Bahkan saat Jihoon sudah kembali berbaring dan menarik tubuh Junkyu ke dalam pelukannya,  Junkyu masih saja memasang ekpresi blank.

Wajah Junkyu memanas saat merasa kulitnya dan kulit Jihoon bersentuhan.

Apa ini?!  Kenapa jantungnya berdegub sangat kencang? Apa ia akan segera mati?

“Aah sial!”

Tiba-tiba saja Jihoon mengumpat keras dan bangkit dari ranjang. Junkyu yang terlonjak kaget refleks segera bangun terduduk.

“Kenapa hyung?” Tanya Junkyu khawatir. Wajah Jihoon sangat merah,  dan bulir-bulir keringat menetes dengan deras dari pelipis dan leher lelaki itu.

“Aku merasa sangat kepanasan.” Jihoon mengusap wajahnya dengan keras.

“Kalau begitu biar aku nyalakan-”

“Itu tidak akan membantu!” Potong Jihoon cepat. Membuat Junkyu melebarkan matanya kaget.

Jihoon berjalan mendekati Junkyu,  lalu dengan sekali gerakan lelaki tampan itu mengungkung Junkyu dibawahnya.

“Karena kau, kau yang membuatku kepanasan. Kim Junkyu. “

.

.

.

Sesosok lelaki muda berjalan ke tengah padang rumput dan mendekati kotak surat. Lelaki manis itu mengeluarkan sebuah surat dan memasukkannya ke dalam kotak surat tersebut kemudian tersenyum tipis. Pemuda itu bernama Kim Junkyu.

Sejujurnya Junkyu tidak mempercayai hal seperti ini, tapi entah kenapa kegiatan mengirimkan surat untuk ke surga seperti ini sudah ia lakukan selama beberapa tahun terakhir.

Junkyu mengeluarkan sebotol air mineral dari dalam tasnya dan langsung menengguknya hingga habis. “Ah aku masih haus.” Ucap Junkyu sambil memandangi botol air mineralnya yang telah tandas.

“Kau mau?” Junkyu terlonjak kaget, refleks ia membalikan tubuhnya.

“Siapa kau?!” Tanya Junkyu sambil mengerutkan dahinya. Pasalnya di hadapannya kini berdiri seorang lelaki tampan dengan berekspresi datar yang datang entah darimana.

“Ini.” Orang itu mengabaikan pertanyaan Junkyu dan malah menyodorkan botol air mineralnya yang tinggal terisi separuh kepada Junkyu. Tanpa pikir panjang, Junkyu langsung mengambil botol mineral itu dan langsung menengguk isinya sampai habis.

Orang itu mengehela nafas pelan melihat Junkyu yang langsung menghabiskan air mineralnya, “Sangat berbahaya menerima air dari orang asing. Kau tidak tahu itu?”

“Memangnya kau berbahaya?” tanya Junkyu dengan wajah berkerut bingung.

“Maksudnya bukan aku!” Balas orang itu.

Junkyu hanya ber 'oh' ria lalu mengikuti gerakan orang asing itu. Matanya langsung membelalak kaget saat melihat orang itu berjalan mendekati kotak surat dan membukanya.

“Apa yang kau lakukan??! Kau ini siapa?” tanya Junkyu lagi.

“Namaku Haruto, aku tukang pos surga.”

“Hah?” Junkyu menampilkan raut tidak percayanya saat mendengar perkataan Haruto.

“Apa kau tidak tahu? Seorang tukang pos yang bertugas mengantarkan surat ke Surga.” Jelas Haruto kepada Junkyu dengan nada malas.

“Ahhh…seperti yang ada di cerita dongeng?” Tanya Junkyu sambil tertawa.

“Ini bukan dongeng. Tugasku memang mengirimkan suratmu ke Surga!” Haruto mengeluarkan semua surat yang ada didalamnya dan memasukkannya ke dalam tas yang ia bawa.

Junkyu membulatkan matanya tidak percaya dengan apa yang Haruto lakukan, “Hei, Apa yang sedang kau lakukan?!” Junkyu mengintip memeriksa ke dalam kotak surat itu.

Haruto hanya diam, tidak menanggapi pertanyaan Junkyu. Ia masih terus melakukan tugasnya, yaitu memasukkan semua surat yang ada di kotak surat itu kedalam tasnya untuk ia antar ke surga.

Junkyu menggeram kesal karna pertanyaannya tidak di tanggapi oleh Haruto, “Apa yang kau lakukan?!” Tanya Junkyu lagi.

“Itu.” Haruto menunjuk jam yang berada di kotak surat.

“Apa?!”

“Lihat waktunya di kotak surat itu!”

Junkyu lalu melihat ke tempat yang dimaksud Haruto tadi, disana tertulis angka 15, Junkyu buru-buru memeriksa jam di tangannya dan setelahnya Junkyu langsung menyadari sesuatu. “Ah! Tukang pos surga?!” Serunya tidak percaya.

Junkyu pernah dengar dari neneknya serta rumor dari orang-orang yang ada disekitarnya, bahwa setiap jam 3 sore seorang utusan dari surga akan mengambil semua surat-surat yang ada di dalam kotak surat tersebut.

Namun, ada pula yang mengatakan jika tukang pos itu tidak bisa terlihat oleh manusia biasa, tapi ada juga yang mengaku pernah melihatnya.

“Kan aku sudah bilang tadi.” Balas Haruto malas sambil melangkahkan kakinya berbalik pergi.

“Tunggu!” Seru Junkyu.

“Belakangan ini ada rumor tentang seorang tukang pos tampan yang datang. Dan bilang bahwa dia mengantarkan surat ke Surga….” Ucap Junkyu.

Haruto hanya menaikkan satu alisnya dan mendengarkan segala ocehan Junkyu dengan pandangan bosan. Junkyu mengamati Haruto dari atas ke bawah dengan pandangan meneliti, membuat Haruto mendelik tak nyaman.

“Oh, kau punya kaki. Kau bukan hantu ya?”

Haruto memutar bola matanya malas, “Aku malaikat.” Jawabnya singkat.

Junkyu seketika langsung tertawa terbahak-bahak setelah mendengar perkataan Haruto. Haruto menggeram kesal melihat tingkah Junkyu yang sangat kurang ajar kepadanya. Dasar manusia iblis.

“Hei! berhenti tertawa!” Sungut Haruto jengkel.

Junkyu berusaha menahan tawanya agar tidak kembali meledak dan membuat Haruto semakin kesal. “Oke, kalau begitu terbanglah.” Ucap Junkyu, “Dari sini ke sana.” Junkyu menujuk sebuah pohon besar yang ada di ujung padang rumput dengan tangannya.

“Sekarang?” Tanya Haruto.

“Tentu saja!”

“Baiklah, kalau begitu kau harus menutup matamu dulu.”

Junkyu mengernyitkan dahinya heran, “Kenapa begitu?”

“Sudah lakukan saja!”

“Iya, iya.” Junkyu menutup kedua matanya dengan raut sedikit sebal.

“Jangan mengintip! Saat hitungan ke-tiga buka matamu.”

Junkyu menganggukan kepalanya.

Haruto mulai menghitung sambil berjalan pelan menjauhi Junkyu. “Satu... Dua... Ti-ga!.” Tepat hitungan ke-tiga Haruto langsung berlari dengan sangat kencang meninggalkan Junkyu yang masih berdiri sambil menutup matanya.

Junkyu yang merasa ada hal yang tidak beres langsung membuka matanya dan membelalak kaget saat melihat Haruto sudah berlari jauh di depannya.

“Hei! Hei! Berhenti!!!” Teriak Junkyu sambil berlari mengerjar Haruto.

Haruto terus berlari tanpa memperhatikan jalannya, sehingga membuat ia terjatuh ke tanah. Junkyu tentu saja tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, ia langsung melompat ke atas tubuh Haruto dan menindihnya. “Dasar hantu tukang pos sialan!” Junkyu memukuli Haruto dengan botol air mineral yang sedari tadi di pegang olehnya dengan brutal. Dan Haruto yang di pukuli hanya bisa mengaduh kesal.


Haruto dan Junkyu duduk berhadap-hadapan di sebuah kedai. Tadi Junkyu memaksanya untuk mentraktir makanan karena sudah berani-beraninya membohongi Junkyu.

Haruto sudah sempat protes tadi, 'Aku ini hantu! Mana punya uang?!' Dan protesan Haruto tadi hanya dianggap angin lalu oleh Junkyu.

“Aku tahu kau mempunyai niat lain menggeretku kemari, katakan yang sebenarnya!” Ucap Haruto sambil melotot.

Junkyu meringis melihat Haruto yang memandanginya dengan garang seperti itu. “Hei tuan hantu pos kumohon santai sedikit. Aku hanya sedikit penasaran saja.”

“Tentang?”

Junkyu memasang tampang sedikit berpikir, “Banyak hal.”

“Kalau begitu tidak usah, aku malas menjawabnya.” Tukas Haruto sambil mendengus sebal.

“Issh kau ini sangat pemarah ya.” Cibir Junkyu seraya mengerucutkan bibirnya, “Jadi ceritakan padaku tentang surat-surat yang kau hantarkan.”

Haruto tampak berpikir sejenak lalu menghembuskan nafas pelan. “Banyak surat yang datang dari berbagai jenis kalangan. Surat dari orang tua untuk anaknya, suami yang ditinggalkan istrinya, surat untuk temannya yang sudah meninggal, ibu yang kehilangan putrinya, atau seseorang yang kehilangan kekasihnya, mereka yakin kalau surga itu memang benar-benar ada.”

Junkyu mendengarkan ucapan Haruto dengan seksama, sembari mencoret-coret jurnal yang selalu ia bawa kemana-mana menggunakan pensil.

“Tapi ada 1 surat yang jahat. Jika orang itu normal, dia tidak mungkin membuat surat seperti itu.” Lanjut Haruto. Junkyu semakin serius mendengarkan sampai tidak berkedip.

“Isi surat itu seperti ini, 'Jahat sekali kau, mengapa kau pergi meninggalkanku?! Orang sepertimu memang pantas mati'.” Ucap Haruto sambil menirukan bunyi surat itu.

Junkyu tiba-tiba langsung tersedak ludahnya sendiri setelah mendengar perkataan Haruto.

“Dia menulis semua itu. Semua umpatannya ditujukan ke Surga. Menurutmu apa yang harus aku lakukan padanya?” Tanya Haruto sambil menaikkan sebelah alisnya.

Junkyu tertawa sumbang sambil meneguk kopinya, “Hahaha, orang itu pasti sangat berpikiran sempit.”

Haruto mendecih, “Kau yang mengirim surat itu!”

“Kata siapa?” Elak Junkyu, tawa anehnya semakin keras seraya mengibaskan sebelah tangannya.

“Hari ini kau menggunakan amplop yang sama, amplop dengan gambar buah cherry merah. Sudah jangan mengelak lagi!” Kesal Haruto, “Karena pikiranmu yang sempit dan kasar itu lah aku, seorang hantu, harus turun ke sini untuk membahas tentang surat itu denganmu!” Sembur Haruto.

Junkyu mendelik tidak terima mendengar ucapan Haruto barusan, “Apa menurutmu aku separah itu?! Sampai harus ada hantu yang menegurku?!” Kesal Junkyu, “Sejujurnya saja, aku ingin menaruh bom di surat itu. Aku ingin mengirim bom ke surga! Jadi saat dia membuka surat itu, duarrrr! Dia akan tercabik-cabik!” Ucap Junkyu menggebu-gebu.

“Tapi dia sudah meninggal. ” Sahut Haruto, membuat Junkyu langsung terdiam.

Suasana berubah canggung, Haruto maupun Junkyu tidak ada yang mau membuka suara lebih dulu.

Lalu tiba-tiba datang seorang pelayan yang akan menambahkan kopi. Saat pelayan itu akan pergi, Junkyu langsung menahan tangannya, “Dia, segelas kopi-” Junkyu menunjuk gelas kopi yang sedang diminum oleh Haruto.

“….Apakah itu mengambang di udara?” Tanya Junkyu kepada pelayan itu.

“Maaf?” Pelayan itu memasang ekspresi kebingungan mendengar pertanyaan Junkyu.

“Apakah menurutmu aku ini gila karena berbicara seorang diri dan memesan dua gelas kopi?” Tanya Junkyu lagi.

“Maaf?” Ulang pelayan itu masih tidak mengerti.

“Apa di situ, Apa di situ ada orang?” Junkyu menunjuk ke arah Haruto yang tengah menatapnya dengan ekspresi jengkel.

“Tentu saja ada tuan.” Jawab pelayan itu.

“Benarkah?” Junkyu menatap pelayan itu dengan pandangan tidak percaya, “Kau melihatnya?”

“Iya.” Jawab pelayan itu sambil menganggukan kepalanya.

Junkyu melemparkan tatapan sinisnya kepada Haruto lalu mendekatkan dirinya pada pelayan itu, “Orang ini, dia mengaku kalau dirinya itu adalah hantu atau malaikat. Menurutmu apa yang harus aku lakukan?” Bisik Junkyu kepada sang pelayan.

“Dia pasti sudah gila! Sudah, tinggalkan saja dia!”

Junkyu tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban dari pelayan itu. Pelayan itu langsung pamit pergi meninggalkan Junkyu yang masih tertawa dan Haruto yang menekuk wajahnya dalam.

“Aku mendengar semuanya tahu.” Ketus Haruto

“Lalu kau ini apa?! -Ah aku tahu! Kau sengaja ingin membuat orang percaya kalau kau ini tukang pos surga. Padahal kau ini hanya orang kurang kerjaan yang berjalan-jalan di sekitar kotak surat itu kan?!”

Haruto mendengus mendengar ucapan Junkyu yang semakin ngawur, “Sembarangan! Tentu saja tidak, ini adalah pekerjaan paruh waktuku tahu.”

“Pekerjaan paruh waktu?”

Haruto menganggukan kepalanya, “Iya, mengirimkan surat ke surga adalah perkerjaan paruh waktu ku!”

“Apa kau yakin jika kau ini masih waras?” Tanya Junkyu dengan ekspresi tidak percaya.

“Berhenti mengataiku gila! Aku ini hanya membantu orang-orang yang merasa kehilangan dengan cara mengirimkan surat mereka!”

“Bagaimana caranya? Coba kau jelaskan padaku.” Ucap Junkyu sambil bersiap mencoret-coret jurnalnya.

Haruto menggelengkan kepalanya, “Tidak bisa, karna ini adalah rahasia.” Ucap Haruto sambil sedikit berbisik.

Junkyu pun mengerucutkan bibirnya sebal. “Dasar hantu pelit! ” Gerutu Junkyu sebal.

“Kecuali-” Haruto mendekatkan wajahnya pada Junkyu, membuat Junkyu langsung membulatkan matanya. “Kau mau membantuku, maka akan aku beritahu semuanya.”

“Membantu apa?”

“Kalau kau bisa, ayo kita lakukan bersama-sama. Aku akan memberimu gaji $10 per jam” Ucap Haruto sambil mengangkat satu jarinya ke depan wajah Junkyu

”$10?”

“Iya!”

Junkyu tertawa mendengar jawaban dari Haruto. “Tidak.”

Junkyu langsung bangkit dari tempat duduknya lalu beranjak pergi meninggalkan Haruto, “Hei!, Pikirkan lagi!!” Teriak Haruto kepada Junkyu yang sudah keluar dari kedai.


tbc

Sebuah bus berjalan dengan kecepatan sedang, terlihat beberapa penumpang yang duduk dengan tenang di dalamnya. Salah satu penumpangnya adalah Haruto, seorang tukang pos yang bertugas menghantarkan surat-surat ke surga.

Haruto duduk termenung sambil menyandarkan kepalanya di jendela bus, pikirannya melayang kemana-mana. Tiba-tiba ia teringat dengan isi sebuah surat yang dikirimkan oleh seorang anak untuk ibunya yang berada disurga.

'Ibu…apakah kau baik-baik saja? Disana tidak ada masalah kan? Ibu sudah pergi selama 7 tahun, dan sampai saat ini aku masih belum bisa pecaya kalau ibu sudah tiada. Ternyata sudah lama sekali. Oh iya! Ibu aku sudah menikah'

Haruto berjalan membelah padang rumput yang begitu luas. Di tengah padang rumput tersebut terdapat satu kotak surat berwarna merah maroon.

Haruto mengahampiri kotak surat itu dan membukanya seraya mengingat isi surat yang tiba-tiba saja terlintas di pikirannya saat di bus tadi.

'-Aku juga memiliki seorang anak. Aku sangat ingin menunjukkannya pada ibu. Ibu.. walaupun usiaku sudah bertambah, tapi aku masih merasa belum dewasa. Walaupun aku sudah menikah dan setelah anakku lahir-pun rasanya aku masih bermain bersama mainan-mainanku. Karena bagi ibuku, aku selalu menjadi putrinya yang kecil. Ibu.. aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, hari ini melalui beranda aku melihat ke bawah dan melambaikan tangan pada putriku yang musim semi ini berusia 1 tahun. Dia mengenakan tas sekolah berwarna kuning . Tiba-tiba aku merasa ingin sekali berbicara dengan ibu.'

Haruto sedikit tersenyum kecut saat mengingat isi surat itu, sangat menyedihkan. Perasaan yang mengikat hati manusia dan membuatnya terus-menerus merasa terluka benar-benar membuat Haruto iba.

Haruto mengeluarkan semua surat yang ada di dalam kotak surat itu, lalu mengambil random dan membacanya. Haruto mengambil surat dengan amplop bergambar cherry merah kecil lalu membuka surat tersebut dan membaringkan tubuhnya di atas rerumputan. '

“Ibu…bagaimana kabarmu? Bagaimana keadaan di sana? Di sana... Di surga.” guman Haruto menirukan bunyi surat tadi seraya menatap ke arah langit.


Junkyu itu siswa biasa.

Iya,  itu dulu. Berbeda dengan sekarang. Junkyu tidak tahu asal mulanya bagaimana,  ia pun juga tidak mengerti kenapa hal se-mengerikan ini -menurutnya saja harus terjadi padanya.

Semuanya terjadi di hari pertamanya menjadi siswa tingkat akhir di SHS.

Waktu itu, ia bersama sahabat-sahabatnya -Asahi dan Jaehyuk,  sedang duduk bertiga di cafetaria. Lalu tiba-tiba saja empat orang siswa yang Junkyu ketahui merupakan siswa paling berkuasa dan populer di sekolahnya menghampiri meja dimana ia dan kedua sahabatnya duduk.

Ia, Asahi dan Jaehyuk tentu saja terkejut setengah mati. Semuanya serba tiba-tiba.

Tiba-tiba suasana cafetaria yang semula ramai seperti pasar hewan menjadi sunyi.

Tiba-tiba seluruh mata menuju ke arahnya.

Tiba-tiba saja ia merasakan rasa takut yang luar biasa.

Bagaimana tidak?  Ketika empat orang paling diminati berada di depanmu dan menatapmu dengan begitu intens seakan-akan hendak menelanjangimu. Bagaimana mungkin dirinya tidak merasa takut??!

Mereka berhenti tepat di depan Junkyu,  membuat Junkyu seketika langsung menahan nafasnya.

“Halo Kim Junkyu.” salah satu dari empat orang itu membuka suara. Dia yang paling tinggi diantara mereka ber-empat,  dia juga yang paling mengerikan menurut Junkyu. Wajahnya luar biasa tampan,  tapi seperti seorang preman. Dan Junkyu rasa lelaki itu adalah juniornya.

Junkyu menengguk ludahnya kasar.

“I-iya?”

“Kami ber-empat sudah memperhatikanmu dari setahun yang lalu. Lalu...” Lelaki berambut coklat hazel dengan tahi lalat berbentuk hati di dekat matanya membuka suara. Ia menatap Junkyu tajam, membuat bulu kuduk Junkyu seketika meremang gila.

“L-lalu apa?.. ” perasaan Junkyu seketika tidak enak.

“Lalu..” Junkyu menengguk ludahnya kasar,  gugup menunggu kalimat yang akan di ucapkan lelaki yang berada di hadapannya itu.

“Mulai detik ini kau adalah kekasih kami. Kekasih kami ber-empat. ” lanjutnya dengan smirk mengerikan di wajahnya.

'What the fuck?!'

Semenjak kejadian tidak jelas itu,  hidup Junkyu berubah 180°.


Junkyu duduk sambil memakan sarapan paginya dengan tidak semangat. Dia masih tidak menyangka dan benar-benar tidak percaya dengan apa yang terjadi padanya. Semuanya terasa begitu cepat dan terlalu tiba-tiba.

Setelah kejadian di cafetaria,  dimana ke-empat lelaki yang sialnya sangat tampan dan kaya raya itu mengatakan jika Junkyu harus menjadi kekasih mereka,  dirinya terdampar di apartemen ini.

Iya,  Junkyu sekarang tinggal bersama ke-empat lelaki yang sekarang merupakan kekasihnya. Jika kalian bertanya bagaimana bisa?  Maka akan ia jelaskan.

Sebenarnya ini sedikit menjengkelkan jika diingat kembali,  karena dirinya itu dipaksa!

Mereka ber-empat bukan hanya memaksa Junkyu untuk menjadi kekasih mereka saja, tapi juga menyeret Junkyu untuk tinggal bersama mereka.

Junkyu benar-benar tidak habis pikir, ia rasa ke-empat orang itu mempunyai penyakit kejiwaan sehingga melakukan hal yang tidak bisa dimengerti oleh akal sehat seperti ini. 

Bayangkan saja,  Junkyu tiba-tiba saja mempunyai empat orang kekasih yang sangat tampan dan harus tinggal satu atap bersama kekasih-kekasihnya itu.

Junkyu tidak meng-iya-kan begitu saja perkataan empat orang itu,  tentu saja!  Ia menolak dengan keras saat ke-empat lelaki itu mengklaim dirinya.

Tapi..... Sepertinya Junkyu tidak bisa menolak. Karena ke-empat orang itu mengancam akan mengeluarkannya dari sekolah dan ia tidak akan di terima di sekolah manapun jika Junkyu menolak menjadi kekasih mereka. Sadis bukan? 

Junkyu bisa saja mengabaikan ancaman itu,  tapi saat Jaehyuk memberitahunya jika ke-empat lelaki itu bukan orang sembarangan,  Junkyu langsung mati kutu.

Selain memaksanya menjadi kekasih mereka, mereka juga memaksa Junkyu untuk tinggal bersama.

Junkyu tidak bisa memberi perlawanan yang berarti itu hal itu. Dikarenakan dirinya hanya tinggal sendirian di Seoul, dan seluruh keluarganya berada di Jeju. Tentu saja hal tersebut membuat ke-empat orang itu lebih mudah menculik Junkyu dan memaksanya untuk tinggal bersama mereka.

Mereka ber-empat benar-benar tidak bisa dimengerti. Kelakuan mereka ber-empat sangat tidak masuk di akal.

Jika hanya satu orang yang meminta Junkyu menjadi kekasihnya,  akal Junkyu masih bisa menerima. Tapi tidak dengan ini,  bukan hanya satu orang,  tapi empat!  Dan yang lebih gilanya lagi mereka semua bersahabat dan tinggal di tempat yang sama!  Mereka tidak punya otak atau bagaimana?!  Bagaimana mereka mau berbagi kekasih seperti itu?! Dan kenapa harus dirinya yang menjadi korban?!  Kenapa?!

Junkyu sering mendengar cerita dari mulut siswa-siswi yang berada di sekolahnya,  jika ke-empat orang itu adalah orang yang misterius, dan tidak terjamah.

Oke, berlebihan.

Tidak terjamah maksud Junkyu adalah ke-empat orang itu selalu bersama. Mereka ber-empat tidak mau bergabung atau bermain dengan orang asing. Lingkar pertemanan mereka hanya mereka ber-empat itu saja.

Asahi bilang,  ke-empat lelaki itu sangat kaya raya dan mempunyai pengaruh besar di sekolah. Selain itu mereka juga luar biasa cerdas dan genius di beberapa bidang yang berbeda.

Tak ada yang berani mengusik ketenangan mereka ber-empat.

Dimana mereka ber-empat menginjakan kakinya,  maka semua orang yang ada disana harus tunduk dan tidak membuka mulut sama sekali. Itu sudah menjadi hukum alami disekolahnya.

Sangat mengerikan bukan?  Ketika dirimu yang selama ini menjalani hidup biasa saja,  dengan orang-orang yang biasa juga,  harus berurusan dengan orang yang mempunyai pengaruh sangat besar serta mengintimidasi. Dan lebih parahnya bukan hanya satu,  tapi empat!!!

Tapi Junkyu tidak bisa mengungkiri jika ke-empat orang itu memang luar biasa tampan.

Benar-benar tampan. Junkyu serius.

Brakk!

Asahi yang sedang serius membaca bukunya di dalam kelas terlonjak kaget saat tiba-tiba mendengar suara meja di gebrak dengan kuat.

Asahi menoleh ke samping lalu menaikkan sebelah alisnya bingung saat melihat Junkyu mendudukkan dirinya disebelahnya dengan wajah kesal.

“Kau kenapa?” Tanya Asahi.

Junkyu menoleh menatap Asahi dengan tajam, “Kau masih bertanya?”

Asahi terdiam sesaat, lalu sedetik kemudian lelaki jepang itu membelalakkan matanya, “Kau putus lagi?!”

Wajah Junkyu langsung berkerut menahan tangis saat mendengar perkataan Asahi, “Kenapa nasibku begini?!”

Junkyu menjatuhkan kepalanya diatas meja lalu menghela napas panjang. Junkyu hanya bisa meratapi nasibnya yang begitu naas, karena sampai di tahun keduanya sebagai mahasiswa hubungan percintaannya tidak pernah lebih dari 3 hari.

“Aku tidak mengerti.” Celetuk Asahi.

Junkyu mengubah posisi kepalanya yang masih setia menempel pada meja menghadap kearah sang sahabat, “Apa yang kau tidak mengerti?”

“Kenapa kau sangat terobsesi untuk menjalin hubungan?” Asahi balik menatap Junkyu dengan raut wajah heran, “Maksudku, kenapa kau sangat ingin mempunyai pacar? Bukannya berpacaran hanya memberikanmu sakit kepala yang berkepanjangan? Kau hanya akan menambah stress.”

“Apa salahnya punya pacar?” Junkyu menundukkan wajahnya.

“Tidak salah sih..”

“Sahi, katakan padaku sejujurnya!” Asahi mendelik kaget saat tiba-tiba Junkyu menangkup kedua sisi wajahnya, “Apa aku jelek? Aku tidak menarik?”

Asahi mengerjabkan matanya beberapa kali lalu menggelengkan kepalanya pelan.

Junkyu melepaskan tangkupan tangannya pada wajah Asahi lalu memasang raut wajah sendu, “Lalu kenapa hubunganku tidak pernah berjalan lancar?”

Asahi yang melihat wajah sendu Junkyu hanya bisa meringis prihatin. Jika Junkyu sudah memasang raut wajah depresi seperti kehilangan semangat hidupnya, tandanya Junkyu benar-benar sedang kacau.

“Jika kau mau hubunganmu lancar dan bertahan lama, seharusnya kau ubah prinsipmu.” Ucap Asahi.

Junkyu langsung menolekan kepalanya kesamping cepat mendengar apa yang Asahi katakan, “Mengubah prinsipku?! Mana mungkin?!” Pekik Junkyu.

Asahi membuang napas kasar, “Kalau begitu ya terima saja nasibmu seperti ini.” Asahi merangkul pundak Junkyu, “Dijaman sekarang, mana ada yang mau berpacaran tanpa melakukan skinsip dan berciuman?”

Junkyu melepaskan rangkulan Asahi lalu mencebikkan bibirnya, “Memangnya harus? Berciuman sesudah menikah memangnya tidak bisa?!”

Asahi mengibaskan tangannya pelan, “Sudahlah, kau aneh.”

Junkyu mendelik tak terima mendengar perkataan sahabat satu-satunya itu, “Aku tidak percaya dikatai aneh oleh orang yang bahkan belum pernah pacaran!”

Asahi menanggapi protesan Junkyu dengan gumamam tidak jelas, membuat Junkyu semakin kesal, “Yak Asahi!!–”

Brakk!

“Bisakah kau diam?”

Junkyu langsung menelan kembali pekikannya saat mendengar suara meja digebrak.

“Kau pikir kau sedang berada dimana sehingga bisa berteriak seperti itu?”

Junkyu menengguk ludahnya kasar saat lelaki yang duduk di depannya menoleh kearahnya dan menatapnya tajam.

“Maaf-” cicit Junkyu pelan.

Lelaki itu semakin menajamkan tatapan matanya, membuat Junkyu mengkerut takut, “Jika aku mendengar suaramu lagi, akan ku robek mulu-”

“Eyy Haruto, tidak perlu kasar begitu.”

Lelaki yang dipanggil Haruto itu mendecih pelan lalu membalik badannya kembali menghadap ke arah depan.

“Tidak usah diambil hati ya, dia memang sedang sensitif.”

“Terimakasih, Jihoon.”

Lelaki yang dipanggil Jihoon itu tersenyum cerah lalu kembali menghadap kearah depan. Senyuman Jihoon membuat semburat merah muda tanpa sadar muncul di kedua pipi Junkyu.

Asahi yang sedari tadi mengamati mendengus pelan, “Kau menyukai Jihoon?”

Junkyu menangkup wajahnya yang terasa memanas, “Siapa yang tidak suka padanya?”

Junkyu memandangi punggung Jihoon yang duduk di depan sana. Siapa yang tidak akan jatuh cinta dengan lelaki itu? Jihoon itu bagaikan matahari yang bersinar cerah. Senyuman manis nan hangatnya, sikap ramahnya, wajah tampannya, semua perwujudan sempurna yang tentu saja mampu membuat siapapun jatuh cinta, termasuk Junkyu.

Junkyu mengalihkan pandangannya pada sosok yang duduk di sebelah Jihoon, kemudian ia langsung mendengus pelan.

Watanabe Haruto. Lelaki dingin, jahat, tempramental, semua kebalikan dari sifat Jihoon-nya. Junkyu tidak mengerti kenapa Jihoon mau berteman dengan Haruto yang menurut Junkyu merupakan mahasiswa paling menyebalkan di seluruh universitas. Selain wajah tampannya semua yang ada di diri Haruto itu minus!

Asahi kembali menggelengkan kepalannya prihatin melihat ekspresi Junkyu yang berubah-ubah. Tadi senyum-senyum sendiri, tiba-tiba berubah menjadi kesal. Sepertinya temannya satu ini memang sedang tertekan.

“Setelah kuliah mau minum?” Ajak Asahi.

Junkyu menolehkan kepalanya menatap Asahi dengan tatapan berbinar, “Oke! Kau yang bayar!”

.

.

.

“AHHH AKU INGIN BERCIUMAN!!” Junkyu berteriak lalu langsung menenggak birnya.

“Heh! Jangan berteriak!” Asahi memukul kepala Junkyu kuat supaya sahabatnya itu diam.

Junkyu mencebikkan bibirnya lalu kembali meminum birnya, “Rasanya aku akan gila.” Junkyu menghela napas lalu menyenderkan kepalanya kedinding, “Aku ingin berciuman.”

Asahi mengerutkan dahinya tidak habis pikir dengan sahabatnya satu ini, “Mau mu apa sih sebenarnya?”

Junkyu mengerucutkan bibirnya lalu menggelengkan kepalanya pelan, “Aku ingin merasakan apa itu ciuman... tapi aku tidak bisa.” Junkyu kembali membuka kaleng birnya lalu menengguknya langsung hingga tandas.

Asahi yang melihatnya langsung merebut kaleng bir itu dari tangan Junkyu, “Hey, kau sudah minum terlalu banyak, nanti kau mabuk!”

Junkyu menepis tangan Asahi lalu menggelengkan kepalanya kuat, “Huss! Kita kesini memang untuk mabuk bukan??”

Asahi menghela napas kasar. Junkyu sudah terlalu mabuk, bahkan wajahnya sudah merah padam. Asahi melirik sekilas pada jam yang melingkar di tangannya, sudah hampir jam 12 malam, mereka berdua harus pulang.

“Ayo pulang.” Asahi bangkit dari duduknya, “Aku akan membayar, kau tunggu disini.” Titah Asahi lalu berjalan menuju kasir.

Junkyu memegangi kepalanya yang berdenyut pening, lalu dengan susah payah bangkit berdiri. Junkyu berjalan dengan badan terhuyung keluar, mengabaikan perkataan Asahi yang menyuruhnya untuk tetap diam di tempatnya.

Junkyu mengusap wajahnya kasar, berusaha mempertahankan kesadarannya yang secara perlahan menghilang.

Samar-samar ia melihat wajah familiar yang berjalan ke arahnya, membuat Junkyu tanpa sadar berdiri mematung.

Saat wajah samar itu terlihat semakin jelas dimatanya, jantung Junkyu langsung berdegub kencang. Wajahnya yang sudah merah karena pengaruh alkohol semakin memerah saja.

Park Jihoon.

Park Jihoon sedang berjalan ke arahnya.

Junkyu memegangi dadanya yang terus berdentum nyaring. Tiba-tiba terbesit dikepala Junkyu untuk memenuhi keinginannya. Junkyu ingin mencium Jihoon.

Jika ada orang yang pantas untuk ia cium, pasti lah orang itu adalah Park Jihoon.

Junkyu tersenyum, persetan dengan semuanya!

Dengan langkah gontai, Junkyu berjalan ke arah Park Jihoon. Dan setelahnya Junkyu dapat merasakan bibirnya bertubrukkan dengan sepasang bibir yang lain.

Junkyu memejamkan matanya, lalu beberapa detik kemudian ia dapat merasakan tubuhnya di dorong menjauh dan mendengar suara menggelegar Asahi yang memanggil namanya, “KIM JUNKYU! APA YANG KAU LAKUKAN???!”

Tubuh Junkyu terhuyung kebelakang, beruntung ada sesorang yang menahannya.

“Kau tak apa?”

Junkyu menoleh ke samping, menatap orang yang menahan tubuhnya.

“Kau?–” Junkyu melebarkan matanya selebar mungkin. Kesadarannya yang semula nyaris lenyap secara mendadak kembali begitu saja ketika melihat siapa orang yang menahan tubuhnya.

“Park Jihoon??!” Wajah Junkyu seketika berubah pucat pasi. Jika yang menahannya sekarang adalah Park Jihoon, lalu siapa yang ia cium?!

Junkyu menengguk ludahnya kasar, lalu dengan gerakan patah-patah ia memberanikan diri untuk menatap kearah depan.

“Apa yang baru saja kau lakukan?! Kau sudah tidak waras?!”

Junkyu tersentak, di depan sana berdiri sosok yang selama ini Junkyu paling hindari. Junkyu menatap ke depan dengan pandangan horor, “Ha-Haruto..”

Ya, di depan sana berdiri seorang Watanabe Haruto yang tengah menatap Junkyu dengan pandangan membunuh seraya menutup bibirnya.

Kim Junkyu, sepertinya benar kau sudah tidak waras.

.

.

.

Junkyu tidak tahu, tapi ia merasa ingin menghilang seketika.

Setelah tragedi ciumannya yang salah sasaran, Junkyu langsung melarikan diri secepat kilat. Meninggalkan Asahi yang berteriak dengan segenap tenaganya begitu saja.

Junkyu berdiri di depan pintu apartemennya, lalu mengatur napasnya yang terasa semakin sesak karena ia berlari tanpa henti.

Junkyu melirik ke arah jam yang melingkar di tangannya, beberapa menit lagi tengah malam. Dengan segera Junkyu menekan sandi pintu Apartemennya.

Setelah pintu terbuka tampak Jennie, kakak Junkyu sedang duduk seraya menonton televisi.

“Kau baru pulang?” Tanya Jennie yang melihat Junkyu datang.

Bukannya menjawab, Junkyu malah diam dan berdiri mematung.

Jennie menaikkan sebelah alisnya bingung, “Apa yang kau lakukan disana? Cepat ganti bajumu lalu tidur.”

“Nuna..” panggil Junkyu pelan.

Jennie memasang raut wajah tidak mengerti, “Apa?”

“Aku mencium seseorang.”

Setelah mendengar perkataan Junkyu, Jennie refleks langsung bangkit dari duduknya dan menatap ke arah Junkyu dengan pandangan horor, “Ka-kau serius?”

Junkyu menganggukkan kepalanya lemah, seraya memasang raut wajah akan menangis.

Jennie membekap mulutnya tidak percaya, ia segera menolehkan kepalanya kesamping menatap ke arah jam dinding yang ternyata sudah menunjukkan pukul 12 malam.

Jennie membelalakkan matanya lalu kembali mengalihkan pandangannya pada sang adik.

Syuuuuusss!!

Jennie langsung jatuh terduduk saat melihat apa yang terjadi di depannya.

Junkyu mengaktifkan kutukannya, dan sekarang dia berubah menjadi kucing.

“Kim Junkyu... Apa yang telah kau lakukan????!!”

.

.

.

Tbc

BRAKKK!!

“PAPA!!”

Junkyu yang sedang serius memasak makan malam tersentak kaget mendengar jeritan super melengking disertai suara pintu yang dibanting dengan kuat.

Terlihat seorang balita kecil berusia 5 tahun berjalan dengan kaki dihentak-hentakkan marah menghampiri sosok manis yang baru saja ia panggil Papa.

“Oh, anak papa sudah pulang main?”

Iya, anak. Beberapa tahun yang lalu Junkyu berhasil mempertahankan hubungannya dengan suaminya, Park Jihoon sampai dengan pelaminan.

Perjalanan cinta mereka yang begitu ekstrem karena terdapat banyak sekali tikungan tajam, tanjakan maut, turunan curam serta kerikil-kerikil kecil yang menusuk di sepanjang jalan akhirnya dapat mereka menangkan. Membuat ia dapat menikah dengan Park Jihoon, seorang lelaki tampan yang berasal dari keluarga kaya raya yang hartanya bisa bertahan sampai tujuh turunan dan sembilan tanjakan -intinya kaya sekali.

Dan setelah menikah, mereka berdua langsung dihadiahi malaikat kecil yang mereka namai Park Junghwan.

“Papa..” Junghwan memanggil sang papa dengan suara lebih pelan, “Uwan mau adik.”

PRANGG!!

Wajan anti gosong yang hendak Junkyu cuci seketika jatuh mengenaskan, suaranya menambah kesan dramatis yang mendukung betapa terkejutnya perasaan Junkyu mendengar permintaan sang buah hati.

“Ehh??!”

Junghwan mengerucutkan bibirnya lalu menundukkan kepalanya, “Uwan mau adik! Semua teman Uwan punya adik.”

Junkyu menghela nafas pelan, setelah rasa terkejutnya sedikit hilang, ia berjalan menghampiri sang anak, “Junghwanie.. tidak mau meminta yang lain saja?”

Wajah sang anak semakin muram, “Tidak mau yang lain. Maunya adik.” Lirih sang anak.

Junkyu memijat kepalanya pusing. Junkyu tahu mungkin anaknya ini kesepian, tapi meminta adik benar-benar diluar perkiraan Junkyu.

“Daddy kan kaya. Minta Daddy belikan Uwan adik pa..”

Junkyu meringis, anaknya ini benar-benar tidak tahu sebenarnya apa yang dia pinta ternyata. Mana bisa membeli adik?

“Tidak bisa begitu sayang... adik tidak bisa dibeli, tapi dibuat.”

“Oh berarti minta Daddy buatkan adik untuk Uwan ya..”

Celakalah kau Junkyu, apa yang baru saja kau katakan?

Junkyu tertawa sumbang, “Iya-iya, nanti papa coba bicarakan dengan Daddy ya.” Ucap Junkyu seraya mengusap kepala sang anak pelan.

“Aku pulang..”

Suara yang sangat mereka kenal terdengar dari arah pintu apartemen, Junghwan dengan kecepatan tinggi segera berlari ke arah pintu menghampiri sumber suara.

“Daddy sudah pulang!!!” Seru Junghwan riang lalu memeluk sang Daddy.

Jihoon terkekeh pelan mendapat serangan mendadak dari buah hatinya. Ia melepaskan pelukan Junghwan lalu menggandeng sang anak untuk masuk ke dalam rumah.

“Kau sudah pulang?” Junkyu menghampiri suaminya lalu dengan sigap mengambil tas kerja yang ada di tangan kirinya.

Jihoon tersenyum lalu mencium pipi Junkyu pelan, “Aku rindu padamu.”

Junkyu menatap sang suami yang terlihat begitu mengenaskan dengan prihatin. Dasi yang miring kemana-mana, kemeja yang menyembul serta jas yang sudah kusut. Jihoon terlihat seperti baru saja keluar dari badai.

“Kau terlihat sangat berantakan, aku akan siapkan air untukmu mandi.”

Jihoon tersenyum, “Terimakasih my kyu.”

Junkyu berbalik pergi menuju kamar mandi. Meninggalkan Jihoon dan Junghwan berdua.

“Daddy..” panggil Junghwan.

Jihoon menoleh menatap sang anak. Jihoon sedikit terkejut melihat mata sang anak yang begitu berbinar seperti mata Junkyu jika ingin meminta uang.

“Ada apa?” Tanya Jihoon was-was.

“Uwan mau minta sesuatu boleh tidak?”

“Minta apa?” Jihoon bertanya seraya berjalan menuju ruang dapur, hendak mengambil minuman dingin.

“Uwan minta adik.”

Gubrak!

Jihoon menabrak lemari karena berbelok lebih cepat dari yang seharusnya. Padahal belokannya masih beberapa centi lagi didepan.

“Junghwan mau minta apa??” Tanya Jihoon sedikit panik.

“Uwan mau adik! Kata papa harus bilang daddy dulu!”

Duh gusti, bukan seperti itu maksud papa-mu Junghwan.

Jihoon tersenyum, tidak, lebih tepatnya menyeringai. “Tentu saja Daddy akan berikan adik untuk Uwan.”

Kan, Jihoon yang jadi kesenangan.

Mata Junghwan semakin berkilau karena bahagia, “Daddy tidak berbohong kan?”

“Daddy mana pernah berbohong pada Junghwanie? Tapi Junghwanie harus menunggu agak lama.”

Mendengar perkataan sang Daddy, senyum di wajah Junghwan berubah menjadi kernyitan heran, “Kenapa begitu?”

Jihoon menggaruk tengkuknya sedikit bingung, “Karena adik tidak bisa langsung jadi.”

Junghwan memiringkan kepalanya sedikit tanda jika bocah kecil itu masih tidak mengerti.

“Ya pokoknya begitu. Junghwanie harus sabar ya.”

“Tapi!–”

“Kalau tidak mau menunggu ya tidak bisa punya adik. Junghwanie mau punya adik atau tidak?”

“Ya mau!”

“Kalau begitu tunggu oke!”

“Sayang!! Airnya sudah siap.”

Jihoon mengusak rambut sang anak pelan, “Daddy mandi dulu, nanti kita main sama-sama.”

Jihoon berjalan menuju kamar mandi meninggalkan sang anak yang masih berdiri dengan ekpresi tak puas. Hmm tapi sudahlah, yang terpenting Daddy-nya mau memberikannya adik, ia hanya perlu menunggu saja dengan sabar. Batin Junghwan.

.

.

Junkyu yang baru saja masuk ke dalam kamarnya setelah berhasil menidurkan sang anak memekik kaget karena tubuhnya tiba-tiba saja melayang.

“Park Jihoon!”

Jihoon tersenyum melihat Junkyu kini sudah tergeletak diatas ranjang tepat di dalam kungkungannya.

“Tadi Junghwan minta sesuatu padaku..”

Glek!

Junkyu menengguk ludahnya dengan susah payah mendengar perkataan sang suami. Apa anaknya itu mengatakan keinginannya untuk mempunyai adik kepada Jihoon juga? Jika iya bisa gawat. Junkyu tidak yakin Jihoon akan membiarkannya lolos kalau sudah begini.

“Ahh.. itu... ” Junkyu memalingkan wajahnya kesamping, walaupun sudah menikah bertahun-tahun, Junkyu masih sangat merasa gugup bila ditatap dengan begitu intens oleh Jihoon.

“Kasihan anak kita, wajahnya sangat memelas saat meminta adik kepadaku tadi.” Ucap Jihoon hiperbola.

“B-benarkah?” Balas Junkyu gugup.

“Kenapa tidak kita berikan saja?”

“Akhhh!”

Junkyu melenguh saat merasa lidah hangat suaminya menyapu lehernya. Tanpa sadar, Junkyu mendongakkan kepalanya memberikan Jihoon akses lebih untuk menjelajahi leher putihnya.

“Apa kau tidak mau?” Jihoon menyusupkan tangannya ke dalam piyama Junkyu.

“B-bukan begitu.. tentu saja aku mau..” Junkyu memeluk leher Jihoon dan mengacak rambut suaminya itu dengan pelan.

Mendengar persetujuan Junkyu, Jihoon semakin kesenangan.

Dengan kecepatan sinyal 4G LTE, ia segera melucuti pakaian kesayangannya itu sampai tidak tersisa sehelai benangpun yang menutupinya.

Jihoon memandang wajah sang Istri yang bersemu merah karena malu. Jihoon memajukan wajahnya dan mengecup daun telinga Junkyu pelan, “Aku sudah tidak tahan sayang.”

Junkyu tersenyum, “Kalau begitu apa yang kau tunggu?”

Jihoon menyeringai, waktunya makan...

.

.

.

Omake:

Jihoon melirik kesamping, menatap sang anak yang sedari tadi menatapnya dengan tatapan aneh.

“Junghwanie kenapa?” Tanya Jihoon penasaran.

“Daddy..”

“Iya?” Sahut Jihoon seraya fokus pada jalanan.

“Tadi malam Daddy sama Papa lagi apa sih? Kok Daddy gigit leher papa?”

Ckittttt!!

Jihoon langsung mengerem mendadak mobilnya saat mendengar pertanyaan sang Anak.

“I-itu..”

Sepertinya Jihoon akan dimarahi Junkyu habis-habisan setelah ini. Salahkan saja dirinya yang main gendong Junkyu tanpa memperhatikan pintu kamar mereka yang sudah terkunci rapat atau belum.

.

.

.

End:)

Jihoon tidak tahu dewa takdir mana yang kini tengah mempermainkannya. Bertemu lagi dengan orang yang amat ia cintai secara tiba-tiba bukanlah hal yang ada didalam prediksinya.

6 tahun lalu saat mereka masih duduk dibangku kelas 3 sekolah menengah atas, Jihoon masih tidak bisa melupakan bagaimana Junkyu meninggalkannya tanpa sepatah katapun begitu saja. Pindah sekolah dan menghilang. Jihoon sudah mencoba menanyai ke keluarga Junkyu tapi mereka enggan menjawab yang sebenarnya, dan hanya mengatakan Junkyu pindah ke desa.

Jihoon frustasi, dirinya terus mencari Junkyu kemana-mana tapi tidak membuahkan hasil. Jihoon hanya ingin tahu, apa Junkyu marah padanya? Apa Junkyu membencinya? Jihoon tidak mengerti apapun. Dan hanya bisa menanti Junkyu kembali dengan sedikit harapan serta hati yang teriris setiap harinya.

Dan ketika Junkyu tepat berdiri di hadapannya seraya menggenggam bunga anyelir berwarna merah jambu, dunia Jihoon terasa berhenti berputar untuk persekian detik.

Lehernya seperti tercekik saat melihat wajah yang begitu ia rindukan selama ini terpampang nyata dihadapannya, seperti mimpi di pagi hari.

“Kau marah padaku?” Itulah kalimat yang pertama kali ia tanyakan. Namun melihat sorot mata Junkyu yang seakan-akan memberitahu segala macam perasaannya membuat jantung Jihoon berdenyut ngilu.

Junkyu marah padanya, dia benci padanya.

“Aku tidak marah padamu!”

Bohong.

“Bohong.”

Jihoon mencoba mencari kesungguhan dimata lelaki manis itu, namun nihil. Junkyu berbohong, dia marah padanya.

“Aku tidak marah padamu!”

Bohong. Kumohon berhentilah berbohong Kim Junkyu.

“Kalau begitu buktikan.”

Jihoon mengamati reaksi Junkyu yang tampak bingung dengan ucapannya.

“Bagaimana membuktikan kalau aku tidak marah padamu?!”

“Buktikan, bahwa kau tidak marah padaku. Ayo tidur denganku.”

Dan tepat ketika ia menyelesaikan kalimatnya, dapat ia rasakan pipinya terasa panas seperti terbakar dan sedikit nyeri, Junkyu menamparnya.

“Kau tidak waras.”

Deg!

Jihoon membeku melihat mata Junkyu yang berkilat tajam penuh kesungguhan. Jihoon memundurkan tubuhnya saat Junkyu kembali mendorongnya.

“Kau benar-benar tidak waras Park Jihoon.”

Jantung Jihoon seperti di remat keras saat mendenger perkataan Junkyu yang jujur tanpa sedikitpun kebohongan didalamnya. Sorot mata kecewa yang diarahkan padanya membuat Jihoon hilang kata, membuatnya dengan begitu bodohnya membiarkan Junkyu pergi begitu saja tanpa sempat mendapatkan jawaban yang selama ini ia inginkan.

Setelah kepergian Junkyu, Jihoon segera meminta Ryujin memberikan alamat toko bunga Junkyu. Dan Jihoon kembali merasa bodoh karena ternyata orang yang selama ini ia rindukan tidak berada jauh darinya.

Jihoon segera berangkat menuju toko bunga itu, dan saat ia hendak turun dari mobilnya, ia melihat sesesok pemuda tampan bertumbuh tinggi memasuki toko bunga yang terlihat sudah tutup itu.

Jihoon menunggu di dalam mobilnya dengan sejuta pertanyaan berputar dikepalanya, siapa pemuda itu? Apa kekasih Junkyu? Jihoon terus bertanya-tanya pada dirimya sendiri. Dan setelah menunggu selama 2 jam, pemuda itu akhirnya keluar dengan langkah terburu-buru.

Melihat hal itu, Jihoon segera keluar dari mobilnya dan berjalan menghampiri toko bunga yang sudah tutup itu. Dirinya harus menerima jawaban.

Jihoon menggedor pintu toko bunga itu dengan gusar, lalu tak selang beberapa lama, pintu itu terbuka.

“Ya! Yoshinori kau kembali lagi? kenapa kau harus menggedor pintu seperti it-”

Jihoon merasa emosi secara tiba-tiba melihat keadaan Junkyu yang terlihat mabuk. Apa dia minum dengan lelaki tadi? Apa lelaki tadi bernama Yoshinori?

“Siapa Yoshinori?”

Terlihat wajah Junkyu seketika menegang, seperti tidak menyangka jika melihatnya. Jihoon terdiam, tapi di dalam kepalanya sudah penuh dengan banyak pertanyaan. Siapa itu Yoshinori? Apa dia kekasihmu? Kau sudah mencintai orang lain? Apa kalian akan menikah? Lalu bagaimana denganku? Aku ingin menikah denganmu, bisa kau ajak aku menikah juga?

“Park Jihoon? A-apa yang kau lakukan disini?”

Jihoon merasa marah mendengar apa yang keluar dari mulut Junkyu bukanlah yang ia inginkan.

“Aku tanya, siapa Yoshinori?” Desis Jihoon marah.

Junkyu mendorong tubuh Jihoon menjauh lalu segera menutup pintu tokonya, tapi Jihoon lebih cepat menahannya. Jihoon mendorong tubuh Junkyu kebelakang dan berjalan masuk kedalam tokonya begitu saja.

Junkyu mundur beberapa langkah saat melihat Jihoon kini telah mengunci pintu dan berjalan kearahnya.

“Dia kekasihmu?”

Junkyu tidak menjawab, kepalanya terasa kosong mendadak saat merasa bahwa ia sudah tidak mundur lagi karena tembok sialan yang menahan tubunya dibelakang sana.

Jihoon semakin mengikis jarak sampai hanya sedikit jarak yang tersisa. Jihoon menghimpit tubuh Junkyu lalu menatap yang lebih pendek dengan pandangan tajam.

“Jawab aku.”

Junkyu melebarkan matanya saat merasa sebelah tangan Jihoon merambat naik menyentuh pinggangnya.

“Apa yang ingin kau dengar dariku? Hentikan, dan pergilah dari sini.” Junkyu berusaha setenang mungkin meskipun perasaannya sudah panik tidak karu-karuan.

“Kau marah padaku?”

Lagi?! Batin Junkyu tidak habis pikir.

“Tidak. Aku mohon pergilah dari sini, aku tidak marah padamu Park Jihoon.” nada suara Junkyu terdengar lelah.

“Bohong.”

Junkyu menjerit di dalam hati, “Aku tidak benci padamu sialan!” Bentak Junkyu.

Jihoon terdiam, lalu menaruh keningnya pada kening Junkyu. Membuat Junkyu langsung membeku.

“Kalau begitu buktikan.”

Junkyu menghela napas kasar lalu menangkup kedua sisi wajah Jihoon yang tampak sedikit murung. Tidak jelas sekali, batin Junkyu.

“Baiklah. Ayo tidur bersama.”

Jihoon seketika langsung melebarkan matanya tak percaya mendengar perkataan yang baru saja Junkyu lontarkan.

“Kau-”

Belum sempat Jihoon mengatakan mengatakan apa yang ia ingin katakan, Junkyu sudah lebih dulu menyambar bibirnya. Membawanya ke dalam ciuman kasar yang terkesan terburu-buru.

Jihoon membalas ciuman Junkyu dengan lebih panas. Persetan! Jihoon sudah tidak perduli lagi.

Junkyu menuntun tubuh Jihoon dan menariknya ke sofa. Jihoon menindih tubuh Junkyu dan menguncinya dan didalam kunkungannya. Junkyu sadar, ia tidak bisa lari lagi.

“Kau yang memulainya.” Desis Jihoon pelan disela ciuman panas mereka. Junkyu menatap Jihoon datar lalu kembali mencium bibir Jihoon yang ada diatasnya, “Aku tahu.”

Mata Jihoon berkilat, perasaan ragu, frustasi, marah, dan bahagia bercampur aduk di dalam dadanya. Dengan cepat ia melucuti pakaian Junkyu dan membuangnya ke lantai begitu saja, membuat Junkyu sukses bertelanjang bulat tanpa ada sehelai benangpun yang menutupi tubuhnya.

Jihoon menatap tubuh polos Junkyu yang ada dibawahnya lamat, ekspresi tegangnya melunak membuat Junkyu memicingkan alisnya bingung, “Apa yang lihat bajingan?!”

Jihoon menyeringai, ia melepaskan ikat pinggang lalu menurunkan resleting celana kainnya, “Pastikan kau tidak menyesal Kim Junkyu.”

.

.

.

“Apa kau puas?” Tanya Junkyu seraya menoleh menatap Jihoon yang kini tengah menelusupkan wajahnya di perpotongan lehernya.

Junkyu mendorong kepala Jihoon menjauh dari lehernya lalu menatap lelaki itu dengan pandangan yang Jihoon sendiri sulit artikan, “Kau sudah percaya kalau aku tidak marah padamu?”

Wajah Jihoon masih datar tidak berekspresi, “Belum.”

Junkyu melebarkan matanya, raut wajahnya berubah kesal mendengar perkataan Jihoon, “Apa maksudmu? Aku sudah tidur denganmu!” Ucap Junkyu tidak mengerti.

“Menikahlah denganku.”

Junkyu langsung bangkit terduduk mendengar perkataan Jihoon, wajahnya memasang ekspresi tidak percaya, “Omong kosong apa lagi sekarang?”

Jihoon ikut mendudukan dirinya lalu mencoba meraih tangan Junkyu, namun Junkyu segera menepisnya begitu saja, “Pergi dari sini.”

“Junkyu..”

Junkyu mendorong tubuh Jihoon yang hendak merengkuhnya, “Aku bilang pergi dari sini sialan!” Jerit Junkyu frustasi.

“Kau memang seperti ini, dari dulu kau selalu seenaknya sendiri seperti ini. Kau selalu membuatku bingung!” Junkyu menutup wajahnya menggunakan kedua tangannya, terisak.

“Seharusnya aku tidak melakukan hal ini denganmu, ini salah. Dari awal bertemu denganmu lagi sudah salah!” Junkyu mengambil pakaiannya yang tercecer di lantai dan memakainya.

“Pergi dari sini sebelum aku benar-benar benci padamu.”

Jihoon mematung, wajah datar tak berekspresinya menegang saat mendengar perkataan Junkyu, “Junkyu-”

Junkyu menatap Jihoon dengan pandangan sedih, “Kumohon.”

Jihoon menundukkan kepalanya, tangannya terkepal erat. Ia bangkit berdiri lalu membenarkan pakaiannya yang berantakan.

Jihoon menoleh ke arah Junkyu sebelum keluar dari toko bunga itu, “Aku akan datang lagi.” Ucapnya lalu melangkahkan kakinya keluar pergi.

Setelah Jihoon menghilang dari balik pintu, Junkyu langsung jatuh terduduk, air mata mulai menggenang dipelupuk matanya, “Apa yang sudah aku lakukan?”

.

.

.

Haruto melangkahkan kakinya ke dalam gedung perusahaan milik Jihoon, sepupu sekaligus sahabatnya. Sebelah alisnya terangkat saat melihat Ryujin, sekretaris pribadi Jihoon sedang duduk di meja depan ruangan Jihoon bersama Bomin, bodyguard pribadi Jihoon sambil mengobrol.

“Jihoon hyung didalam?”

Ryujin dan Bomin segera berdiri saat melihat ada tamu, “Pak presdir sedang pergi keluar tuan.” Jawab Ryujin.

Haruto mengerutkan keningnya kebingungan mendengar perkataan Ryujin, “Pergi? Tapi kalian ada disini?” Haruto heran, pasalnya Jihoon tidak pernah kemanapun tanpa membawa sekretaris dan bodyguardnya.

“Pak presdir bilang dia ingin menemui pemilik toko bunga, siapa namanya tadi?” Ryujin menolehkan kepalanya kearah Bomin.

“Kim Junkyu.” Ucap Bomin.

Deg!

Haruto langsung mundur selangkah saat mendengar apa yang kedua anak buah Jihoon katakan. Dia tidak salah dengar bukan? Kim Junkyu? Benarkah Kim Junkyu yang sama dengan Kim Junkyu dari 6 tahun yang lalu?

Ryujin dan Bomin saling bertukar pandang saat melihat ekspresi Haruto yang tampak sangat terkejut dan syok.

“Be-benarkah?”

Ryujin menganggukkan kepalanya, “Y-ya tuan.”

“Sudah berapa lama dia pergi?”

“Sekitar dua jam yang lalu tuan.” Jawab Bomin.

Haruto mengepalkan tangannya erat, beribu pertanyaan berputar dikepalanya, “Berikan aku alamat toko bunga itu.”

Ryujin segera memberikan kartu nama toko bunga yang Jihoon tuju kepada Haruto. Dan setelah mengetahui alamat yang toko bunga yang dimaksud, Haruto segera berbalik pergi.

Haruto memacu mobilnya dengan gila, sekitar 10 menit ia sudah sampai disebrang toko bunga itu. Haruto menurunkan sedikit jendela, lalu memandang kesekeliling. Toko itu terlihat tutup, dan Haruto dapat melihat mobil Jihoon terparkir disana.

Sekretaris Jihoon bilang, Jihoon sudah pergi selama dua jam yang lalu, sebenarnya apa yang dilakukan Jihoon selama itu? Apa Jihoon di dalam sana? Haruto terus menunggu dengan gelisah, wajahnya tampak pucat karena gusar.

Sekitar 20 menit menunggu, Jihoon keluar dari dalam toko bunga itu. Wajah Jihoon tampak keruh dan kusut, penampilan Jihoon juga sangat berantakan, membuat Haruto semakin merasa penasaran dari dalam mobilnya.

Haruto mencengkram stir mobilnya erat. Apakah yang ditemui Jihoon benar-benar Kim Junkyu? Haruto sungguh penasaran.

Haruto memutuskan untuk menunggu sedikit lama, dan keputusannya benar. Tak selang beberapa lama, sesosok familiar keluar dari dalam toko bunga itu. Wajahnya terlihat sembab, tapi Haruto akui bahwa wajah itu masih sama mempesonanya seperti 6 tahun yang lalu.

Dada Haruto mencelos, ingin rasanya ia berlari ke arah sana dan merengkuh sosok yang sangat ia rindukan selama ini. Tapi Haruto harus menahannya.

Matanya terus mengikuti kemana lelaki manis itu melangkah, hingga sosok itu masuk ke dalam sebuah Taxi yang membawanya pergi entah kemana.

Haruto mengusap wajahnya kasar. Rasa senang, khawatir, bersalah, dan kerinduan bercambur aduk di dalam hatinya, “Dia benar-benar Kim Junkyu.”

.

.

.

.

Tbc

Hai guys, berhubung karna jikyu banyak update selca jadi aku pub book fic ini :))

Update kalo jikyu up selca lagi wkkww

See you

Jangan lupa tinggalkan jejak yaa 😊😊

Junkyu memundurkan tubuhnya kebelakang beberapa langkah saat melihat sosok yang ia hindari mati-matian selama 6 tahun ini bangkit berdiri dari duduknya dan perlahan berjalan kearahnya.

Jihoon? Benarkah sosok itu adalah Jihoon? Sahabat sekaligus cinta pertamanya 6 tahun yang lalu? Junkyu merasa setetes air mata membasahi pipinya, dirinya tanpa sadar menangis.

Ryujin menatap Junkyu dan atasannya bergantian, tidak mengerti dengan apa yang sebenarnya terjadi sekarang.

“Tinggalkan kami.”

Ryujin tersentak saat mendengar suara sang atasan yang sarat emosi. Tanpa disuruh dua kali, Ryujin segera meninggalkan ruangan itu.

“Kim Junkyu? Ini benar-benar kau?” Jihoon semakin melangkahkan kakinya mendekati Junkyu yang terus mundur kebelakang.

“Berhenti! Jangan melangkah lagi!”

Junkyu memegang dadanya yang kembali berdenyut perih, ia meletakkan bunga anyelir yang ada ditangannya ke atas sebuah meja kecil yang tak berada jauh dari tempatnya berdiri, “Ini bungamu. A-aku pergi.”

Junkyu berjalan cepat menuju pintu, tapi Jihoon sudah lebih dulu mencekal tangannya. Junkyu terkesiap, matanya membulat menatap Jihoon yang kini tengah memipitnya di tembok dengan pandangan panik, “Apa yang kau lakukan? Minggir!”

Jihoon tidak bergeming, iris cokelat gelap itu menatap Junkyu lamat, “Kemana saja kau selama ini?”

Junkyu membalas tatapan tajam Jihoon dengan tidak kalah tajam, “Aku tidak pergi kemanapun.” Balas Junkyu.

Jihoon tetap menatap Junkyu tanpa ekspresi yang berarti, “Kau marah padaku?”

Ya! Aku marah padamu! Sangat! Jerit Junkyu di dalam hatinya.

“Tidak.” Ucap Junkyu, “Sekarang minggir, aku ingin pergi.”

“Bohong.”

Junkyu mengernyit tidak mengerti, “Apa masalahmu?!”

“Kau marah padaku.”

Junkyu mendorong tubuh Jihoon kuat, tapi hebatnya Jihoon tidak bergeming sama sekali, “Aku tidak marah padamu!”

Jihoon menatap Junkyu tajam, “Kalau begitu buktikan.”

“Buktikan? Apa yang perlu aku buktikan?! Aku tidak marah padamu sama sekali, jadi sekarang bisakah kau minggir, aku ingin pergi!”

“Buktikan bahwa kau tidak marah padaku.” Jihoon masih kekeuh dengan perkataan tidak masuk akalnya, membuat Junkyu menghela napas kasar.

“Apa?! Bagaimana membuktikan kalau aku tidak marah padamu?!”

“Buktikan, bahwa kau tidak marah padaku. Ayo tidur denganku.”

Plak!

Junkyu memasang wajah terkejut, sangking terkejutnya sampai tangannya sendiri tanpa sadar menampar wajah Jihoon dengan keras. Junkyu merasa Jihoon sudah berubah menjadi sinting setelah 6 tahun tidak bertemu.

“Kau tidak waras.” Junkyu kembali mendorong tubuh Jihoon yang sedang mematung karena baru saja ia tampar dengan kuat.

“Kau benar-benar tidak waras Park Jihoon.” Desis Junkyu. Ia menatap Jihoon tajam sebelum berbalik pergi dari tempat ini sebelum ia benar-benar ikut menjadi sama tidak warasnya dengan Jihoon.

6 tahun tidak bertemu, dan hal yang pertama dibahas Jihoon adalah tidur bersama. Sopan kah begitu?!

Jihoon menatap punggung sempit Junkyu yang sudah menghilang dari balik pintu ruangannya dengan pandangan sedih. Dan terjadi lagi, Jihoon membiarkan Junkyu pergi darinya sekali lagi.

.

.

Junkyu kembali ke toko bunganya dengan perasaan campur aduk. Bertemu Jihoon adalah satu-satunya hal yang paling dirinya takutkan selama ini. Tidak pernah terbesit di dalam benaknya bahwa ia akan melihat wajah lelaki yang begitu ia cintai lagi.

Junkyu memasuki ruangannya lalu tubuhnya merosot kelantai tepat setelah ia mengunci pintu. Tangisnya seketika langsung pecah, isakan kecil lolos dari bibirnya.

Jeongwoo dan Junghwan yang mendengar suara samar tangisan milik sang bos hanya bisa bertukar pandang khawatir.

“A-apa yang harus ku-kulakukan?” Junkyu memukul dadanya yang kembali terasa nyeri, perasaan gila yang sudah ia coba hilangkan mati-matian dari dalam hatinya mendadak menyeruak kembali dengan tidak begitu sopannya.

“Bos? Kau baik-baik saja?” Jeongwoo memberanikan diri mengetuk pintu.

“Bos maafkan kami.” Lirih Junghwan yang merasa jika Junkyu pasti habis mengalami sesuatu hal yang buruk di perusahaan tempat Junkyu mengantar bunga anyelir itu. Dan Junghwan merasa itu semua adalah salahnya.

Tidak ada balasan dari Junkyu, membuat wajah kedua pegawai itu tampak muram.

“Bos..”

Tiba-tiba pintu terbuka, lalu terlihat wajah Junkyu yang tersenyum dengan mata sembab dan hidung memerah.

“Aku tidak apa-apa.” Ucap Junkyu sambil tersenyum.

“Bos menangis?” Tanya Jeongwoo.

Junkyu menggeleng, “Aku melihat cuplikan drama True Beauty saat diperjalanan dan merasa sedih karena adegan Han Seo Jun banyak yang di ubah dan tidak sama seperti webtoon.” Balas Junkyu asal.

Junghwan langsung melebarkan matanya, “Episode terbarunya sudah tayang bos?!”

Junkyu mengangguk, “Ya, jangan ditonton. Tidak baik untuk tim Seojun sepertimu.”

Junghwan langsung mengerucutkan bibirnya, “Aku tim ganda putra bos, alias tim Suho-Seonjun. Jukyung tidak jelas.”

Junkyu tertawa mendengar apa yang Junghwan katakan lalu menepuk pundak kedua pegawainya itu pelan, “Karena moodku sedang tidak baik, ayo kita tutup toko ini lebih awal.”

Junghwan dan Jeongwoo seketika menatap Junkyu dengan pandangan heran sekaligus tak percaya. Ditatap seperti itu oleh kedua pegawainya membuat Junkyu mengernyit bingung, “Apa? Kenapa? Kenapa kalian menatapku begitu?”

“Tutup toko lebih awal? Apa aku tidak salah dengar?” Tanya Jeongwoo.

“Tidak. Ayo kalian bersiap untuk pulang.”

Jeongwoo dan Junghwan saling berpandangan seakan tengah berbicara satu sama lain memalui batin. Menurut mereka sangat aneh, karena tidak perduli apapun yang terjadi, Junkyu tidak pernah membiarkan toko bunga ini tutup lebih awal.

Meskipun ada kecelakaan maut yang membuat kaca toko mereka pecah bulan lalu, kebakaran di gedung yang berada tepat disamping toko ini dua minggu yang lalu, atau hujan badai yang menerbangkan beberapa atap kedai kecil satu minggu yang lalu. Junkyu tidak pernah mau menutup kedainya lebih awal.

“Berhenti menatapku begitu, sekarang bereskan barang-barang kalian lalu pulang!”

Junghwan dan Jeongwoo ingin melayangkan protes, tapi Junkyu sudah lebih dulu memelototi kedua pegawainya itu. Membuat mereka berdua tak ada pilihan lain selain segera berganti pakaian lalu pulang.

Junkyu menghela napas kasar setelah melihat kepergian kedua pegawainya itu. Ia menutup pintu tokonya lalu menelpon seseorang.

“Hey? Kau sibuk? Ayo minum.”

.

.

.

“Aku bertemu Jihoon tadi pagi.”

“Uhukk!” Yoshi yang sedang meminum jus jeruknya seketika tersedak saat mendengar perkataan Junkyu, “Jihoon cinta pertamamu yang pernah kau ceritakan itu? Serius?!”

Junkyu menganggukkan kepalanya lemas, “Ya. Mimpi burukku benar-benar terjadi.” Junkyu membuka sebotol soju lalu menenggaknya begitu saja.

Yoshi meringis pelan, pantas saja sahabatnya ini meminta ditemani minum padahal masih tengah hari.

Yoshi merebut botol soju yang ada ditangan Junkyu lalu menatap sahabatnya itu dengan pandangan lembut, “Kau baik-baik saja?” Tanya Yoshi khawatir.

Junkyu terkekeh pelan lalu mengusap wajahnya kasar, “Mana mungkin aku baik-baik saja?”

Yoshi menghela napas panjang, “Hahhh kau benar, mana mungkin kau baik-baik saja. Ayo minum lagi.” Yoshi menuangkan soju ke dalam gelas lalu menyodorkannya pada Junkyu.

“Kau tak minum?” Tanya Junkyu heran.

“Aku minum jus jeruk saja. Ini masih siang, aku tidak mau pulang dalam keadaan mabuk disiang bolong.” balas Yoshi.

Junkyu hanya mengangukkan kepalanya kemudian mengambil gelas yang disodorkan Yoshi lalu menenggakaknya hingga tandas, “Bajingan itu.. ” desis Junkyu pelan.

“Sekarang apa rencanamu?” Tanya Yoshi.

Junkyu menghendikkan bahunya pelan, “Tentu saja aku akan pindah.”

“Kenapa?”

Junkyu mendengus pelan, “Menurutmu?” Junkyu kembali menenggak minumnya, “Aku tidak bisa melihat Park Jihoon lagi.”

Yoshi tersenyum lalu menepuk pelan punggung tangan Junkyu yang ada diatas meja, “Apapun keputusanmu, aku akan selalu mendukungmu. Permintaanku hanya satu, jangan menyesal dan jangan sampai kau terluka lagi.”

Junkyu tersenyum lalu menatap Yoshi yang kini tengah tersenyum juga, “Itu dua, bukan satu.”

Yoshi tertawa, “Benarkah?”

Junkyu ikut tertawa, “Dasar bodoh.”

Tanpa terasa mereka sudah berbincang cukup lama, Junkyu sudah mabuk berat dan Yoshi terus ditelpon oleh pegawainya agar segera kembali keperusahaan.

“Kyu! Bangun! Aku pulang dulu.” Yoshi mengguncang pundak Junkyu yang kini tengah bersandar pada sofa setengah sadar.

“Oh?? Kau sudah mau pulang??” Tanya Junkyu dengan suara khas orang mabuk.

Yoshi mengangguk, “Kau mau disini saja apa aku antar ke apartemenmu?”

“Aku disini saja.” Balas Junkyu dengan mata terpejam.

“Oke, kalau begitu aku pergi dulu.” Yoshi mengusap surai madu milik sahabatnya itu pelan lalu beranjak pergi.

Junkyu mencoba bangkit berdiri untuk berjalan menuju ruangannya, namun tiba-tiba gerakannya terhenti saat mendengar suara gedoran pintu dari luar tokonya.

Dengan kesadaran yang hanya tinggal seperempat, Junkyu berjalan menuju pintu yang semakin digedor dengan tidak manusiawi.

Junkyu membukakan pintu, “Ya! Yoshinori kau kembali lagi? kenapa kau harus menggedor pintu seperti it-”

“Siapa Yoshinori?”

Deg!

Secara ajaib, kesadaran Junkyu yang nyaris sirna mendadak kembali saat mendengar suara dingin yang amat Junkyu kenali. Mata bulat yang mulanya sayu kini telah melebar sempurna karena terkejut dengan apa yang kini ia lihat.

“Park Jihoon? A-apa yang kau lakukan disini?”

Jihoon menatap Junkyu tajam. Wajahnya tanpa ekspresi namun Junkyu bisa merasakan aura kemarahan memancar dari matanya, “Aku tanya, siapa Yoshinori?”

.

.

.

Tbc

Junkyu meremat secarik kertas berwarna biru langit dengan mata berkaca-kaca. Dihadapannya seorang remaja lelaki berambut hitam ber-name tag Watanabe Haruto menatapnya dengan pandangan gusar.

“Hyung..”

Junkyu tersenyum tipis lalu membuang kertas itu ketanah begitu saja, “Aku memang menjijikan. Jihoon mana mungkin mau denganku? Iya kan?” Junkyu tersenyum, tapi air mata jatuh luruh dari mata bulatnya.

Haruto mencoba meraih tangan kakak sekaligus sahabatnya itu, tapi Junkyu mundur, “Terimakasih karena telah menolongku menyampaikan perasaanku, Haruto.”

Setelah mengatakan itu, Junkyu berbalik pergi. Membawa serta kepingan hatinya yang sudah hancur tidak berbentuk.

Hari ini, selain kehilangan cinta pertamanya, Junkyu juga kehilangan salah satu sahabatnya.

.

.

.

6 tahun kemudian..

Junkyu melangkahkan kakinya memasuki toko bunga miliknya, wajahnya yang awalnya dihiasi senyum cerah secerah matahari langsung berubah menjadi bengis ketika ia melihat keadaan tokonya yang hancur lebur. Terlihat dua orang pemuda tengah adu mulut dengan begitu sengitnya.

“Apa yang kalian berdua lakukan???!!!” Jeritan melenggar Junkyu langsung membuat keduanya terdiam. Wajah kedua pemuda itu yang semula terlihat sangat kesal seketika berubah menjadi panik.

Junkyu menatap tajam kedua pemuda dihadapannya, “Apa yang kalian lakukan??!” Pekik Junkyu keras, membuat kedua pemuda itu terlonjak kaget.

“Dia duluan bos!” Seru kedua pemuda itu bersamaan seraya menunjuk satu sama lain.

Mata bulat Junkyu semakin melotot, membuat kedua pemuda itu semakin mengkerut takut.

“Junghwan duluan bos!” Ucap salah satu dari pemuda itu. Sedangkan pemuda yang dipanggil Junghwan langsung mendelik tak terima, “Apa maksudmu?! Bukannya kau yang memulainya, Park Jeongwoo?!”

Pemuda bernama Jeongwoo itu langsung menggelengkan kepalanya cepat, “Aku hanya mengatakan agar kau merangkai bunga dengan cepat, karena sudah ditunggu oleh pelanggan! Tapi kau malah tiba-tiba memukulku dengan penggaris!” elak Jeongwoo.

Junghwan berdecak keras lalu kembali mengangkat tangannya seperti hendak melayangkan satu jitakan maut lagi diatas kepala Jeongwoo, “Kau baru mengatakan jika kita ada pesanan padaku pagi ini, tepat saat baru buka toko! Padahal kau menerima pesanan itu tadi malam! Lalu sekarang kau minta aku untuk cepat-cepat membuatnya??! Kalau tidak emosi berarti aku bukan manusia!” Jerit Junghwan semakin murka.

Junkyu menutup telinganya lalu mengetuk meja beberapa kali, “Oke, hentikan kalian berdua.” Sela Junkyu, “Pesanannya sudah siap?” Tanya Junkyu.

Junghwan mengangguk, lalu menunjuk sebuah buket bunga anyelir berwarna merah muda yang berada diatas meja, “Tinggal mengantarnya saja.”

“Biar aku saja yang antar.” Junkyu mengambil buket bunga itu lalu menutupinya dengan plastik transparant, “Kalian bereskan kekacauan ini selama aku mengantar pesanan.” Titah Junkyu yang langsung direspon dengan anggukan kepala oleh Junghwan dan Jeongwoo.

Junkyu mengeluarkan sepedanya lalu meletakkan buket bunga itu di keranjang. Junkyu menatap secarik kertas berisi alamat tempat bunga itu akan diantar. Tidak jauh, batin Junkyu.

Tanpa sadar matanya menatap buket bunga anyelir itu, kemudian tersenyum getir. Sekelebat ingatan masa lalu yang ingin Junkyu lupakan tiba-tiba terputar kembali seperti potongan film lama. Junkyu menggelengkan kepalanya pelan lalu segera memakai helm dan mengayuh sepedanya pergi.

.

.

.

“Bunganya belum sampai juga?” Ryujin berbisik gusar kepada salah satu bawahannya saat melihat bosnya tengah memandangi sebuah vas bunga kosong dengan tatapan yang sulit diartikan.

Pegawai itu mengangguk cemas, “Saya terpaksa memesankan bunga di tempat lain, karena toko bunga langganan pak presdir terbakar dua hari yang lalu.”

Ryujin hampir saja mengacak-acak rambutnya yang sudah ia tata dengan begitu indahnya setelah mendengar perkataan salah satu bawahannya. Ryujin melirik kearah bosnya yang tengah memasang ekspresi datar seraya memandangi vas bunga kosong itu.

Ryujin sudah bekerja sebagai sekretaris bosnya ini selama satu tahun. Dan dari hari pertamanya bekerja, Ryujin tidak pernah melihat vas bunga yang berada di meja bosnya itu kosong. Selalu ada bunga anyelir berwarna merah muda disana. Entah apa alasannya, tapi bosnya selalu mengganti bunga itu setiap 3 hari sekali dengan yang baru, dan tidak pernah membiarkan vas bunga itu kosong.

“Ryujin,”

Ryujin langsung meneggakkan kepalanya saat mendengar bosnya memanggil namanya, “Ya presdir?”

“Bunganya?”

Ryujin menengguk ludahnya kasar mendengar pertanyaan singkat, nan jelas yang bosnya itu lontarkan, “Bunganya masih di dalam perjalan pak presdir.” Balas Ryujin.

“Sudah terlambat 45 menit.”

Ryujin menganggukkan kepalanya kaku, “Maaf presdir.”

“Bukan salahmu, itu salah toko bunga itu. Apa aku hancurkan saja tokonya?”

Ryujin langsung mendelik mendengar perkataan bosnya dengan nada kelewat santai itu, begitu juga dengan pegawai yang ada disebelahnya.

“Sepertinya tidak perlu presdir.” Balas Ryujin.

Baru saja sang Presidir ingin membuka mulutnya, tiba-tiba pintu ruangan diketuk seseorang.

“Masuk.”

Pintu terbuka, sesosok wanita berpakaian formal membungkuk memberi hormat, “Pesanan bunganya datang.”

“Suruh dia masuk.”

Wanita itu menganggukkan kepalanya, lalu berbalik hendak mempersilahkan sang pengantar bunga itu masuk. Tapi tak selang beberapa lama, wanita itu kembali, “Maaf presdir, orang itu sudah pergi karena terburu-buru. Bunganya dia tinggalkan.”

Ryujin segera berjalan dan mengambil bunga itu, lalu menyuruh wanita dan bawahannya agar keluar dari ruangan.

Baru saja Ryujin ingin meletakkan bunga anyelir itu didalam vas bunga, terdengar bosnya berdecak pelan, membuat jantungnya berdetak tidak karuan saat merasa bosnya itu menatapnya dengan tajam.

“Bunganya tidak seperti biasa.”

Ryujin tersedak ludahnya, matanya menatap sang atasan dengan pandangan horor. Bagaimana mungkin dia tahu? Semua bunga anyelir bentuknya sama kan?

“Iya pak presdir. Bunga ini dipesan di toko lain, karena toko yang biasanya baru saja terkena musibah kebakaran.”

Sang presdir menganggukkan kepalanya mengerti, “Kembalikan bunga itu.”

Ryujin tidak bisa menyembunyikan wajah terkejutnya. Matanya melotot, serta mulutnya terbuka lebar, “Kembalikan?”

“Aku selalu membeli bunga anyelir berwarna merah muda.” Ucap sang presdir.

Ryujin menatap bunga anyelir yang ada ditangannya, “Ta-tapi ini warna merah muda pak presdir..”

“Itu warna merah jambu.” Balas sang presdir, “Kembalikan bunga itu, dan minta mereka menggantinya dengan warna merah muda.”

Ryujin tersenyum pahit, “Baik pak presdir.”

.

.

.

Junkyu menatap seorang lelaki berjas rapi dihadapannya dengan pandangan tak habis pikir, “Ta-tapi ini warna merah muda.”

Lelaki itu tampak mengangguk menyetujui perkataan Junkyu tapi sedetik kemudian dirinya menggeleng dengan keras, “Pak presdir bilang itu warna merah jambu.”

Junkyu membuka mulutnya tak habis pikir, “Tapi ini warna merah muda-tunggu! Warna merah muda dan warna merah jambu apa bedanya??” Pekik Junkyu.

Lelaki berjas itu menganggukkan kepalanya, “Benar, apa bedanya?”

Junkyu menghembuskan napas panjang lalu melipat tangannya di depan dada, “Lalu bosmu ingin aku bagaimana?”

“Menggantinya dengan warna merah mud-”

“TAPI INI WARNA MERAH MUDA!” Kesabaran Junkyu yang hanya tinggal sejumput lagi akhirnya lenyap.

Lelaki berjas itu tampak mengkerut sedikit takut melihat Junkyu yang seperti akan meledak, “I-ini merah jambu.”

“Persetan!” Junkyu mengambil bunga anyelir itu, “Aku akan mengantarnya sendiri ke tempat bosmu!”

Lelaki berjas itu seketika panik melihat Junkyu berjalan keluar toko dengan kaki dihentakkan marah, “Ta-tapi bos meminta diganti dengan warna merah muda.”

“ITU MERAH MUDA!” Sahut Jeongwoo dan Junghwan yang ternyata menyaksikan perdebatan konyol perihal warna bunga itu sedari tadi bersamaan.

“Itu merah jambu!” Jerit lelaki berjas itu frustasi lalu segera berlari keluar menyusul Junkyu yang tentunya sudah menaiki sepedanya kembali ke perusahaan itu.

Junkyu berjalan dengan langkah panjang seraya menggenggam erat bunga anyelir ditangannya.

Ryujin yang baru saja hendak keluar untuk mengambil minuman gingseng untuk sang presdir langsung memundurkan tubuhnya saat seseorang menerobos paksa.

“Maaf tuan, anda tidak boleh masuk begitu saja!”

Ryujin mengerjabkan matanya beberapa kali terkejut, sedangkan sang presdir hanya terdiam membeku di tempat duduknya.

“Ada apa ini?” Tanya Ryujin tidak mengerti.

Junkyu menatap Ryujin tajam, “Apakah kau bos aneh yang meminta bunga anyelir warna merah muda ini?” Desis Junkyu sambil mengangkat bunga yang ada ditangannya.

Ryujin menggeleng cepat.

“Bukan kau? Lalu siapa?!” Tanya Junkyu tak sabar.

Ryujin melirik ke arah bosnya yang sedang duduk dengan wajah terkejut di kursinya.

Junkyu mengikuti arah pandang Ryujin, dan ketika matanya menatap kearah lelaki itu, pandangan Junkyu seketika mengabur. Dadanya berdenyut ngilu serta kepalanya mendadak terasa nyeri.

“Park Jihoon?”

.

.

.

Tbc

Malam itu, suasana dikamar Junkyu ramai karena dirinya kedatangan teman-temannya yang ingin berkunjung.

“Kalian tidak akan menginap kan?” Junkyu datang membawa dua botol besar cola serta 5 gelas kosong.

“Memangnya kenapa?” Tanya Noa.

Junkyu mendudukkan dirinya disamping Hyunsuk yang sedang memainkan ponselnya, “Kamarku sempit. “

“Kita bisa tidur dibawah Kyu.” Balas Noa, “Tidak ada soju?”

“Soju kepalamu empat! Kau masih dibawah umur!” Yoonbin memukul kepala Noa dengan gelas kosong, membuat Noa langsung mencebikkan bibirnya seraya mengusap pelan kepalanya.

“Aku sudah 20 tahun!” Balas Noa sengit.

“Kalian lapar tidak?” Tanya Junkyu kepada teman-temannya.

Hyunsuk menggeleng, “Tidak, aku mengantuk sekarang.”

“Aku juga.” Timpal Yoonbin.

Noa langsung memasang tampang mengejek, “Ow ow bocah jam segini sudah mengantuk.”

Hyunsuk hanya memutar bola matanya malas sedangkan Yoonbin sudah siap memukul kepala Noa lagi dengan gelas.

“Kalian bisa tidur duluan.” Ucap Junkyu.

Yoonbin menggelengkan kepalanya, “Tidak, aku akan pulang. Besok pagi aku harus ke gereja.”

“Masih ingat Tuhan Bin?” cibir Noa.

“Tentu saja!”

Junkyu mengalihkan pandangannya pada Hyunsuk, “Kau mau pulang juga?”

Hyunsuk menggeleng, “Tidak, aku mau menginap.” Hyunsuk bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah ranjang. “Aku tidur duluan, kalian jangan berisik. Terutama kau Noa.”

Noa melotot kesal, “Iya, iya!”

“Kalau begitu aku pulang dulu.” Yoonbin bangkit dari duduknya lalu mengambil jaket yang ia sampirkan di kursi.

“Mau pulang sekarang?” Tanya Yoshi.

Yoonbin mengangguk, “Iya. Kalian jangan begadang mentang-mentang besok libur. Terutama kau Noa.”

Noa langsung memasang ekspresi tidak terima, “Kenapa selalu aku yang kena?!” Pekik Noa.

Yoonbin mengabaikan protesan Noa dan malah mengusak rambut Junkyu pelan, membuat si empunya langsung tersipu malu, “Aku pulang ya.”

“Picisan sekali ih dasar tsundere, denial, tidak peka.” Noa mengomel sendiri setelah melihat tubuh Yoonbin yang sudah menghilang dari balik pintu.

“Kau kenapa sih?” Tanya Junkyu.

“Yoonbin itu lho..” Noa berganti posisi dari duduk menjadi tengkurap. “Apa dia tidak sadar kalau kau suka padanya?”

“Uhuk!” Yoshi yang sedang meminum colanya langsung tersedak saat mendengar perkataan Noa, “Hah? Junkyu suka Yoonbin?”

Wajah Junkyu langsung memerah hebat sampai ke telinga, “K-kau.. kok bisa tahu?”

Noa mengibaskan tangannya pelan, “Jelas saja aku tahu! Hyunsuk hyung juga tahu!”

“Noa!” Junkyu mendelik ke arah Noa.

“Serius kyu kau suka pada Yoonbin? Kau tahu sendiri kan Yoonbin itu bagaimana?” Ucap Yoshi sambil memasang raut wajah khawatir.

Junkyu menundukkan wajahnya, “Tahu..”

Tentu saja dirinya tahu. Semua yang berhungan dengan Yoonbin, Junkyu pasti tahu.

Ha Yoonbin, 20 tahun. Seorang mahasiwa, belum menikah. Tapi melakukan seks adalah rutinitasnya.

Bukan rahasia umum lagi jika Yoonbin adalah seorang sex addict. Yoonbin bisa melakukan seks setiap hari dengan orang-orang yang berbeda. Tidak heran, pesona Yoonbin memang begitu kuat sehingga banyak wanita dan laki-laki manis yang dengan senang hati bersedia mengangkang lebar untuk Yoonbin.

Junkyu sudah khatam, bahkan ia sering tidak sengaja meminjamkan kamar kosnya ini untuk Yoonbin melakukan kegiatan panasnya dengan wanita atau laki-laki lain.

Maka dari itu, menyukai Yoonbin merupakan hal yang paling salah. Menurut Junkyu.

Yoonbin dan dirinya itu berbeda. Bagai bumi dan langit, siang dan malam, musim panas dan musim dingin. Mereka berdua benar-benar berbeda.

Junkyu yang bahkan tidak pernah mempunyai pacar, dan Yoonbin yang selalu berganti pacar setiap hari.

Junkyu yang tidak tahu apa itu seks, dan Yoonbin yang telah menjadikan seks sebagai bagian dari hidupnya.

Dirinya harus tahu diri, bisa menjadi teman Yoonbin saja sudah bagus, jadi jangan berkhayal macam-macam.

“Kau dan Yoonbin itu perbedaannya jauh sekali. Setidaknya kau harus pro dalam berciuman jika mau Yoonbin melirikmu.” Noa kembali mengubah posisinya menjadi duduk. “Kau bisa berciuman Kyu?”

Wajah Junkyu semakin memerah, dengan cepat ia menggelengkan kepalanya panik, “A-aku belum pernah berciuman!”

Noa mengusap dagunya sendiri pelan, “Sudah kuduga.” Noa beringsut mendekati Junkyu lalu memajukan wajahnya, “Mau ku ajari?”

“Eh?!”

“Noa jangan aneh-aneh!” Yoshi menarik kerah belakang kemeja Noa agar menjauh dari Junkyu.

Noa melepaskan cengkram Yoshi pada pakaiannya, “Aku hanya ingin membantunya!”

“Membantu bagaimana maksudmu hah?!”

“Membantunya agar bisa mendekati Yoonbin! Dia itu masih polos! Harus tidak polos lagi jika mau Yoonbin meliriknya! Walaupun dia sangat manis, tubuh bagus, tapi kalau masih tidak tahu apa-apa tentang begituan mana Yoonbin mau!”

“Tapi tidak seperti itu caranya Noa, kalau Yoonbin benar-benar menyukai Junkyu past-”

“Ajari aku berciuman!”

Noa dan Yoshi yang tengah berdebat langsung berhenti saat mendengar perkataan Junkyu. Seketika mereka berdua langsung mengalihkan pandangannya ke arah Junkyu yang tengah menatap mereka dengan mata berbinar mantap.

“Kyu? Kau serius?” Tanya Yoshi masih tidak percaya dengan apa yang ia dengar.

Junkyu menganggukkan kepalanya mantap. Demi Yoonbin!

Noa yang mendengar hal itu langsung menarik tangan Junkyu cepat, sehingga tubuh lelaki manis itu kini ada di dekapannya.

Junkyu membelalakkan matanya saat tubuhnya diangkat pelan ke atas pangkuan Noa, kemudian pinggangnya di peluk erat.

Dan selanjutnya, Junkyu hanya bisa melotot ngeri saat bibirnya di raup dengan lumatan ganas.

“Hey Noa!” Terdengar suara Yoshi semakin khawatir. Tapi bagai kesetanan, Noa tidak peduli.

Junkyu mengerang, matanya terpenjam erat.

Junkyu mencengkram bahu kokoh milik Noa. Sesak mulai terasa, oksigen menipis namun bibirnya tak henti dilumat dan dihisap. Tubuhnya gemetar hebat, namun ada sensasi aneh yang membuat Junkyu sedikit terlena.

Noa melepaskan tautannya, membingkai wajah merah penuh keringat yang kini tengah menatapnya dengan pandangan sayu.

“Kau cantik sekali Kim Junkyu.” Noa berbisik pelan.

“T-terimakasih.” Junkyu meringis, secara perlahan ia mencoba untuk turun dari pangkuan Noa.

Tapi saat tubuhnya baru saja berhasil turun, badannya tiba-tiba ditarik dari arah belakang.

Grep!

Tubuh Junkyu dibalik lalu didorong terlentang diatas karpet.

“Yoshi?!”

Junkyu membulatkan matanya saat Yoshi sudah berada di atas tubuhnya, mengkukung, serta mengunci pergerakannya.

Terdengar suara Noa tertawa mengejek dibelakang, “Tergoda heh?”

Yoshi tidak mengindahkan perkataan Noa, ia malah menatap Junkyu yang berbaring di bawahnya dengan tajam, membuat Junkyu menengguk ludahnya kasar, “Sebegitu sukanya kau dengan Yoonbin sampai kau melakukan hal seperti ini Kyu?”

Wajah Junkyu mengkerut takut. Nada suara Yoshi terdengar sangat tajam dan seperti memendang amarah.

Junkyu berusaha melepaskan cekalan tangan Yoshi pada kedua tangannya, “B-bukan begitu..”

“Lalu bagaimana?” Aura Yoshi semakin pekat.

“Oi, oi, Yosh. ” Tegur Noa.

“A-aku hanya..”

Yoshi mendencih, lalu menarik kerah pakaian Junkyu sehingga leher dan garis tulang selangkanya terekspos.

Mata Junkyu melebar, “A-apa yang akan kau lakukan!” Seru Junkyu panik.

Junkyu menggigit pipi dalamnya dengan kuat kala merasa sesuatu yang basah dan panas menyapu lehernya. Tubuhnya gemetar saat jilatan panas itu berubah menjadi hisapan serta gigitan-gigitan kecil.

“Yo-yoshi!”

Junkyu menggeliat, rasanya sangat aneh sampai tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Suara decapan basah terdengar, leher tegang terus dijilat dan dihisap berulang kali membuat tanda kemerahan mulai muncul satu persatu.

Yoshi mengakat wajahnya, menatap Junkyu yang terlihat akan menangis. Tapi Jeno tanpak tidak perduli, matanya sarat akan nafsu yang kapan saja bisa meledak. Nafsu yang terlihat seperti lelaki itu tahan selama ini.

Junkyu meronta panik, dengan kedua tangannya yang sudah terlepas dari cengkraman Yoshi, Junkyu mencoba menolak. Junkyu menggeleng pelan, wajahnya memelas minta pertolongan.

Noa tertawa, ia mengecup bibir Junkyu yang merah dan sidikit bengkak karena perbuatannya singkat, “Kami kan hanya ingin membantumu.”

Junkyu ingin berteriak, tapi suaranya tidak mau keluar.

Ini salah! Benar-benar salah! Mereka bertiga saling bersahabat! Tak seharusnya begini!

Lari. Junkyu harus lari.

Dengan sisa-sisa kekuatannya, Junkyu menekuk lututnya lalu menghantam kemaluan Yoshi dengan kuat.

Mendapat serangan mendadak, Yoshi langsung berteriak kesakitan dan menyingkir dari atas tubuh Junkyu.

Noa membelalakkan matanya terkejut, ia segera menghampiri Yoshi yang sedang berguling-guling di atas lantai.

“Arggg! Kim Junkyu!” Geram Yoshi menahan sakit.

Junkyu bangkit berdiri, merasa bersalah tapi tidak ada pilihan lain. “M-maaf Yoshi..”

Junkyu semakin memundurkan tubuhnya menjauh, dirinya masih merasa syok dan takut akan apa yang Yoshi dan Noa lakukan padanya tadi.

Melihat Junkyu yang terus mundur kebelakang, membuat Noa mengira Junkyu akan kabur. “Kyu! Mau kemana?” Noa berdiri dan hendak menghampiri Junkyu.

Mata Junkyu membulat. Bahaya! Ia harus pergi dari sini! Dengan secepat kilat, Junkyu langsung berlari keluar dari kamar kosnya.

Terdengar suara Noa dan Yoshi yang mengejarnya seraya memanggil-manggil namanya.

Junkyu berbelok dan seketika menjadi panik saat melihat ujung koridor dari kosannya ini. Jalan buntu, tak ada celah untuk kabur.

Kepala Junkyu bergerak kesamping, menatap pintu kamar paling ujung dengan wajah ragu. Itu adalah kamar milik Park Jihoon. Jihoon itu teman seangkatannya, meskipun berbeda fakultas. Menurut Junkyu, dia anak yang baik, meski pendiam dan jarang keluar dari kamarnya. Jihoon juga sering memberikannya tumpangan untuk ke kampus kalau ia kesiangan atau Hyunsuk tidak menjemputnya.

“Junkyu!”

Suara Noa semakin terdengar jelas, membuat Junkyu semakin panik.

“Park Jihoon!!! Buka pintunya!!” Junkyu berteriak dan menggedor pintu kamar Jihoon dengan kalap.

“Junkyu? Ada ap-”

Belum sempat Jihoon menyelesaikan kalimat tanyanya, Junkyu langsung menerobos masuk tanpa permisi.

“Kunci! Kunci pintunya!”

Jihoon yang masih berusaha mengumpulkan nyawa karena tidurnya diganggu paksa hanya bisa mengerjabkan matanya bingung.

“Kuncinya dimana?!”

“Di lubang pint-”

Junkyu yang sudah kepalang panik langsung memutar kunci pintu tanpa ampun.

Kedua tangan Junkyu gemetar. Rasanya seperti baru saja mimpi dikejar setan.

“Junkyu?”

Junkyu terlonjak kaget saat Jihoon menyentuh bahunya. Ia segera berbalik dan merutuki dirinya sendiri yang lupa akan kehadiran sang pemilik kamar yang ia rusuhi.

“M-maaf karna menerobos kamarmu tanpa izin..”

“Tidak apa-apa. Lagipula-” Jihoon mengamati penampilan Junkyu dari atas kebawah, “Kenapa kau sangat berkeringat dan berantakan?”

Junkyu membelalakkan matanya kaget, dengan cepat ia langsung merapikan pakaiannya yang aut-autan.

Tapi saat Junkyu tengah merapikan pakaiannya itulah mata Jihoon tanpa sengaja menangkap bekas gigitan serta bercak merah keunguan di leher Junkyu.

“Entahlah, teman-temanku seperti kerasukan!” Pekik Junkyu histeris, membuat Jihoon refleks menahan kedua tangan lelaki manis itu.

Kening Jihoon mengkerut, “Tunggu, teman-temanmu kenapa?”

“Aku tidak tahu! Temanku sudah gila! Awalnya aku meminta diajari bercium- tidak! Maksudku, mereka tiba-tiba berubah jadi aneh! Bahkan Yoshi sahabat terdekatku tiba-tiba aku tidak tahu apa namanya tapi dia menggigit leherku sampai perih! Lalu-”

Ocehan menggebu-gebu Junkyu terpaksa terhenti saat Jihoon menarik kerah kaosnya, memperlihatkan bercak merah dan bekas gigitan yang tersemat manis dipermukaan leher Junkyu.

“Ji-jihoon?”

“Jadi temanmu yang melakukan ini padamu?”

Sorot mata Jihoon yang awalnya khas orang baru bangun tidur menggelap. Cengkraman tangannya menguat membuat Junkyu menautkan alisnya bingung.

Kepala Jihoon tertunduk, membuat Junkyu tidak bisa melihat ekspresi dari lelaki itu.

“Kim Junkyu..” lirih Jihoon dengan suara seraknya, “Kau ke kamarku untuk bersembunyi dari temanmu kan? Kau mengira kamarku tempat yang aman?”

Junkyu mengangguk patah-patah. “I-iya.” Jawabnya.

Jihoon mengangkat kepalanya secara perlahan. Seriangai kecil yang tersungging di bibir lelaki jangkung itu membuat jantung Junkyu kembali berdegub dengan kuat.

“Asal kau tahu, aku bisa lebih gila dari teman-temanmu itu.”

Glup!

Junkyu menelan ludahnya kasar.

Seharusnya Junkyu berpikir dahulu sebelum melakukan sesuatu. Junkyu juga seharusnya sadar. Semenakutkan apapun Yoshi dan Noa, mereka pasti tidak akan menyakiti Junkyu lebih dari apa yang Junkyu bisa tahan. Karena mereka sudah berteman lama.

Tapi, untuk Jihoon.. yang notabene merupakan orang asing dan hanya sekedar kenal biasa, Junkyu seharusnya menyadari jika anak itu bisa sangat menakutkan melebihi apapun.

Dan kini, Junkyu terkurung dalam sorot mata tajam yang seakan-akan bisa menelenjangi apapun yang ditatap. Tangan dicengkram erat dan ruangan yang terkunci.

Junkyu sadar, bahaya akan segera datang. Tapi dia tidak bisa melarikan diri.

.

.

.

Junkyu mengerjabkan matanya panik. Pikirannya tiba-tiba melayang kemana-mana. Kepalanya rasanya akan meledak. Sekujur tubuhnya telah basah oleh keringat. Tak ada sehelai benang pun yang membungkus tubuhnya kali ini.

Junkyu membekap mulutnya sendiri saat menahan desahannya ketika bocah tinggi itu melahap rakus dadanya. Sudah beberapa kali Junkyu ejakulasi padahal yang dilakukan Jihoon hanya meraba dan mengkulumnya saja.

Napas Junkyu putus-putus, seketika ia merasa kehabisan oksigen untuk ia hirup.

Jihoon melepaskan kulumannya lalu menarik tubuh polos Junkyu ke atas pangkuannya. Jihoon membelai wajah merah dan penuh keringat milik Junkyu lalu mengecup kening lelaki manis itu pelan, “Keluarkan suaramu.”

Suara berat Jihoon membuat tubuh Junkyu meremang gila. Junkyu menatap Jihoon dengan mata bulatnya yang telah basah karena air mata kemudian menggelengkan kepalanya pelan.

“Akhh!” Satu desahan Junkyu berhasil lolos. Membuat Jihoon menggeram pelan dan membenamkan wajahnya dalam-dalam pada ceruk leher Junkyu.

“Aku tidak bisa menahannya... Aku bisa gila.”

Junkyu bisa merasakan jantungnya jatuh kebawah saat Jihoon mendorong tubuhnya berbaring diatas ranjang dengan Jihoon yang merangkak di atasnya.

“Ji-jihoon!” Junkyu memekik. Panik, takut, bingung, khawatir bercampur jadi satu. Rasanya Junkyu ingin menangis kencang dan pulang ke kampung halamannya sekarang juga.

Jihoon abai, lelaki tampan itu malah melebarkan kaki Junkyu paksa sehingga membuat kedua belah kaki jenjang itu membuka lebar. “Sudah kubilang, aku bisa lebih nekat dari teman-temanmu. Apa temanmu sudah sejauh ini, Junkyu?”

Junkyu mencoba mendorong kepala Jisung yang kini berada di atas dadanya. Tapi apa daya, lelaki tinggi itu benar-benar penuh tekad sehingga Junkyu tidak mencegahnya dan pasrah dadanya kembali di gigit, dan kulum dengan begitu buas.

Junkyu merintih pelan, tangannya meremat rambut Jihoon frustasi. Rasanya sangat aneh.

Junkyu yang seumur hidupnya tidak pernah melakukan skinsip kepada siapapun tiba-tiba harus mengalami semua ini hari ini.

Tubuh dan mental Junkyu kaget.

“Akh!!”

Mata Donghyuck membelalak lebar saat merasa ada benda asing menerobos area selatannya

“A-apa itu?” Tubuh Junkyu bergetar hebat. Benda itu bergerak keluar masuk perlahan sehingga menciptakan gelenyar aneh yang membuat kepala Junkyu semakin pening.

Junkyu menggeleng kuat. Cukup, Junkyu sudah tidak tahan lagi.

Jihoon menyibak helaian rambut yang menutup wajah tampannya, “Persiapan selesai.”

Demi Tuhan, Junkyu tidak mengerti apa yang sedari tadi Jihoon ocehkan. Persiapan apa? Junkyu tidak mengerti! Kepalanya terasa panas melebihi panas tubuhnya.

Jihoon mengeluarkan jarinya membuat Junkyu menghela napas lega. Tapi hal itu tidak berlangsung lama. Tubuh Junkhu kembali dipaksa menegang saat sesuatu yang keras dan panas menyentuh area selatannya.

Junkyu menggeliat. Mencoba memberontak dan membebaskan diri.

Tapi Jihoon tetap tidak perduli, dan pada akhirnya Junkyu hanya bisa pasrah saat Jihoon melakukan hal yang sama sekali Junkyu tidak mengerti pada tubuhnya.

“Akkkhhh!!–”

Tubuh Junkyu langsung lemas saat ia kembali melakukan pelepasan. Matanya terasa berat, kepalanya pening bukan main.

Junkyu memejamkan matanya. Beberapa detik kemudian napasnya berhembus teratur. Junkyu tidur.

Jihoon hanya bisa melongo. Ia mengeluarkan miliknya yang masih tegang luar biasa lalu menepuk-nepuk pelan pipi tetangga kosnya itu pelan. “Kim Junkyu? Jangan tidur dulu.”

Tidak ada jawaban. Junkyu sudah berkelana ke dunia mimpi.

Jihoon membuang napas kecewa, tapi sedetik kemudian tertawa kecil, “Astaga, manis sekali.”

Jihoon mendekatkan wajahnya pada bibir merah Junkyu yang sudah membengkak lalu mengecupnya pelan. “Selamat tidur my kyu.” Jihoon tersenyum simpul.

“Ahh.. aku harus main solo lagi.” Gumamnya sambil melihat miliknya yang masih begitu tegang.

Jihoon membersihkan tubuh polos Junkyu yang kotor karena ulahnya dengan tissue kemudian meraih selimut lalu menyelimuti tubuh Junkyu. Setelah itu ia bangkit berdiri dan berjalan menuju kamar mandi untuk menyelesaikan urusannya.

.

.

.

“Akhh..” Junkyu yang baru saja bangun dari tidurnya meringis pelan saat merasa tubuhnya begitu ngilu.

Mengucek mata, Junkyu memandang keseliling.

Tunggu, ini bukan kamarnya. Wajah Junkyu mulai memunculkan raut panik.

“Ehh??! Aku tidak pakai baju?!” Junkyu berteriak histeris saat menyadari jika ia tidak mengenakan sehelai benangpun.

“Apa yang sebenarnya terjadi?!”

Junkyu menutupi tubuhnya dengan selimut. Dirinya panik maksimal.

Junkyu menarik napas dalam mencoba menenangkan diri. Junkyu menyentuh kedua pelipisnya mencoba untuk mengingat-ingat apa yang sebenarnya ia alami. Kenapa dia bisa berada disini tanpa busana.

Seingat Junkyu, terakhir kali ia dan teman-temannya sedang berada di kamar kosnya sambil mengobrol biasa. Lalu tiba-tiba Junkyu meminta Noa menciumnya dan Yoshi ikut hilang akal sehingga Junkyu kabur dan menerobos kamar Jihoon yang berjarak tak jauh dari kamarnya. Lalu setelah itu ia ingat Jihoon tiba-tiba berubah dan melucuti pakaiannya, lalu setelah dirinya telanjang Jihoon mulai menyentuh- “Astaga!!!!”

Junkyu syok. Tadi malam ia dan Jihoon benar-benar melakukan itu?!

“Oh kau sudah bangun?”

Junkyu menolehkan kepalanya dengan cepat. Terlihat Jihoon yang keluar dari kamar mandi tanpa mengenakan atasan. Hanya celana training saja.

Junkyu menengguk ludahnya kasar. Cengkramannya pada selimut semakin erat.

Melihat raut wajah Junkyu yang tampak terguncang, Jihoon langsung menghampiri Junkyu dan duduk di sisi ranjang.

“Maaf.. yang semalam-”

Junkyu menggeleng, “Apa kita benar-benar tidur bersama?!” Potong Junkyu.

Jihoon tampak kaget tapi kemudian menggaruk tengkuknya, “Yah.. begitulah.”

“Astaga.” Junkyu sweatdrops.

Jihoon nenundukkan wajahnya, “Maaf karena aku hilang kendali. Aku hanya cemburu saat melihat tanda di lehermu yang dibuat oleh temanmu..” lirih Jihoon pelan.

Masih dalam keadaan syok, Junkyu menaikkan sebelah alisnya, “Cemburu?”

Jihoon mengangkat kepalanya lalu meraih tengkuk Junkyu dan membawa lelaki manis itu ke dalam ciuman singkat, “Aku menyukaimu.”

Junkyu mengerjabkan matanya bingung, “Apa kau bilang?”

“Aku menyukaimu! Aku tak suka kau disentuh oleh orang lain.” Tegas Jihoon, “Aku tahu semua tentangmu. Bahkan aku juga tahu jika kau menyukai lelaki bernama Yoonbin. Aku tahu.” Jihoon meraih tangan Junkyu, “Aku pengecut karena takut kau menolakku. Aku belum cukup pantas untukmu.”

Junkyu hanya terdiam seraya memasang raut wajah tak mengerti. Karena terlalu banyak diterpa kenyataan mengejutkan seharian ini membuat kepala Junkyu seakan ogah untuk berkerja lebih lama.

“Kau menyukaiku makannya kau melakukan itu padaku?” Tanya Junkyu tidak mengerti.

Jihoon menganggukkan kepalanya, “Iya! Karena kita sudah bercinta makannya kau harus jadi pacarku.”

“Eh?!” Junkyu memekik kaget.

Apa yang tadi itu pernyataan cinta?

“Tapi aku menyukai orang lain.. kau tahu itu bukan?” cicit Junkyu. Ya, dia menyukai Yoonbin.

“Aku tahu. Tapi apa dia menyukaimu juga? Bisakah kau berhenti menyukainya dan mulai menyukai diriku yang sudah menidurimu semalam?”

Junkyu melotot saat mendengar perkataan Jihoon. Wajahnya terasa panas. Ia yakin sekarang wajahnya sudah memerah parah.

“Jika tidak bisa langsung suka, kau bisa mulai pelan-pelan.” Tambah lelaki itu lagi.

“Tapi-” Junkyu menggantung ucapannya. Matanya menatap Jihoon yang kini tengah menatapnya juga.

“Aku mohon.”

Tatapan mata Jihoon terlihat sangat menggebu-gebu. Membuat Junkyu seketika kelabakan. “Aku mohon terima aku.”

Junkyu mencengkram selimut yang menutupi tubuhnya erat. Memang benar jika Yoonbin tidak menyukainya, tapi dirinya tidak bisa begitu saja menerima perasaan bocah itu.

Apalagi Jihoon telah menidurinya paksa. Kan namanya pemerkosaan. Junkyu jadi takut sendiri.

“Bagaimana kalau aku tidak mau terima?”

Jihoon tampak tersentak kemudian menundukkan wajahnya, “Aku akan pindah kosan.”

“Eh? Kenapa begitu?!”

“Aku mana bisa melihat lelaki yang aku sukai dan pernah aku tiduri bersama orang lain?”

Junkyu tampak menganga, tapi kemudian tersenyum, “Oke. Aku terima.”

Sekarang gantian Jihoon yang kaget.

“Ehh? Beneran?”

“Iya.” Balas Junkyu dengan anggukan.

“Kau yakin?” Tiba-tiba Jihoon jadi ragu.

“Iya.”

“Tidak jadi deh.”

Junkyu mendelik kesal.

“Kalau begitu kenapa kau memintaku jadi pacarmu?!” Sembur Junkyu.

“Habisnya wajahmu tidak meyakinkan. ” ucap Jihoon.

“Lah, kau minta, aku iyakan. Kenapa proses pengambilan keputusanku jadi masalah buatmu?”

Senyum Jihoon mulai berkembang, “Serius?”

Junkyu mengangguk malu-malu. Aduh duh wajahnya panas, “Seperti yang kau katakan. Aku tak yakin Yoonbin akan menyukaiku juga atau tidak. Aku tidak pernah berkencan, jadi saat ada yang mengajakku berkencan sepertimu aku merasa sedikit senang. Jadi kenapa tidak aku coba saja? Lagi pula katamu kita sudah bercinta harus berpacaran kan?”

Jihoon tertawa mendengar perkataan Junkyu. Beneran nih semudah ini? Tahu begitu ia tarik Junkyu ke kamarnya saja sejak setahun yang lalu. Lebih tepatnya sejak Jihoon pindah ke kosan ini.

Jihoon tersenyum lebar meraih tubuh polos Junkyu yang tertutupi selimut ke dalam pelukannya, “Aku senang.”

Junkyu tersenyum malu-malu.

“Tapi semalam aku belum sempat keluar kau sudah tidur duluan..” suara Jihoon mendadak berubah menjadi semakin berat. Tangan yang awalnya hanya memeluk biasa kini turun menyelinap meremas pinggang ramping Junkyu.

“Jadi, aku ingin menuntaskannya sekarang.” Jihoon menyeringai, Junkyu melotot horor.

“EHH?!–”

.

.

.

Omake:

Setelah meladeni kemauan Jihoon hingga tengah hari. Junkyu akhirnya bisa kembali ke kamarnya dengan cara digendong oleh lelaki itu.

“Teman-temanmu masih di dalam?” Tanya Jihoon saat mereka berdua telah sampai di depan pintu kamar kos Junkyu.

Junkyu menggeleng pelan, “Tidak tahu..”

Sumpah, Junkyu baru kepikiran Yoshi dan Noa. Rasanya pasti akan sangat canggung.

“Ayo masuk.”

Jihoon melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar kos Junkyu. Wajah lelaki itu tampak antusias karena masuk ke dalam kamar pujaan hati setelah sekian lama.

“Kok tidak ada orang?” Junkyu mengernyit bingung. Kamarnya kosong, kemana Hyunsuk, Yoshi, dan Noa?

Jihoon ikut mengedarkan pandangannya ke penjuru kamar Junkyu, lalu matanya menangkap selembar kertas yang berada di atas ranjang.

“Apa itu?”

Junkyu mengikuti arah pandang Jihoon lalu segera menyuruhnya agar mengambil kertas itu.

Jihoon mendudukan Junkyu diatas ranjang. Dengan segera Junkyu mengambil selembar kertas yang nampak seperti surat.

To. Sibodoh Kim Junkyu.

“Aku sudah tahu apa yang Yoshi dan Noa lakukan padamu. Mereka yang bilang sendiri sambil menangis, apalagi Noa. Dia sampai membangunkanku dengan suara histeris saat kau kabur. Tenang, aku sudah memberi pelajaran kepada kedua byuntae itu. Mereka minta maaf dan benar-benar menyesal. Mungkin nanti malam mereka akan meminta maaf langsung. Kabari aku kalau kau sudah membaca surat ini.

Salam khawatir,

Ur friend, half satan half purity

Choi hyunsuk.

.

.

.

End