Jihoon tidak tahu dewa takdir mana yang kini tengah mempermainkannya. Bertemu lagi dengan orang yang amat ia cintai secara tiba-tiba bukanlah hal yang ada didalam prediksinya.

6 tahun lalu saat mereka masih duduk dibangku kelas 3 sekolah menengah atas, Jihoon masih tidak bisa melupakan bagaimana Junkyu meninggalkannya tanpa sepatah katapun begitu saja. Pindah sekolah dan menghilang. Jihoon sudah mencoba menanyai ke keluarga Junkyu tapi mereka enggan menjawab yang sebenarnya, dan hanya mengatakan Junkyu pindah ke desa.

Jihoon frustasi, dirinya terus mencari Junkyu kemana-mana tapi tidak membuahkan hasil. Jihoon hanya ingin tahu, apa Junkyu marah padanya? Apa Junkyu membencinya? Jihoon tidak mengerti apapun. Dan hanya bisa menanti Junkyu kembali dengan sedikit harapan serta hati yang teriris setiap harinya.

Dan ketika Junkyu tepat berdiri di hadapannya seraya menggenggam bunga anyelir berwarna merah jambu, dunia Jihoon terasa berhenti berputar untuk persekian detik.

Lehernya seperti tercekik saat melihat wajah yang begitu ia rindukan selama ini terpampang nyata dihadapannya, seperti mimpi di pagi hari.

“Kau marah padaku?” Itulah kalimat yang pertama kali ia tanyakan. Namun melihat sorot mata Junkyu yang seakan-akan memberitahu segala macam perasaannya membuat jantung Jihoon berdenyut ngilu.

Junkyu marah padanya, dia benci padanya.

“Aku tidak marah padamu!”

Bohong.

“Bohong.”

Jihoon mencoba mencari kesungguhan dimata lelaki manis itu, namun nihil. Junkyu berbohong, dia marah padanya.

“Aku tidak marah padamu!”

Bohong. Kumohon berhentilah berbohong Kim Junkyu.

“Kalau begitu buktikan.”

Jihoon mengamati reaksi Junkyu yang tampak bingung dengan ucapannya.

“Bagaimana membuktikan kalau aku tidak marah padamu?!”

“Buktikan, bahwa kau tidak marah padaku. Ayo tidur denganku.”

Dan tepat ketika ia menyelesaikan kalimatnya, dapat ia rasakan pipinya terasa panas seperti terbakar dan sedikit nyeri, Junkyu menamparnya.

“Kau tidak waras.”

Deg!

Jihoon membeku melihat mata Junkyu yang berkilat tajam penuh kesungguhan. Jihoon memundurkan tubuhnya saat Junkyu kembali mendorongnya.

“Kau benar-benar tidak waras Park Jihoon.”

Jantung Jihoon seperti di remat keras saat mendenger perkataan Junkyu yang jujur tanpa sedikitpun kebohongan didalamnya. Sorot mata kecewa yang diarahkan padanya membuat Jihoon hilang kata, membuatnya dengan begitu bodohnya membiarkan Junkyu pergi begitu saja tanpa sempat mendapatkan jawaban yang selama ini ia inginkan.

Setelah kepergian Junkyu, Jihoon segera meminta Ryujin memberikan alamat toko bunga Junkyu. Dan Jihoon kembali merasa bodoh karena ternyata orang yang selama ini ia rindukan tidak berada jauh darinya.

Jihoon segera berangkat menuju toko bunga itu, dan saat ia hendak turun dari mobilnya, ia melihat sesesok pemuda tampan bertumbuh tinggi memasuki toko bunga yang terlihat sudah tutup itu.

Jihoon menunggu di dalam mobilnya dengan sejuta pertanyaan berputar dikepalanya, siapa pemuda itu? Apa kekasih Junkyu? Jihoon terus bertanya-tanya pada dirimya sendiri. Dan setelah menunggu selama 2 jam, pemuda itu akhirnya keluar dengan langkah terburu-buru.

Melihat hal itu, Jihoon segera keluar dari mobilnya dan berjalan menghampiri toko bunga yang sudah tutup itu. Dirinya harus menerima jawaban.

Jihoon menggedor pintu toko bunga itu dengan gusar, lalu tak selang beberapa lama, pintu itu terbuka.

“Ya! Yoshinori kau kembali lagi? kenapa kau harus menggedor pintu seperti it-”

Jihoon merasa emosi secara tiba-tiba melihat keadaan Junkyu yang terlihat mabuk. Apa dia minum dengan lelaki tadi? Apa lelaki tadi bernama Yoshinori?

“Siapa Yoshinori?”

Terlihat wajah Junkyu seketika menegang, seperti tidak menyangka jika melihatnya. Jihoon terdiam, tapi di dalam kepalanya sudah penuh dengan banyak pertanyaan. Siapa itu Yoshinori? Apa dia kekasihmu? Kau sudah mencintai orang lain? Apa kalian akan menikah? Lalu bagaimana denganku? Aku ingin menikah denganmu, bisa kau ajak aku menikah juga?

“Park Jihoon? A-apa yang kau lakukan disini?”

Jihoon merasa marah mendengar apa yang keluar dari mulut Junkyu bukanlah yang ia inginkan.

“Aku tanya, siapa Yoshinori?” Desis Jihoon marah.

Junkyu mendorong tubuh Jihoon menjauh lalu segera menutup pintu tokonya, tapi Jihoon lebih cepat menahannya. Jihoon mendorong tubuh Junkyu kebelakang dan berjalan masuk kedalam tokonya begitu saja.

Junkyu mundur beberapa langkah saat melihat Jihoon kini telah mengunci pintu dan berjalan kearahnya.

“Dia kekasihmu?”

Junkyu tidak menjawab, kepalanya terasa kosong mendadak saat merasa bahwa ia sudah tidak mundur lagi karena tembok sialan yang menahan tubunya dibelakang sana.

Jihoon semakin mengikis jarak sampai hanya sedikit jarak yang tersisa. Jihoon menghimpit tubuh Junkyu lalu menatap yang lebih pendek dengan pandangan tajam.

“Jawab aku.”

Junkyu melebarkan matanya saat merasa sebelah tangan Jihoon merambat naik menyentuh pinggangnya.

“Apa yang ingin kau dengar dariku? Hentikan, dan pergilah dari sini.” Junkyu berusaha setenang mungkin meskipun perasaannya sudah panik tidak karu-karuan.

“Kau marah padaku?”

Lagi?! Batin Junkyu tidak habis pikir.

“Tidak. Aku mohon pergilah dari sini, aku tidak marah padamu Park Jihoon.” nada suara Junkyu terdengar lelah.

“Bohong.”

Junkyu menjerit di dalam hati, “Aku tidak benci padamu sialan!” Bentak Junkyu.

Jihoon terdiam, lalu menaruh keningnya pada kening Junkyu. Membuat Junkyu langsung membeku.

“Kalau begitu buktikan.”

Junkyu menghela napas kasar lalu menangkup kedua sisi wajah Jihoon yang tampak sedikit murung. Tidak jelas sekali, batin Junkyu.

“Baiklah. Ayo tidur bersama.”

Jihoon seketika langsung melebarkan matanya tak percaya mendengar perkataan yang baru saja Junkyu lontarkan.

“Kau-”

Belum sempat Jihoon mengatakan mengatakan apa yang ia ingin katakan, Junkyu sudah lebih dulu menyambar bibirnya. Membawanya ke dalam ciuman kasar yang terkesan terburu-buru.

Jihoon membalas ciuman Junkyu dengan lebih panas. Persetan! Jihoon sudah tidak perduli lagi.

Junkyu menuntun tubuh Jihoon dan menariknya ke sofa. Jihoon menindih tubuh Junkyu dan menguncinya dan didalam kunkungannya. Junkyu sadar, ia tidak bisa lari lagi.

“Kau yang memulainya.” Desis Jihoon pelan disela ciuman panas mereka. Junkyu menatap Jihoon datar lalu kembali mencium bibir Jihoon yang ada diatasnya, “Aku tahu.”

Mata Jihoon berkilat, perasaan ragu, frustasi, marah, dan bahagia bercampur aduk di dalam dadanya. Dengan cepat ia melucuti pakaian Junkyu dan membuangnya ke lantai begitu saja, membuat Junkyu sukses bertelanjang bulat tanpa ada sehelai benangpun yang menutupi tubuhnya.

Jihoon menatap tubuh polos Junkyu yang ada dibawahnya lamat, ekspresi tegangnya melunak membuat Junkyu memicingkan alisnya bingung, “Apa yang lihat bajingan?!”

Jihoon menyeringai, ia melepaskan ikat pinggang lalu menurunkan resleting celana kainnya, “Pastikan kau tidak menyesal Kim Junkyu.”

.

.

.

“Apa kau puas?” Tanya Junkyu seraya menoleh menatap Jihoon yang kini tengah menelusupkan wajahnya di perpotongan lehernya.

Junkyu mendorong kepala Jihoon menjauh dari lehernya lalu menatap lelaki itu dengan pandangan yang Jihoon sendiri sulit artikan, “Kau sudah percaya kalau aku tidak marah padamu?”

Wajah Jihoon masih datar tidak berekspresi, “Belum.”

Junkyu melebarkan matanya, raut wajahnya berubah kesal mendengar perkataan Jihoon, “Apa maksudmu? Aku sudah tidur denganmu!” Ucap Junkyu tidak mengerti.

“Menikahlah denganku.”

Junkyu langsung bangkit terduduk mendengar perkataan Jihoon, wajahnya memasang ekspresi tidak percaya, “Omong kosong apa lagi sekarang?”

Jihoon ikut mendudukan dirinya lalu mencoba meraih tangan Junkyu, namun Junkyu segera menepisnya begitu saja, “Pergi dari sini.”

“Junkyu..”

Junkyu mendorong tubuh Jihoon yang hendak merengkuhnya, “Aku bilang pergi dari sini sialan!” Jerit Junkyu frustasi.

“Kau memang seperti ini, dari dulu kau selalu seenaknya sendiri seperti ini. Kau selalu membuatku bingung!” Junkyu menutup wajahnya menggunakan kedua tangannya, terisak.

“Seharusnya aku tidak melakukan hal ini denganmu, ini salah. Dari awal bertemu denganmu lagi sudah salah!” Junkyu mengambil pakaiannya yang tercecer di lantai dan memakainya.

“Pergi dari sini sebelum aku benar-benar benci padamu.”

Jihoon mematung, wajah datar tak berekspresinya menegang saat mendengar perkataan Junkyu, “Junkyu-”

Junkyu menatap Jihoon dengan pandangan sedih, “Kumohon.”

Jihoon menundukkan kepalanya, tangannya terkepal erat. Ia bangkit berdiri lalu membenarkan pakaiannya yang berantakan.

Jihoon menoleh ke arah Junkyu sebelum keluar dari toko bunga itu, “Aku akan datang lagi.” Ucapnya lalu melangkahkan kakinya keluar pergi.

Setelah Jihoon menghilang dari balik pintu, Junkyu langsung jatuh terduduk, air mata mulai menggenang dipelupuk matanya, “Apa yang sudah aku lakukan?”

.

.

.

Haruto melangkahkan kakinya ke dalam gedung perusahaan milik Jihoon, sepupu sekaligus sahabatnya. Sebelah alisnya terangkat saat melihat Ryujin, sekretaris pribadi Jihoon sedang duduk di meja depan ruangan Jihoon bersama Bomin, bodyguard pribadi Jihoon sambil mengobrol.

“Jihoon hyung didalam?”

Ryujin dan Bomin segera berdiri saat melihat ada tamu, “Pak presdir sedang pergi keluar tuan.” Jawab Ryujin.

Haruto mengerutkan keningnya kebingungan mendengar perkataan Ryujin, “Pergi? Tapi kalian ada disini?” Haruto heran, pasalnya Jihoon tidak pernah kemanapun tanpa membawa sekretaris dan bodyguardnya.

“Pak presdir bilang dia ingin menemui pemilik toko bunga, siapa namanya tadi?” Ryujin menolehkan kepalanya kearah Bomin.

“Kim Junkyu.” Ucap Bomin.

Deg!

Haruto langsung mundur selangkah saat mendengar apa yang kedua anak buah Jihoon katakan. Dia tidak salah dengar bukan? Kim Junkyu? Benarkah Kim Junkyu yang sama dengan Kim Junkyu dari 6 tahun yang lalu?

Ryujin dan Bomin saling bertukar pandang saat melihat ekspresi Haruto yang tampak sangat terkejut dan syok.

“Be-benarkah?”

Ryujin menganggukkan kepalanya, “Y-ya tuan.”

“Sudah berapa lama dia pergi?”

“Sekitar dua jam yang lalu tuan.” Jawab Bomin.

Haruto mengepalkan tangannya erat, beribu pertanyaan berputar dikepalanya, “Berikan aku alamat toko bunga itu.”

Ryujin segera memberikan kartu nama toko bunga yang Jihoon tuju kepada Haruto. Dan setelah mengetahui alamat yang toko bunga yang dimaksud, Haruto segera berbalik pergi.

Haruto memacu mobilnya dengan gila, sekitar 10 menit ia sudah sampai disebrang toko bunga itu. Haruto menurunkan sedikit jendela, lalu memandang kesekeliling. Toko itu terlihat tutup, dan Haruto dapat melihat mobil Jihoon terparkir disana.

Sekretaris Jihoon bilang, Jihoon sudah pergi selama dua jam yang lalu, sebenarnya apa yang dilakukan Jihoon selama itu? Apa Jihoon di dalam sana? Haruto terus menunggu dengan gelisah, wajahnya tampak pucat karena gusar.

Sekitar 20 menit menunggu, Jihoon keluar dari dalam toko bunga itu. Wajah Jihoon tampak keruh dan kusut, penampilan Jihoon juga sangat berantakan, membuat Haruto semakin merasa penasaran dari dalam mobilnya.

Haruto mencengkram stir mobilnya erat. Apakah yang ditemui Jihoon benar-benar Kim Junkyu? Haruto sungguh penasaran.

Haruto memutuskan untuk menunggu sedikit lama, dan keputusannya benar. Tak selang beberapa lama, sesosok familiar keluar dari dalam toko bunga itu. Wajahnya terlihat sembab, tapi Haruto akui bahwa wajah itu masih sama mempesonanya seperti 6 tahun yang lalu.

Dada Haruto mencelos, ingin rasanya ia berlari ke arah sana dan merengkuh sosok yang sangat ia rindukan selama ini. Tapi Haruto harus menahannya.

Matanya terus mengikuti kemana lelaki manis itu melangkah, hingga sosok itu masuk ke dalam sebuah Taxi yang membawanya pergi entah kemana.

Haruto mengusap wajahnya kasar. Rasa senang, khawatir, bersalah, dan kerinduan bercambur aduk di dalam hatinya, “Dia benar-benar Kim Junkyu.”

.

.

.

.

Tbc

Hai guys, berhubung karna jikyu banyak update selca jadi aku pub book fic ini :))

Update kalo jikyu up selca lagi wkkww

See you

Jangan lupa tinggalkan jejak yaa 😊😊