Harukyuily

“Park Jihoon?”

Junkyu benar-benar syok saat melihat penampilan Jihoon. Pasalnya lelaki yang selama ini di bully-nya habis-habisan terlihat sangat berbeda dari biasanya.

Rambut coklat muda yang selalu di tata rapi dibuat acak-acakan,  kacamata bulat menjijikan yang selalu lelaki itu pakai telah lenyap digantikan dengan softlens hitam kelam yang benar-benar mampu membius semua orang yang menatapnya.

Junkyu menganga tidak percaya,  Jihoon benar-benar luar biasa tampan.

Jihoon menjulurkan kepalanya mencoba melihat apakah orang yang mengejar Junkyu sudah pergi atau belum.

“Sepertinya mereka sudah pergi. ” tukas Jihoon setelah yakin bahwa orang-orang itu sudah tidak ada disekitar sini.

Mendengar itu,  Junkyu langsung mendorong tubuh Jihoon yang semula menempel padanya agar menjauh dari tubuhnya.

“Maaf. ” ucap Jihoon pelan saat melihat wajah Junkyu yang tiba-tiba saja memerah,  pasti Junkyu marah kepadanya.

Junkyu menatap Jihoon tajam dari atas hingga bawah,  membuat Jihoon mengernyit kebingungan dan ikut meneliti penampilannya.

'Fuck!  Benarkah ini Park Jihoon?!' Junkyu memasang ekspresi aneh,  “Apa yang kau lakukan dengan penampilanmu?!”

Jihoon terlonjak kaget saat mendengar pertanyaan Junkyu yang terdengar seperti bentakan.

“Kenapa kau berpakaian seperti itu?!” Junkyu menujuk pakaian yang Jihoon kenakan.

Jihoon memerikasa pakaiannya,  tidak ada yang aneh. Batin Jihoon keheranan.

“Apa yang terjadi dengan rambutmu?!  Mana kacamata bulat tebalmu?!” Junkyu memekik sambil menatap Jihoon garang.

Jihoon hanya menggaruk tengkuknya canggung,  “Maaf. ” ucapnya tak tahu harus mengatakan apa.

Junkyu membuang nafas kasar,  “Sudahlah,  lebih baik aku menghubungi Jeno. ” Junkyu merogoh kantong celananya jeansnya,  tapi ia tidak menemukan ponselnya.

“Sial!  Kemana ponselku?!” Seru Junkyu panik sambil merabai seluruh tubuhnya.

“Mungkin terjatuh.. ” ucap Jihoon pelan.

“Diam!  Aku tidak ingin mendengar suaramu!” Singut Junkyu.

Jihoon menutup mulutnya rapat-rapat,  lebih baik ia diam daripada Junkyu semakin mengamuk.

“Fuckfuckfuck!  Bagaimana sekarang aku bisa pulang?!” Junkyu menatap Jihoon yang berdiri di hadapannya,  “Kau tahu dimana halte bus disekitar sini?”

Jihoon menganggukan kepalanya pelan, “Tahu, tapi-” Jihoon melirik jam tangan yang melingkar di tangannya,  “Bus terakhir sudah berangkat 20 menit yang lalu. “

“Arrghh!!” Junkyu menarik rambutnya frustasi, sekarang ia harus bagaimana?!

“Apartemenku didekat sini.. Kalau kau mau,  kau bisa menginap.. “

Junkyu terdiam seketika,  apa?  Si gay ini menawarinya menginap?

“Kau mau balas dendam padaku ya?!” Mata Junkyu memicing curiga.

“Balas dendam?”

Tangan Junkyu bersedekap di depan dada,  “Kau dendam padaku karena aku selalu mengganggumu disekolah kan?!  Dan kau ingin menyelakaiku, maka dari itu kau menawariku untuk menginap di apartemenmu,  begitu kan!” Celoteh Junkyu panjang lebar.

Jihoon memasang ekspresi bingung,  “Aku tidak pernah berpikiran seperti itu. “

Junkyu menyipitkan matanya berusaha mencari kebohongan dari wajah Jihoon,  “Ah aku tahu!  Kau suka padaku ya?  Tapi sayang sekali,  aku ini sangaaaaat membencimu dan lagipula diriku ini bukan seorang gay!”

Jihoon hanya tersenyum mendengar perkataan kasar Junkyu,  “Tidak masalah jika kau tidak mau menginap di apartemenku. Maafkan aku,  aku pergi. “

Junkyu langsung memasang wajah panik saat melihat Jihoon langsung berbalik dan berjalan pergi begitu saja.

Bangsat!  Junkyu mengumpat dalam hati lalu berlari mengejar jihoon.

Jihoon menghentikan langkahnya dan menolehkan kepalanya kebelakang. Matanya melebar saat melihat Junkyu sudah berdiri tepat dibelakangnya dengan nafas terengah-engah.

“Kau...” Junkyu menatap Jihoon dengan  eskpresi yang terlihat sangat lucu di mata Jihoon.

“Ya?”

“Kau punya kamar kosong?”


Jihoon meringis tidak enak saat melihat wajah Junkyu yang ditekuk dalam saat memasuki apartemennya.

“Kau hanya memiliki satu kamar?!”

Jihoon menganggukan kepalanya,  “Aku tidak mengatakan aku punya kamar kosong.”

Junkyu menatap bengis ke arah Jihoon,  membuat Jihoon merasa ngeri seketika.

“K-kau bisa tidur di kamarku. Aku akan tidur di sofa. “

Junkyu menghela nafas kasar,  “Tidak usah!  Biar aku saja yang tidur disofa!”

Junkyu mengambi bantal dan selimut yang ada di tangan Jihoon lalu membaringkan tubuhnya di atas sofa.

“Kau yakin ingin tidur disana?” Jihoon menatap Junkyu yang sudah bergelung di dalam selimut.

“Kenapa kau banyak bicara sih?!  Sudah diam!” Bentak Junkyu kesal. “Pergi sana!”

Junkyu sebenarnya merasa tidak tahu diri,  tapi mau bagaimana lagi?  Ia benar-benar merasa kesal kepada Jihoon.

Jihoon hanya mengangguk dan berbalik pergi menuju kamarnya untuk mengganti pakaian dan melepaskan softlensnya.

“Sepertinya ini nyaman. “

Jihoon mengambil sebuah sweater berwarna baby blue lalu membawanya keluar.

“Junkyu.. ” Jihoon memberanikan diri menyentuh tubuh Junkyu yang sedang bergelung di dalam selimut.

“Apa lagi sih?!” Junkyu mendudukan dirinya sambil mendelik kesal ke arah Jihoon.

“Ini.. ” Jihoon menyodorkan sebuah Sweater dan celana training kepada Junkyu.

“Apa?!”

“Ganti pakaianmu dengan ini,  lebih nyaman untuk tidur. ” ujar Jihoon.

Junkyu mengerutkan dahinya,  ia melirik pada pakaian yang tengah ia kenakan. Kaos dalam dengan jaket kulit berwarna hitam,  serta skinny jeans dengan warna senada.

“Kau gila ya?”

“Kenapa? ” tanya Jihoon tidak mengerti.

“Kau ingin meledekku?!  Bagaimana bisa aku memakai pakaian berwarna feminim seperti itu?!” Sembur Junkyu.

“Tapi aku tidak punya warna lain.. “

Junkyu menggeram kesal,  sebenarnya ia merasa sangat gemas dan ingin memukuli Jihoon sekarang. Tapi ia tidak bisa karena sekarang ia sedang menumpang dengan Jihoon.

“Argghh!  Aku akan membalasmu besok disekolah!” Junkyu menyambar sweater dan celana training yang tadi disodorkan Jihoon,  “Dimana kamar mandimu?!”

Jihoon menunjuk kamar mandi dengan jari telunjuknya,  “Disana. “

Jihoon mengikuti arah yang ditunjuk Jihoon lalu segera berjalan kesana dengan langkah kaki yang di hentak-hentakkan.

“Lebih baik aku membuat sesuatu. ” Jihoon berjalan ke arah dapur berniat memasak ramen untuknya dan Junkyu,  itupun jika Junkyu mau.

“Sialan,  bocah gay itu pasti ingin meledekku. ” kesal Junkyu.

“Junkyu.. “

Junkyu yang baru saja ingin kembali bergelung kedalam selimut seketika mengurungkan niatnya saat mendengar suara Jihoon yang memanggilnya dari arah dapur.

“Apa?!” Sahut Junkyu galak dari ruang tengah.

“Kemarilah.. “

Junkyu menggerutu kesal lalu berjalan menghampiri Jihoon yang berada di dapur.

“Astaga.. ” Junkyu menghentikan langkahnya dan menatap ke arah Jihoon yang terlihat sangat tampan saat sedang memasak.

“Kenapa aku merasa terpesona saat melihatnya?” Junkyu memukul pipi gembilnya dengan sedikit kuat,  “Tidak!  Aku bukan gay,  aku membencinya. “

“Junkyu?”

Jihoon mengerutkan keningnya keheranan saat melihat Junkyu hanya berdiri sambil menatapnya dengan pandangan kosong.

“Ah iya. ” tersadar dari lamunannya,  Junkyu berjalan menghampiri Jihoon.

“Kau pasti lapar,  makanlah. “

Junkyu memicingkan matanya dan menatap semangkuk ramen yang Jihoon sodorkan dengan pandangan curiga.

“Kau tidak menambahkan racun atau meludahinya kan?”

Jihoon menggelengkan kepalanya.

“Okey. ” Junkyu menerima mangkuk berisi ramen itu lalu hendak membawanya keruang tengah.

Jihoon tersenyum tipis saat melihat Junkyu mau menerima ramen yang ia masak.

Junkyu yang menyadari hal itu menatap tak suka ke arah Jihoon yang tengah tersenyum,  “Kenapa wajahmu seperti itu?!” Junkyu memasang ekspresi garang,  “Jangan salah sangka. Aku ini masih sangat membencimu!” Bentak Junkyu.

Setelah mengatakan hal itu,  Junkyu langsung melanjutkan langkahnya menuju ruang tengah.

Jihoon semakin melebarkan senyumnya,  “Astaga,  imutnya..” gumam Jihoon pelan lalu ikut menyusul Junkyu dengan semangkuk ramen di tangannya.


/Tbc/

“Park Jihoon?”

Junkyu benar-benar syok saat melihat penampilan Jihoon. Pasalnya lelaki yang selama ini di bully-nya habis-habisan terlihat sangat berbeda dari biasanya.

Rambut coklat muda yang selalu di tata rapi dibuat acak-acakan,  kacamata bulat menjijikan yang selalu lelaki itu pakai telah lenyap digantikan dengan softlens hitam kelam yang benar-benar mampu membius semua orang yang menatapnya.

Junkyu menganga tidak percaya,  Jihoon benar-benar luar biasa tampan.

Jihoon menjulurkan kepalanya mencoba melihat apakah orang yang mengejar Junkyu sudah pergi atau belum.

“Sepertinya mereka sudah pergi. ” tukas Jihoon setelah yakin bahwa orang-orang itu sudah tidak ada disekitar sini.

Mendengar itu,  Junkyu langsung mendorong tubuh Jihoon yang semula menempel padanya agar menjauh dari tubuhnya.

“Maaf. ” ucap Jihoon pelan saat melihat wajah Junkyu yang tiba-tiba saja memerah,  pasti Junkyu marah kepadanya.

Junkyu menatap Jihoon tajam dari atas hingga bawah,  membuat Jihoon mengernyit kebingungan dan ikut meneliti penampilannya.

'Fuck!  Benarkah ini Park Jihoon?!' Junkyu memasang ekspresi aneh,  “Apa yang kau lakukan dengan penampilanmu?!”

Jihoon terlonjak kaget saat mendengar pertanyaan Junkyu yang terdengar seperti bentakan.

“Kenapa kau berpakaian seperti itu?!” Junkyu menujuk pakaian yang Jihoon kenakan.

Jihoon memerikasa pakaiannya,  tidak ada yang aneh. Batin Jihoon keheranan.

“Apa yang terjadi dengan rambutmu?!  Mana kacamata bulat tebalmu?!” Junkyu memekik sambil menatap Jihoon garang.

Jihoon hanya menggaruk tengkuknya canggung,  “Maaf. ” ucapnya tak tahu harus mengatakan apa.

Junkyu membuang nafas kasar,  “Sudahlah,  lebih baik aku menghubungi Jeno. ” Junkyu merogoh kantong celananya jeansnya,  tapi ia tidak menemukan ponselnya.

“Sial!  Kemana ponselku?!” Seru Junkyu panik sambil merabai seluruh tubuhnya.

“Mungkin terjatuh.. ” ucap Jihoon pelan.

“Diam!  Aku tidak ingin mendengar suaramu!” Singut Junkyu.

Jihoon menutup mulutnya rapat-rapat,  lebih baik ia diam daripada Junkyu semakin mengamuk.

“Fuckfuckfuck!  Bagaimana sekarang aku bisa pulang?!” Junkyu menatap Jihoon yang berdiri di hadapannya,  “Kau tahu dimana halte bus disekitar sini?”

Jihoon menganggukan kepalanya pelan, “Tahu, tapi-” Jihoon melirik jam tangan yang melingkar di tangannya,  “Bus terakhir sudah berangkat 20 menit yang lalu. “

“Arrghh!!” Junkyu menarik rambutnya frustasi, sekarang ia harus bagaimana?!

“Apartemenku didekat sini.. Kalau kau mau,  kau bisa menginap.. “

Junkyu terdiam seketika,  apa?  Si gay ini menawarinya menginap?

“Kau mau balas dendam padaku ya?!” Mata Junkyu memicing curiga.

“Balas dendam?”

Tangan Junkyu bersedekap di depan dada,  “Kau dendam padaku karena aku selalu mengganggumu disekolah kan?!  Dan kau ingin menyelakaiku, maka dari itu kau menawariku untuk menginap di apartemenmu,  begitu kan!” Celoteh Junkyu panjang lebar.

Jihoon memasang ekspresi bingung,  “Aku tidak pernah berpikiran seperti itu. “

Junkyu menyipitkan matanya berusaha mencari kebohongan dari wajah Jihoon,  “Ah aku tahu!  Kau suka padaku ya?  Tapi sayang sekali,  aku ini sangaaaaat membencimu dan lagipula diriku ini bukan seorang gay!”

Jihoon hanya tersenyum mendengar perkataan kasar Junkyu,  “Tidak masalah jika kau tidak mau menginap di apartemenku. Maafkan aku,  aku pergi. “

Junkyu langsung memasang wajah panik saat melihat Jihoon langsung berbalik dan berjalan pergi begitu saja.

Bangsat!  Junkyu mengumpat dalam hati lalu berlari mengejar jihoon.

Jihoon menghentikan langkahnya dan menolehkan kepalanya kebelakang. Matanya melebar saat melihat Junkyu sudah berdiri tepat dibelakangnya dengan nafas terengah-engah.

“Kau...” Junkyu menatap Jihoon dengan  eskpresi yang terlihat sangat lucu di mata Jihoon.

“Ya?”

“Kau punya kamar kosong?”


Jihoon meringis tidak enak saat melihat wajah Junkyu yang ditekuk dalam saat memasuki apartemennya.

“Kau hanya memiliki satu kamar?!”

Jihoon menganggukan kepalanya,  “Aku tidak mengatakan aku punya kamar kosong.”

Junkyu menatap bengis ke arah Jihoon,  membuat Jihoon merasa ngeri seketika.

“K-kau bisa tidur di kamarku. Aku akan tidur di sofa. “

Junkyu menghela nafas kasar,  “Tidak usah!  Biar aku saja yang tidur disofa!”

Junkyu mengambi bantal dan selimut yang ada di tangan Jihoon lalu membaringkan tubuhnya di atas sofa.

“Kau yakin ingin tidur disana?” Jihoon menatap Junkyu yang sudah bergelung di dalam selimut.

“Kenapa kau banyak bicara sih?!  Sudah diam!” Bentak Junkyu kesal. “Pergi sana!”

Junkyu sebenarnya merasa tidak tahu diri,  tapi mau bagaimana lagi?  Ia benar-benar merasa kesal kepada Jihoon.

Jihoon hanya mengangguk dan berbalik pergi menuju kamarnya untuk mengganti pakaian dan melepaskan softlensnya.

“Sepertinya ini nyaman. “

Jihoon mengambil sebuah sweater berwarna baby blue lalu membawanya keluar.

“Junkyu.. ” Jihoon memberanikan diri menyentuh tubuh Junkyu yang sedang bergelung di dalam selimut.

“Apa lagi sih?!” Junkyu mendudukan dirinya sambil mendelik kesal ke arah Jihoon.

“Ini.. ” Jihoon menyodorkan sebuah Sweater dan celana training kepada Junkyu.

“Apa?!”

“Ganti pakaianmu dengan ini,  lebih nyaman untuk tidur. ” ujar Jihoon.

Junkyu mengerutkan dahinya,  ia melirik pada pakaian yang tengah ia kenakan. Kaos dalam dengan jaket kulit berwarna hitam,  serta skinny jeans dengan warna senada.

“Kau gila ya?”

“Kenapa? ” tanya Jihoon tidak mengerti.

“Kau ingin meledekku?!  Bagaimana bisa aku memakai pakaian berwarna feminim seperti itu?!” Sembur Junkyu.

“Tapi aku tidak punya warna lain.. “

Junkyu menggeram kesal,  sebenarnya ia merasa sangat gemas dan ingin memukuli Jihoon sekarang. Tapi ia tidak bisa karena sekarang ia sedang menumpang dengan Jihoon.

“Argghh!  Aku akan membalasmu besok disekolah!” Junkyu menyambar sweater dan celana training yang tadi disodorkan Jihoon,  “Dimana kamar mandimu?!”

Jihoon menunjuk kamar mandi dengan jari telunjuknya,  “Disana. “

Jihoon mengikuti arah yang ditunjuk Jihoon lalu segera berjalan kesana dengan langkah kaki yang di hentak-hentakkan.

“Lebih baik aku membuat sesuatu. ” Jihoon berjalan ke arah dapur berniat memasak ramen untuknya dan Junkyu,  itupun jika Junkyu mau.

“Sialan,  bocah gay itu pasti ingin meledekku. ” kesal Junkyu.

“Junkyu.. “

Junkyu yang baru saja ingin kembali bergelung kedalam selimut seketika mengurungkan niatnya saat mendengar suara Jihoon yang memanggilnya dari arah dapur.

“Apa?!” Sahut Junkyu galak dari ruang tengah.

“Kemarilah.. “

Junkyu menggerutu kesal lalu berjalan menghampiri Jihoon yang berada di dapur.

“Astaga.. ” Junkyu menghentikan langkahnya dan menatap ke arah Jihoon yang terlihat sangat tampan saat sedang memasak.

“Kenapa aku merasa terpesona saat melihatnya?” Junkyu memukul pipi gembilnya dengan sedikit kuat,  “Tidak!  Aku bukan gay,  aku membencinya. “

“Junkyu?”

Jihoon mengerutkan keningnya keheranan saat melihat Junkyu hanya berdiri sambil menatapnya dengan pandangan kosong.

“Ah iya. ” tersadar dari lamunannya,  Junkyu berjalan menghampiri Jihoon.

“Kau pasti lapar,  makanlah. “

Junkyu memicingkan matanya dan menatap semangkuk ramen yang Jihoon sodorkan dengan pandangan curiga.

“Kau tidak menambahkan racun atau meludahinya kan?”

Jihoon menggelengkan kepalanya.

“Okey. ” Junkyu menerima mangkuk berisi ramen itu lalu hendak membawanya keruang tengah.

Jihoon tersenyum tipis saat melihat Junkyu mau menerima ramen yang ia masak.

Junkyu yang menyadari hal itu menatap tak suka ke arah Jihoon yang tengah tersenyum,  “Kenapa wajahmu seperti itu?!” Junkyu memasang ekspresi garang,  “Jangan salah sangka. Aku ini masih sangat membencimu!” Bentak Junkyu.

Setelah mengatakan hal itu,  Junkyu langsung melanjutkan langkahnya menuju ruang tengah.

Jihoon semakin melebarkan senyumnya,  “Astaga,  imutnya..” gumam Jihoon pelan lalu ikut menyusul Junkyu dengan semangkuk ramen di tangannya.


/Tbc/

Park Jihoon.

Siapa yang tidak mengenal anak lelaki itu. Semua murid di Treasure Highschool mengenalnya sebagai lelaki culun yang dengan begitu berani mendeklarasikan dirinya sebagai seorang gay.

Iya,  Jihoon mengakui kepada semua orang jika dirinya adalah seorang gay,  dan karena hal itulah dia menjadi bahan bully-an oleh siswa lain.

Jihoon mempunyai penampilan culun,  rambut berwarna coklat muda dengan kacamata bulat tebal yang senantiasa bertengger di hidungnya.

Penampilannya sangat menyedihkan,  ditambah lagi dia adalah seorang gay,  jadi tidak heran jika dia selalu di jahati dan diperlakukan tidak baik.

Brakk!!

“Ops!  Maaf,  aku tidak sengaja. “

Jihoon berdiri sambil menundukan wajahnya saat tubuhnya tiba-tiba di guyur  menggunakan air kotor oleh seseorang di dalam toilet.

Orang itu bernama Kim Junkyu.

Sudah menjadi rahasia umum jika Junkyu sangat membenci Jihoon. Tidak tahu alasannya kenapa, Junkyu selalu saja membully Jihoon setiap hari. Menjahilinya,  melontarinya dengan kata-kata kasar dan kotor,  serta mempermalukannya di depan umum.

Junkyu selalu terlihat bahagia jika membuat Jihoon gemetar.

“Kenapa kau bersembunyi di toilet hm?” Junkyu mencengkram dagu Jihoon dan mengangkatnya ke atas,  membuat Jihoon mau tidak mau menjadi mendongak.

“Dia takut bertemu denganmu Kyu. ” sahut Jeno yang berdiri di depan pintu toilet,  memastikan supaya tidak ada murid yang masuk atau mendekat.

“Benarkah?  Kau takut padaku?”

Jihoon memejamkan matanya dengan,  tidak menjawab pertanyaan Junkyu.

Junkyu mendecih pelan,  “Ck,  aku tahu. Kau pasti sedang menunggu seseorang untuk menggagahimu kan? Faggot.”

Junkyu melepaskan cengkramannya dengan kasar,  sehingga membuat Jihoon langsung terdorong kebelakang.

“Kau benar-benar terlihat seperti seorang jalang. Aku tidak menyangka jika akan satu kelas dengan seorang gay menjijikan sepertimu.” Junkyu berkata kasar lalu berjalan meninggalkan Jihoon begitu saja.

Jeno menatap Jihoon sekilas lalu bersiul pelan, “Jika aku jadi kau, aku akan pindah kesekolah yang jauh sekali. Disini sama saja dengan neraka untukmu.” Ucap lelaki bermata sipit itu lalu berlalu menyusul Junkyu yang sudah pergi lebih dulu.


“Dasar Park Jihoon bodoh!  Kenapa kau diam saja diperlakukan seperti itu huh?!”

Jihoon hanya diam tidak menanggapi perkataan sahabatnya. Ia sibuk mengeringkan rambutnya yang basah karena siraman air dari Junkyu.

“Jihoon!”

Jihoon menghela nafas pendek,  “Memangnya apa yang harus aku lakukan Njun.. “

Renjun menggeram kesal kemudian melemparkan seragam olahraga miliknya kepada Jihoon,  “Apapun!  Lakukan apapun asal lelaki tidak jelas itu berhenti mengganggumu!”

Jihoon tertawa pelan, “Tidak perlu. Aku tidak baik-baik saja. “

Renjun mendudukan dirinya disamping Jihoon kemudian menangkup wajah lelaki Park itu dengan kedua tangannya.

“Kau itu sangaaaattt tampan. ” Renjun meneliti wajah Jihoon dengan seksama, “Hanya saja gayamu yang kuno. ” tambahnya.

Jihoon menyingkirkan tangan Renjun dari wajahnya,  “Terimakasih atas pujiannya. “

Jihoon berdiri lalu melepaskan seragamnya yang basah.

“Woah badanmu juga kekar. ” komentar Renjun sambil bertopang dagu saat melihat tubuh topless Jihoon.

Jihoon mendelik kesal kemudian segera memakai baju olahraga yang tadi dilemparkan oleh Renjun.

“Jika aku tidak punya Jaemin,  maka aku sudah menjadikanmu kekasihku dari lama. “

Jihoon menyentil kening Renjun pelan,  “Berhenti mengatakan omong kosong seperti itu Njun. “

Renjun mencebikkan bibirnya kesal,  “Sekarang kau mau kembali ke kelas?”

Jihoon menganggukan kepalanya,  “Tentu saja. Aku tidak mungkin membolos. “

Renjun memasang ekspresi malas,  “Ayolah,  kita bolos saja. ” bujuk Renjun.

“Tidak. ” tolak Jihoon.

Renjun berdiri lalu menggoyang-goyangkan lengan Jihoon,  “Ayolah.. “

“Ku bilang tida-”

“Oh ternyata si gay ini sedang bermesraan dengan pacarnya di ruang loker. “

Renjun sontak melepaskan pegangannya dari tangan Jihoon saat melihat Junkyu masuk ke dalam ruang loker.

Renjun mendelik kesal kearah Junkyu,  “Bukan urusanmu!”

Junkyu tertawa hambar kemudian menatap Renjun dengan tajam,  “Ah.. Bukannya kau itu pelacurnya Jaemin?” Junkyu berkata dengan ekspresi menghina, membuat Renjun mengepalkan tangannya erat menahan emosi.

“Apa kau sedang berselingkuh sekarang?”

Wajah Renjun memerah marah, “Jaga ucapanmu!”

“Sudah Njun. ” Jihoon menarik tubuh Renjun yang sudah bersiap untuk menerjang Junkyu.

Junkyu tertawa sinis,  “Oh Park Jihoon,  kau seorang selingkuhan yang gentle rupanya. “

“Lebih baik kita pergi dari sini Ji. “

Renjun segera menarik tangan Jihoon agar keluar dari ruangan itu.

Jihoon hanya pasrah saja saat tangannya di tarik oleh Renjun.

Tapi,  tiba-tiba saja sebelah tangannya di cekal dengan erat oleh Junkyu saat dirinya berjalan melewati lelaki itu.

Jihoon menghentikan langkahnya lalu menolehkan kepalanya kebelakang,  “Urusan kita belum selesai.. Whore. “

Jihoon mengerjabkan matanya beberapa kali,  ia yakin dirinya akan terlibat masalah lagi.

Renjun menggeram emosi kemudian melepaskan cekalan tangan Junkyu pada tangan Jihoon dengan kasar.

Junkyu memandang kepergian Jihoon dan Renjun dengan pandangan yang sedikit aneh,  sedetik kemudian ekspresinya berubah.

“Sial. ” umpat Junkyu lalu berjalan menuju lokernya.


“Hai manisku. “

Junkyu memutar bola matanya jengah saat Hyunjin lagi-lagi menggoda dirinya.

“Enyahlah. Aku sedang tidak ingin diganggu sialan. ” umpat Junkyu lalu menenggak segelas minuman keras yang ia pesan.

Suasana hati Junkyu tiba-tiba menjadi buruk semenjak pulang dari sekolah. Sehingga dirinya memutuskan untuk mengajak Jeno melampiaskan kekesalannya itu di salah satu bar langganannya. Tapi sialnya Jeno malah pergi menghilang diantara orang-orang yang sedang asik menari dengan gila-gilaan di lantai dansa.

Hyunjin bersiul pelan lalu menyampirkan tangannya pada pundak Junkyu.

“Ada masalah?” Hyunjin bertanya sambil mengelus pundak Junkyu dengan gerakan lambat. “Mana Jeno?”

Junkyu hanya diam tidak menjawab pertanyaan Hyunjin. Ia menyingkirkan tangan Hyunjin yang tengah merangkulnya lalu menatap yang lebih tua dengan pandangan tajam. “Kubilang enyah. “

Hyunjin tertawa pelan,  ia meraih gelas kosong milik Junkyu lalu mengisinya lagi. “Kita sudah kenal lama,  kau tahu pasti jika aku menyukaimu bukan?” Hyunjin menyodorkan gelas yang sudah terisi minuman keras lagi kepada Junkyu.

Junkyu mengambil gelas itu dari tangan Hyunjin dan langsung menenggaknya hingga tandas,  “Dan kau juga sudah tahu pasti jika aku tidak menyukaimu bukan?” Junkyu mengisi kembali gelasnya dan menepuk pipi Hyunjin pelan,  “Aku bahkan bukan gay. ” tambah Junkyu

Hyunjin menatap intens Junkyu yang terlihat sudah hampir mabuk.

“Apa kau baru saja menolakku lagi?”

Junkyu tertawa,  “Apa kau baru saja menyatakan perasaanmu,  lagi?”

Hyunjin menarik tangan Junkyu dan merengkuh pinggang lelaki manis itu agar menempel padanya.

“Apa kau mempermainkanku?”

Junkyu menatap Hyunjin tak suka,  ia langsung mendorong tubuh lelaki tampan itu agar menjauh dari tubuhnya.

“Mempermainkanmu?  Bahkan aku ini bukan gay!”

Hyunjin mendecakkan lidahnya,  “Aku tahu semuanya. Kau menyukai laki-laki Kim Junkyu. Kau seorang gay. “

Tepat setelah mengatakan hal itu,  Hyunjin langsung menyambar bibir Junkyu dan langsung melumatnya dengan kasar.

Junkyu membulatkan matanya terkejut akan apa yang Hyunjin lakukan. Dengan sekuat tenaga ia mendorong tubuh Hyunjin,  sehingga membuat tautan bibir mereka terputus seketika.

“Dasar bajingan gila!” Junkyu bangkit dari duduknya lalu berteriak kepada Hyunjin.

“Bibirmu sangat manis.” Hyunjin mengusap bibirnya sambil menatap Junkyu dengan tatapan menggoda.

“Dasar sinting. ” desis Junkyu lalu berbalik dan berjalan pergi meninggal bar itu.

Hyunjin menatap punggung Junkyu yang sudah menghilang dari balik pintu bar dengan seringaian aneh,  ia meraih ponselnya lalu men-dial seseorang.

“Dia baru saja keluar dari bar,  aku mau kalian tangkap dia dan bawa ke apartemenku.” Setelah mendengar balasan  dari sebrang sana,  Hyunjin segera memutuskan panggilannya.

“Lihat saja nanti. Akan aku pastikan kau akan menghangatkan ranjang ku malam ini.”


Junkyu berjalan sambil memegangi kepalanya yang mulai terasa berputar-putar karena efek minuman keras yang tadi ia minum.

“Sial!” Umpat Junkyu saat Jeno lagi-lagi tidak menjawab panggilannya.

“Arrgh kepalaku..” Junkyu berjalan dengan langkah terseok-seok memasuki sebuah jalanan sepi.

Junkyu sendiri tidak tahu akan kemana,  karena ia kesini bersama Jeno.

Tiba-tiba saja Junkyu merasa ada yang membututinya, perasaannya seketika merasa tidak tenang,  ia segera merogoh kantongnya dan mengambil ponselnya lalu mencoba menelpon Jeno, tetapi lagi-lagi lelaki sipit itu tidak menjawabnya.

“Shit!” Junkyu menolehkan kepalanya kebelakang, tapi ia tidak melihat ada orang dibelakangnya. Jalanan ini benar-benar gelap sepi.

Tubuh Junkyu gemetar seketika,  ia mempercepat langkahnya saat melihat cahaya di ujung jalanan ini.

Suara langkah kaki yang mengikutinya semakin terdengar jelas di telinga Junkyu.

Junkyu mengumpat dengan keras didalam hati. Langkahnya dibuat semakin cepat lagi.

Keringat dingin semakin mengucur deras dari tubuh Junkyu saat ia menolehkan kepalanya kebelakang dan melihat dua orang pria berpakaian serba hitam berjalan cepat mengikutinya.

“Bangsat! ” Junkyu langsung berlari dengan cepat saat melihat salah para pria asing itu mulai berlari mengejarnya.

“Fuckfuckfuck!” Jantung Junkyu berdetak dengan sangat kuat, perasaannya benar-benar tidak tenang.

Grep!

“Akhhh!!” Tubuh Junkyu ditarik oleh seseorang dari balik sebuah gedung yang berada di pinggir jalan.

Orang itu langsung menghimpit tubuh Junkyu dan membekap mulutnya,  “Diamlah jika kau tidak mau tertangkap. “

Tubuh Junkyu langsung menegang seketika saat mendengar suara orang asing itu,  “K-kau.. “

Junkyu membuka matanya lebar-lebar dan menatap tidak percaya melihat orang yang baru saja menolongnya itu.

“Park Jihoon?”


/Omake:/

“Kau menyuruhku menjemputmu di bar?!”

Renjun memejamkan matanya saat ia tidak bisa mendengar dengan jelas suara Jihoon dari sebrang sana.

“Iya!  Cepat! Tapi-”

Renjun menjeda kalimatnya,  “Jangan tata rambutmu dan jangan kau pakai kacamata bodoh mu!”

Jihoon langsung saja melayangkan protesnya,  “lalu bagaimana aku bisa melihat!”

“Pakai softlens yang aku belikan!  Cepat!  Kepalaku sudah pusing disini. ” teriak Renjun lalu segera memutuskan panggilannya.


Tbc

Dongeng tengah malam


Donghyuck menatap langit dari kaca depan mobilnya. Langit cerah, cukup berawan namun tak segelap saat mendung. Hari ini ia akan mengunjungi teman kecilnya di Daegu sekedar untuk melepas rindu, karena itu Donghyuck membawa mobil kesayangannya dengan santai sambil menikmati angin yang masuk dari jendela. Ditemani lagu lawas dari pemutar musik, Donghyuck bersiul mengikuti irama. Someday dari Super Junior. Ah, lagu ini membawa banyak kenangan bagi Donghyuck tentang teman masa kecilnya itu. Teman itu bernama Mark.

Donghyuck dan Mark kecil telah saling kenal sejak bangku SMP, dan terus lengket hingga tahun akhir SMA sebelum Donghyuck memutuskan untuk melanjutkan kuliah di Jerman dua tahun lalu. Ada satu kalimat-yah,selain umpatan jorok tentunya-yang Donghyuck ingat kalau mereka sedang marah pada satu sama lain,

“Ngomong sama tembok sana!”

Dan Mark sebagai orang yang diteriaki kalimat itu akan berkata sambil saling berhadapan,

“Nih, sudah. Mukamu sama kerasnya kaya tembok!”

Mengingatnya membuat Donghyuck jadi ingin tertawa. Perkelahian bocah ingusan yang kadang alasannya tak begitu penting. Tapi kalimat -ngomong-sama-tembok- itu membawa berkah tersendiri untuk Donghyuck. Penemuan terakhirnya terinspirasi oleh pertengkarannya dengan Mark, menghasilkan alat pendeteksi kerusakan pada mesin jet dengan metode soundwave-detection. Bagian lucunya adalah, Donghyuck mengetes alatnya itu dengan menempelkannya pada salah satu sisi Tembok Berlin di Jerman dan meminta teman satu projeknya untuk berbicara dari sisi yang lain. Literally talking to the wall. Akhir cerita, projek Donghyuck berhasil dan honorarium yang didapat pun fantastis. Donghyuck harus berterimakasih pada mulut kasar Mark untuk hal ini.

Akhirnya Donghyuck sampai juga di tempat yang ia tuju. Kakinya melangkah mantap keluar dari mobil miliknya, memasuki gerbang kompleks pemakaman dan berhenti di salah satu nisan dari batu granit hitam.

“Hey, lama tak bertemu. Mark hyung.” ucap Donghyuck sebelum meletakkan satu buket bunga krisan putih di depan nisan yang bertuliskan Mark Lee teman kecil Donghyuck.

“Lihat yang aku bawa.” Donghyuck megeluarkan silinder kecil dari logam yang tak lebih panjang dari ibu jari tangannya. Silinder itu terhubung dengan kotak baterai kecil dan Donghyuck tempelkan di belakang nisan. Lalu dipasangnya earphone wireless di salah satu telinganya. “Bagaimana? Kau bisa mendengarku? Ini penemuanku yang pertama. Dengan alat ini aku bisa mendengar ucapan temanku dari balik Tembok Berlin, keren kan?”

Tidak ada balasan dari Mark, tentu saja.

Hanya suara angin yang berhembus melewati ranting-rating pohon yang meneduhi nisan Mark. “Ayolah hyung, katakan sesuatu. Alat ini bahkan bisa mendeteksi gelombang suara melewati tembok setebal 12 inci. Apa kau masih marah padaku?”

Saat terakhir mereka bertemu sebelum Donghyuck pergi ke Jerman, hubungan mereka sedang tidak begitu baik. Donghyuck pikir, dengan seiringnya waktu semua akan membaik. Tapi sampai pesawat Donghyuck lepas landas, Mark tetap tak menghubunginya.

Sampai akhirnya Donghyuck mendapat kabar bahwa Mark telah tiada. Bunuh diri dengan mengkonsumsi obat penenang.

“Hey, hyung. Aku tahu ini sangat telat, tapi tolong maafkan aku.

“Waktu itu aku begitu sibuk dengan urusanku sendiri. Sampai-sampai aku tak menyadari bahwa semua kata-katamu, ajakanmu untuk bermain, adalah permintaan tolong.” Satu tetes air mata lolos dari mata Donghyuck. Namun tak terlihat karena kacamata hitam yang bertengger di hidungnya, ego Donghyuck tak mengijinkannya untuk terlihat lemah pada siapapun.

“Aku sungguh baru mengerti tentang masalah ayahmu yang pemabuk dan suka berlaku kasar padamu dan adikmu. Aku memang sahabat yang tidak berguna.” Donghyuck mengambil jeda untuk menarik nafas panjang. “Kata-katamu benar.

“Aku sama saja seperti tembok.”

Sekali lagi, hanya suara dedaunan yang bisa Donghyuck dengar. Namun kali ini Donghyuck tak berkata apapun. Ia mengelus pucuk nisan Mark dengan lembut. Mungkin Donghyuck hanya berdelusi, tapi gelombang dari gemerisik angin tadi terbaca oleh alat miliknya. Dan alat itu menerjemahkan bentuk getaran gelombang yang lemah itu kedalam gelombang suara yang terdengar sangat lemah.

“Terimakasih dan sampai jumpa, Sobat kecilku Donghyuck”


Xixiixixix

LANJUTANNYAAAA


Semua orang juga tahu jika kau itu pelupa akut. Kau selalu melupakan hal remeh yang kadang tidak masuk akal. Kau sering melupakan dompetmu, ponselmu, roti yang baru saja kau gigit, bahkan earphone yang sudah sangat jelas tengah kau gunakan.

Awalnya aku hanya akan mengingatkanmu sambil sedikit mengomelimu, menyuruhmu agar tidak lupa lagi. Tapi aku tidak tahu kenapa semakin lama aku semakin merasakan takut.

Hari ini kau pulang lebih dulu, kau tidak menungguku. Seperti biasa kau akan tersesat dan berakhir dengan menungguku menemukanmu sedang duduk di ayunan yang berada di depan toko toserba. Selalu seperti itu.

Aku menghampirimu. Aku tidak tahu kenapa aku sangat khawatir kali ini. Walaupun aku tahu ini bukan kali pertama kau tersesat, bukan kali pertama pula aku harus mencari dan menemukannmu. Aku tahu, aku hanya takut. Aku takut kehilanganmu.

Tanpa sadar aku memarahimu, maafkan aku. Apa aku membentakmu terlalu keras? Sungguh maafkan aku. Aku terlalu khawatir sampai aku tidak bisa mengontrol emosiku. Bahkan aku sampai mengeluarkan air mata. Payah, aku menangis di depanmu.

Hari ini ulang tahunku, kau melupakannya. Aku tahu kau bukan sengaja untuk melupakan ulang tahunku, kau hanya benar-benar lupa.Tapi keesokan harinya aku terkejut saat kau memberikanku sebuah kotak dengan amplop berwarna maroon, kau bilang selamat ulang tahun dan meminta maaf karna kau melupakannya. Aku tak menyangka kau membuatkanku sebuah lagu, baru lirik sih tapi aku akan mencoba membuat nadanya nanti.

Kau bercerita padaku, sudah sejak satu bulan ini kau sudah tidak menulis cerita seperti biasanya. Kau mengeluh jika ceritamu terasa jelek dan aneh dibaca. Kau juga berkata bahwa kau kesulitan menemukan kata-kata yang pas saat kau sedang menulis dan kau juga merasa sangat pusing dan tidak sanggup untuk menulis walau itu hanya satu halaman saja.

Aku semakin khawatir padamu.


Hari ini kita tidak sekolah, aku mengajakmu untuk menonton film dirumahku. Masih teringat dengan sangat jelas di pikiranku bagaimana senangnya dirimu waktu itu.

Aku menjemputmu pagi-pagi sekali sesuai dengan permintaanmu.

Kau menghampiriku dengan senyuman lebar. Senyuman paling cerah secerah matahari. Kau memamerkan Kamera polaroid yang baru saja Johnny belikan untukmu. Kau berkata padaku dengan mata yang berbinar bahagia bahwa kau memotret banyak hal. Kamarmu, Johnny, Paman Jongin, tiang listrik, anak kucing, dan kau bahkan memotretku yang sedang serius menonton film Harry Potter kesukaanmu.

Aku mengatakan bahwa aku menyukai kado darimu, dan aku akan membuatkan nada untuk lirik lagu yang kau tulis.

Kau memasang ekspresi terkejut “Kapan aku memberimu kado?” Tanyamu.

Astaga, kadar pelupamu semakin membuatku khawatir.


Hari ini kau kembali tidak masuk sekolah, kau harus kembali ke rumah sakit. Johnny memintaku untuk menemui teman-teman sekelasmu dan menceritakan tentang keadaanmu saat ini. Aku hanya mengangguk meng-iyakan.

Seluruh penghuni kelas, termasuk Walikelas-mu terdiam saat aku menceritakan kepada mereka tentang keadaanmu, tentang penyakitmu. Bahkan Jaemin berkata kemarin Renjun dan Chenle, teman SMP Jaemin sekaligus teman SMP-mu bertemu denganmu di jalan yang menuju rumahmu. Jaemin berkata kau tidak bisa mengingat Renjun dan Chenle, bahkan saat mereka menunjukkan fotomu bersama mereka kau tetap tidak ingat. Jaemin menangis semakin menjadi-jadi. Dia sangat sedih, begitu juga dengan lelaki yang kau bilang mempunyai mata sipit, teman sebangku-mu yang kau lupakan namanya ikut menangis dengan keras hari ini.


Kemarin kau datang padaku, dengan wajah sembab seperti habis menangis dengan hebat. Aku khawatir, tentu saja. Ku tanya kenapa kau menangis, kau bilang kau juga lupa kenapa kau menangis.

Kau menepuk dadamu berulang kali, dan mengatakan bahwa disana rasanya sakit dan sesak. Kau merasa sedih, tapi kau lupa apa yang membuatmu sedih.

Dan setelah aku cari tahu, ternyata kau habis menangis bersama teman-teman sekelasmu. Kalian menangis sepanjang hari. Bahkan guru-guru memutuskan untuk tidak masuk ke kelasmu.

Jeno, teman sebangku-mu yang telah kau lupakan namanya mengirimiku pesan. Dia bilang bahwa dia tak ingin kehilanganmu. Dia ingin menjagamu. Sama sepertiku.


Aku merasa resah, Johnny bilang kau tidak mau keluar dari kamarmu. Jadi aku memutuskan untuk mendatangimu.

Kau marah padaku, aku tidak tahu apa salahku hingga kau membentak dan mengusirku saat aku mengetuk pintu kamarmu. Kau berkata padaku agar jangan menemuimu lagi sambil menangis.

Aku terus memanggil namamu, tapi kau malah semakin berteriak frustasi dari dalam. Paman Jongin sampai menangis mendengar suaramu. Tapi dia tidak bisa berbuat apa pun.

Keesokan harinya kau mengetuk pintu rumahku. Dan kau tahu, aku sangat terkejut melihatmu.

“Apa kau tidak tersesat?” Tanyaku padamu

'Apa kau tidak marah lagi padaku?'

Kau hanya menggeleng, tiba-tiba kau menghambur ke pelukanku. Memelukku dengan erat, dan menangis di pundakku.

Dan kau tahu apa yang membuat aku lebih kaget lagi?

Kau menujukkan telapak tanganmu, disana tertulis jika kau menyukaiku.

Aku bahagia, sangat bahagia hingga aku ingin menangis seketika.

Aku-

Aku juga menyukaimu. Tidak, aku mencintaimu.

Kumohon, teruslah ingat padaku.


Keadaanmu semakin parah, kau bahkan lupa siapa namamu saat terbangun di pagi hari. Paman Jongin dan Johnny sangat panik, mereka langsung membawamu ke rumah sakit saat itu juga.

Sepulang sekolah aku langsung menemui. Aku mengintip dari pintu kamar ruang inapmu, kau sedang menangis. Kau menangis sambil memandang sebuah buku bersampul warna coklat, membuka halaman demi halaman dengan air mata yang terus mengalir di pipimu. Hatiku sakit melihatmu menangis seperti itu.

Aku memberanikan diri untuk masuk ke ruanganmu. Kau memandangku dengan tatapan sendu, tatapan yang membuat hatiku teriris karnanya.

Aku membawamu kedalam pelukanku, mendekapmu dengan erat. Membiarkan air matamu membasahi dadaku. Bahumu bergetar hebat, nafasmu tersengal, pasti hatimu terasa sangat sesak.

Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, aku ikut menangis. Aku menangis merasakan kesedihanmu, keresahanmu, dan ketakutanmu. Disela tangismu kau berkata padaku bahwa kau takut jika nanti kau akan melupakanku. Melupakan semua yang kau lalui denganku.

Melupakan bahwa kau menyukaiku.

Suatu hari, kau memintaku untuk berjanji padamu.

Berjanji untuk selalu mengingatkanmu jika kau lupa, dan menemukanmu jika kau kembali tersesat. Aku sempat protes waktu itu, tapi kau malah memukuliku dan memaksaku untuk berkata iya, jadi aku tidak bisa menolaknya.

Tapi, kau harus tahu. Tanpa kau paksapun aku akan selalu mengingatkanmu setiap hari dan menemukanmu. Meskipun kau tersesat di ujung dunia sekalipun.

Kau tak perlu khawatir karna sampai akhir nafasku aku akan selalu berada disampingmu.


Namanya Lee Donghyuck, lelaki paling manis yang pernah ku kenal sepanjang hidupku. Wajahnya, senyumannya, tawanya, seakan mengalirkan jutaan energi positif untuk siapapun yang ada disekitarnya.

Donghyuck selalu tersenyum, walalupun aku tahu dia mempunyai hidup yang berat. Dia selalu memberikan senyuman terbaiknya padaku setiap aku menghampirinya dimanapun aku menemukannya.

Dia matahariku. Cinta terakhirku.

.

.

.

.

End

Dah end non wkwkwkkw

BUAT NONI HAPPY READINGGG 😍😍


Semua orang juga tahu jika aku ini pelupa akut. Aku selalu lupa dimana aku meletakkan barang-barangku, earphoneku, ponsel, bahkan melupakan roti yang baru aku gigit beberapa gigitan saja.

Aku juga pengingat jalan yang payah, aku selalu tersesat di blok perumahanku sendiri dan selalu berakhir dengan aku yang selalu duduk di ayunan depan toko toserba. Oke, aku akui aku memang sangat payah dalam mengingat semua hal, tapi bukannya aku sengaja, sungguh.

Tapi aku tidak pernah merasa khawatir, karna aku tahu kau akan selalu ada untukku, kau selalu bisa menemukanku. Menurutku kau seperti seorang Magician, tidak maksudku kau seperti pahlawanku. Kau selalu bisa menemukan semuanya, menemukan earphoneku yang ternyata berada di telingaku sedang aku gunakan, ponselku yang berada di kantong jaketku, dan roti yang ternyata sedang aku genggam.

Kau juga akan selalu bisa menemukanku saat aku tersesat. Hahaha kau benar-benar pahlawanku.

Kadang aku merasa sangat sedih, karna memiliki ingatan yang sangat buruk tentang segala hal. Bahkan aku tidak bisa mengingat semua kenangan yang aku lewati bersamamu. Sekali lagi aku katakan, bukannya aku sengaja untuk melupakanmu, tapi ya kau tahu sendiri jika ingatanku itu sangat payah.

Tapi tenang saja, aku mempunyai buku catatan khusus yang berisi segala tentangmu, apa saja yang kita lakukan, apa saja yang kita lalui setiap harinya, pokoknya semua tentangmu ada di dalam buku itu. Aku sendiri yang menulisnya, kau lihatkan? aku berusaha untuk selalu mengingatmu, jadi kau jangan pernah merasa khawatir aku melupakanmu, Oke?!.

Karna aku senang menulis, jadi kau menyarankanku untuk menginstall sebuah aplikasi di komputerku, hmm namanya apa ya? tunggu, biar aku mengingat-ngingat dulu. Ahh entahlah, aku lupa. Yang jelas, aku bisa menulis banyak cerita-cerita pendek, lebih mirip dengan cerita harianku sih, hahaha. Aku hanya mencoba untuk membagi ingatanku kepada para pembaca setiaku oke, untuk jaga-jaga jika kau tidak lagi mengingatkanku, akan ada orang lain yang akan menceritakan kembali kepadaku. Dan aku juga mencoba menulis lirik lagu, aku tidak tahu akan jadi seperti apa, tapi di buku catatanku tertulis bahwa sebentar lagi adalah hari ulang tahunmu, dan aku berencana membuatkanmu sebuah lagu. Uhmm, aku lupa kapan aku menulisnya, tapi tidak masalah, aku akan menyelesaikan lagu ini tepat di hari ulang tahunmu.


Yatuhan. Kau tahu, aku sangat ceroboh. Hari ini aku salah membawa semua buku pelajaranku. Bahkan aku juga melupakan seragam olahragaku. Anak laki-laki bermata sipit yang duduk sebangku denganku bilang aku membawa pulang pakaian olahragaku kemarin, tapi aku tidak ingat. Oke bahkan aku tidak ingat nama teman sebangku-ku sendiri.

Dan yang paling parah, aku melupakan ulang tahunmu! astaga, maafkan aku. Demi Tuhan aku sudah menyiapkan kado untukmu dari 3 hari yang lalu di dalam tasku, aku juga sudah menyelesaikan lirik lagu yang aku buat khusus untukmu, tapi entah kenapa aku malah melupakannya. Bahkan aku lupa mengucapkan selamat ulang tahun kepadamu. Ugh, sekali lagi maafkan aku, aku merasa marah pada diriku sendiri, dasar pelupa!

Sekarang sudah larut malam, aku akan mengucapkan selamat ulang tahun kepadamu dan memberikan kadomu besok.


Johnny membelikanku kamera polaroid. Aku senang sekali. Aku memfoto semuanya, kamarku, Johnny, Ayah, jalanan perumahan, tiang listrik, anak kucing, dan dirimu yang sedang serius saat kita berdua menonton film di kamarmu. Aku lupa film apa yang kita tonton, tapi itu semua sangat menyenangkan, karna hari ini kita tidak sekolah! uhm aku lupa kenapa kita hari ini tidak masuk sekolah, Oh iya! hari ini... uhmm hari ini... Ahh hari ini tanggal merah!.

Dan soal kadomu, aku bingung kenapa kau mengatakan sudah menerima kado dari ku. Jelas sekali aku ingat aku belum memberikannya padamu. Aku memang pelupa, tapi soal kado ulang tahunmu aku ingat sekali. Oke maafkan aku karna pada kenyataannya aku melupakan hari ulang tahunmu.

Satu hari penuh kita habiskan berdua di rumahmu, ibumu mengatakan bahwa aku harus sering berkunjung, dan jika aku takut tersesat aku bisa meminta dirimu untuk datang menjemputku.

Aku sangat bahagia hari ini, tapi saat aku ingin bersiap tidur aku baru ingat bahwa aku ingin mengatakan sesuatu padamu tadi, tapi aku lupa. Semoga besok aku tidak lupa lagi.


Sudah satu bulan ini aku berhenti menulis di aplikasi yang entah apa namanya aku lupa. Aku merasa ada yang aneh dengan tulisanku, tulisanku jadi aneh dan tidak enak dibaca, bahkan banyak kata yang susah aku tulis. Untuk menulis satu halaman saja aku sudah tidak sanggup, kepalaku langsung pusing. Entahlah aku tidak tahu apa yang terjadi padaku.

Akhir-akhir kau juga sering bolak-balik kerumahku, apa aku selalu merepotkanmu? maafkan aku.

Aku membaca kembali buku catatan yang ku buat khusus untukmu. Aku tidak tahu kenapa tiba-tiba aku menangis saat membacanya.

Aku merasa takut jika aku benar-benar melupakanmu. Apa aku akan terus mengingatmu?

Aku harap iya.


Namanya Lee Minhyung, Nama kerennya Mark lee, tanggal lahir 2 Agustus 1999. Hobimu memarahi dan mengomeliku, oke aku bercanda. Hobimu itu selalu menenangkanku, menjagaku dan menemukanku. Warna favoritmu itu uhmmm aku rasa hitam, karna kau selalu menggunakan pakaian warna hitam, sepatu hitam, topi hitam, semuanya serba hitam.

Kau selalu bilang kau ini orang yang sangat sabar. Aku tahu, karna kau sangat sabar menghadapi orang yang mempunyai ingatan sangat payah sepertiku.

Tapi terkadang kau berubah menjadi orang yang sangat galak. Aku ingat kau pernah memarahiku karna aku tidak menunggumu di depan toko toserba seperti biasanya. Kau sangat marah padaku sampai matamu berair. Aku sedih sekali. Maafkan aku Minhyung.

Selesai! satu halaman penuh tentangmu. Aku memutuskan untuk menulis lagi tentangmu agar aku tidak lupa. Aku sangat berjuang menulis ini asal kau tahu saja. Astaga aku harus menghentikan air mata ini sebelum membuat buku catatan yang aku buat khusus untukmu kotor.


Minhyung-ah... Hari ini aku sangat takut. Aku kembali tersesat saat perjalanan menuju rumahku. Aku juga tidak tahu kenapa aku tidak menunggumu di depan toko toserba seperti biasanya agar kau bisa menemukanku. Ada beberapa orang yang tidak aku kenal menghampiriku, Aku takut. Mereka bilang mereka itu teman Smp ku, tapi aku tidak mengingatnya. Bahkan setelah mereka menunjukkan foto mereka bersamaku aku masih tidak ingat. Minhyung-ah, aku takut sekali.

Minhyung-ah... Teman-teman sekelasku bilang aku sudah jarang masuk sekolah, kenapa? Mereka semua tiba-tiba menangis saat melihatku, aku tidak tahu kenapa. Aku ikut menangis bersama mereka. Hatiku rasanya sangat sakit, dan sesak. Air mataku semakin turun dengan derasnya saat lelaki manis berambut merah jambu memelukku dengan erat sambil berkata bahwa aku harus cepat sembuh. Minhyung-ah.. memangnya aku sakit apa? Aku lupa.

Minhyung-ah.. bagaimana ini? aku bahkan tidak ingat nama teman-teman sekelasku.

Minhyung... Malam natal belum lewat kan? kenapa Dokter itu membohongiku? buktinya aku masih mengingatmu dan menulis satu halaman penuh tentangmu. Aku hanya pelupa... Kau tahu itu kan?

Ah, aku ingin mengatakan sesuatu padamu. Aku ingin bilang kalau aku menyukaimu. Aku akan mengatakannya besok. Semoga aku tidak lupa.


Aku tidak tahu kenapa aku marah-marah sampai seperti itu. Minhyung-ah.. Maafkan aku. Aku sungguh tidak bermaksud untuk membentakmu dan marah-marah tidak jelas seperti tadi. Aku hanya tidak ingin kau melihatku dalam keadaan menyedihkan seperti ini. Aku lupa kenapa kenapa tadi aku terlihat menyedihkan, tapi aku hanya tidak ingin membuatmu khawatir.

Kuharap kau paham maksudku.

Astaga, maafkan aku membuat buku ini menjadi penuh bercak-bercak tidak jelas. Air mataku tidak mau berhenti.

Satu lagi, aku sudah menuliskannya di telapak tanganku agar tidak lupa tapi entah kenapa aku tetap saja lupa.

Besok aku akan mengatakannya padamu.

Aku menyukaimu..


Seperti hari-hari sebelumnya, Lelaki itu akan datang kembali kemari. Dengan buku catatan bersampul coklat dengan sebuah foto polaroid yang memperlihatkan dua orang yang sedang tersenyum bahagia sambil berangkulan tertempel di depannya. Ia menyapa perawat dan menanyakan sesuatu, kemudian matanya akan mengikuti arah yang di tunjung perawat itu, mengucapkan terimakasih dan segera menuju tempat yang dikatakan perawat tadi.

Angin mengacak-acak rambut hitamnya saat dia berlari menuju sebuah bangku di taman dengan pohon rindang yang berada di belakangnya.

“Donghyuck! “

Orang yang sedang duduk tenang di bangku taman itu menoleh saat merasa ada seseorang yang memanggil namanya. Minhyung tersenyum lega saat melihat Donghyuck merespon panggilannya seakan-akan hal itu adalah hal yang langka. Meskipun Minhyung tahu dia harus menelan kekecewaan setelahnya.

“Maaf, kau siapa?”

Minhyung mendudukkan dirinya disamping Donghyuck sebelum menjawab pertanyaan Donghyuck.

“Minhyung, Lee Minhyung. Sahabat Lee Donghyuck”

Minhyung menyentuh rambutnya “Rambut hitam” kemudian Minhyung menyentuh wajahnya “Wajah tampan dengan senyuman menenangkan” terakhir Minhyung menyentuh kemejanya “Dan selalu menggunankan pakaian berwarna hitam”.

“Sahabat?” Mata Donghyuck mengerjab beberapa kali “Apa itu?” Tanyanya dengan nada sepolos anak kecil. Ada sesuatu yang meremat jantungnya dengan kuat saat mendengar pernyataan Donghyuck. Karna sehari sebelumnya Donghyuck akan tersenyum lebar setelah Minhyung memperkenalkan dirinya.

“Sahabat itu-” Minhyung membuka buku catatan yang sedari tadi ia bawa, Minhyung membuka halaman yang terdapat beberapa foto dirinya dan Donghyuck yang sedang berpose manis.

“Sahabat itu, Lee Donghyuck dan Lee Minhyung yang selalu bersama-sama. Saat senang maupun sedih. Lee Minhyung yang akan selalu bersama Lee Donghyuck”

“Ahhh... begitu ya” Tangan Donghyuck bergerak menyentuh buku tersebut. Membuka halaman demi halaman yang ada disana. Mata Donghyuck berbinar melihat banyak tulisan serta gambar yang tertempel disana. Minhyung menatap Donghyuck dengan senyuman. Tiba-tiba saja matanya terasa perih.

“Ini siapa?” Donghyuck menunjuk sebuah foto.

“Ini aku yang tertidur saat kita menonton film dirumahku”

“Kalau ini?”

“Itu kita, saat pesta ulang tahun Johnny” Jawab Minhyung tanpa mengalihkan pandangannya dari Donghyuck. Seakan-akan ia tahu apa yang akan Donghyuck tanyakan kepadanya.

Donghyuck membuka halaman dengan foto telapak tangan ditengahnya, telapak tangan dengan sebuah tulisan.

“Eh? Tangan ini terlihat sama dengan tanganku- Minhyung kau kenapa?”

Tiba-tiba Minhyung memeluk Donghyuck dengan sangat erat. Menenggelamkan wajahnya di perpotongan leher Donghyuck. Terdengar suara isakan kecil yang Minhyung tahan dengan mati-matian agar tidak terdengar oleh Donghyuck. Tapi tetap saja ia tidak bisa menghentikan bahunya yang sedikit bergetar karna menahan tangisnya.

Donghyuck menyadari sesuatu. “Minhyung jangan menangis” Ucapnya pelan sambil mengelus punggung Minhyung

“Maafkan aku, Maafkan aku karna menjadi pelupa”


Omake:

“Minhyung-ah.. “

Minhyung yang sedang memakan apel menoleh ke arah Donghyuck.

“Apa?”

“Kau harus berjanji padaku”

“Tentang?”

“Jika aku lupa kau harus mengingatkanku, dan jika aku tersesat kau harus kembali menemukanku. Tidak ada marah-marah dan omelan!”

“Eyy, janji macam apa itu” protes Minhyung.

“Sudah! cepat bilang iya!” Donghyuck memukuli kepala Minhyung dengan guling.

“Iya-iya! aku berjanji -Haiss sudah jangan memukuliku terus!”

“Terimakasih Minhyung-ah”


“Seperti janjiku padamu, aku akan selalu mengingatkanmu setiap hari, dan akan selalu menemukanmu. Meski kau tersesat di ujung dunia sekalipun. Karna aku menyukaimu, Lee Donghyuck.”

Junkyu kecil sedang duduk diatas ranjang seraya mencoret-coret buku gambar yang ada di pangkuannya. Ia menghela nafas berat saat melihat banyaknya alat penopang kehidupan yang kini terpasang di tubuhnya.

“Hidup yang indah.” Gumam Junkyu seraya melempar pandang ke arah luar jendela.

“Halo, Junkyu!”

Junkyu menoleh ke arah pintu, terlihat seorang perawat perempuan masuk seraya membawa sebuah nampan obat dan beberapa suntikan.

Junkyu menaikkan sebelah alisnya saat melihat ada seorang anak kecil yang Junkyu bisa tebak lebih muda darinya bersembunyi di balik tubuh perawat itu.

Sang perawat yang menyadari arah pandang Junkyu langsung mengulas senyum manis, wanita itu menaruh nampan yang ada di tangannya di atas meja nakas, “Dia putraku.” Ucap perawat itu, “Karena dirumah tidak ada yang menjaganya, maka dia sering bermain disini. Dia sangat baik, jadi tidak akan mengganggu.” Jelas perawat itu sambil mengusak sayang rambut sang anak.

Junkyu hanya menatap anak itu dengan pandangan datar, membuat anak itu mendelik. Junkyu mengulas senyum tipis, “Salam kenal. Namaku Junkyu.”

Anak itu tampak memundurkan tubuhnya dan semakin bersembunyi dibalik tubuh sang ibu. Junkyu semakin melebarkan senyumnya, bisa Junkyu pastikan anak itu takut kepadanya.

“Haru! Kau tidak mau memperkenalkan dirimu kepada Junkyu hyung?” Tegur sang perawat.

Anak kecil yang dipanggil Haru itu menganggukkan kepalanya lemah lalu berjalan beberapa langkah kedepan, “Namaku Haruto. Salam kenal.” Dengan mata berair menahan tangis anak itu memperkenalkan dirinya kepada Junkyu.

“Berapa usiamu?” Tanya Junkyu.

“5 tahun.” Balas Haruto setelah mencoba mengingat umurnya sendiri dengan cara berhitung dengan jarinya.

“Aku 8 tahun. Jadi kau harus memanggilku hyung.” Ujar Junkyu seraya tersenyum manis.

“Nah.. karena kalian sudah bekenalan sekarang Haruto bisa kau duduk disitu? Ibu harus memberikan obat kepada Junkyu hyung.”

Haruto segera menuruti perkataan sang ibu. Mata bulatnya menatap ke arah sang Ibu yang sedang menyuntikkan obat ke dalam infus Junkyu tanpa berkedip. Sesekali ia memejamkan matanya saat mendengar suara desisan Junkyu yang menahan linu karena suntikan yang disuntikkan ibunya.

“Nah sudah selesai!” Perawat itu mengusak rambut Junkyu pelan, “Istirahatlah, besok pagi orang tuamu bilang akan datang bukan?”

Junkyu menganggukkan kepalanya singkat lalu membaringkan tubuhnya.

“Ayo Haru, ibu sudah selesai. Waktunya Junkyu hyung untuk istirahat.” Ajak sang ibu.

Haru berjalan mendekati sang ibu yang sudah berada di dekat pintu. Sebelum ia melangkahkan kakinya, bocah kecil menolehkan kepalanya kebelakang. Terlihat Junkyu sedang memejamkan matanya seraya menahan sakit.

“Ayo Haru.” Ajak sang ibu lalu mereka berdua pergi meninggalkan ruangan Junkyu.

Setelah kepergian Haruto dan ibunya, Junkyu membuka mata. Menarik nafas panjang lalu menghembuskannya dengan kasar.

“Hidup kali ini benar-benar sialan.” Junkyu mengumpat pelan seraya menatap langit-langit.

Sebenarnya, Junkyu mempunyai sebuah rahasia. Normalnya, seseorang akan melupakan kehidupannya dimasa lalu, kehidupan di kehidupannya yang dulu.

Tapi tidak dengan Junkyu. Junkyu bisa mengingat dengan jelas seperti apa dan bagaimana kehidupannya di masa lalu. Setiap dirinya menginjak usia 3 tahun sekelebat ingatan tentang kehidupan-kehidupan terdahulunya menghangtam kepalanya dengan telak. Junkyu awalnya terkejut, tetapi setelah beberapa kali mengalaminya ia mulai terbiasa.

Junkyu ingat apa yang ia lakukan pada kehidupan pertamanya, keduanya, ketiganya sampai kehidupannya yang sekarang. Kehidupan ke-11nya.

Junkyu menghela napas panjang, dikehidupannya yang ke-9 ia ingat menjadi seorang konglomerat yang bahagia dan mati tua, lalu dikehidupan ke-10 dirinya merupakan seorang profesor yang sangat berilmu tinggi, kaya, dan juga mati tua. Tapi mengapa dikehidupannya kali ini ia menjadi bocah penyakitan yang bisa mati kapan saja? Sungguh sangat berbanding terbalik.

Bisa mengingat tentang kehidupan terdahulu bukanlah hal yang menyenangkan. Bahkan bisa dibilang hal itu benar-benar menyiksanya. Dirinya juga harus diingatkan dengan keluarga, teman, dan saudaranya dari masing-masing kehidupannya yang dulu.

Bahkan terkadang Junkyu masih mengingat anaknya dari kehidupannya yang ke-9, apakah dia sehat atau tidak? Bahagia atau tidak? Sejujurnya semua itu menyiksa Junkyu.

Tapi Junkyu mempunyai prinsip, ketika masa hidupnya di sebuah kehidupan telah usai, dan ia memulai hidupnya dikehidupannya yang baru, ia tidak akan pernah berurusan dengan orang-orang yang berkaitan dengan kehidupannya yang lama. Hal itu ia lakukan agar bisa menjalani kehidupannya dengan damai. Meskipun terkadang hal itu menyiksanya.

Junkyu menerawang ke luar jendela, menatap kilap lampu kota yang berkelap-kelip dengan begitu indahnya, “Semoga aku segera mati.” Gumam Junkyu pelan lalu menutup matanya.


“Junkyu, ibu harus pergi bekerja. Maaf karena tidak bisa menemanimu lebih lama.” Junkyu memejamkan matanya saat merasa surainya di usap dengan lembut oleh seorang wanita cantik.

Junkyu tersenyum lalu menganggukkan kepalanya, “Tidak apa-apa.”

Wanita cantik yang di ketahui merupakan ibu Junkyu itu memasang raut sedih, dia kembali menarik anak semata wayangnya itu ke dalam dekapannya, “Sungguh malang nasibmu, kenapa semua ini terjadi kepadamu?”

Junkyu tersenyum tipis saat merasa punggung sang ibu bergetar karena tangis. Mengingatkannya kepada Ibunya di kehidupannya yang ke-7, seorang wanita yang sangat cantik dan hangat yang rela mengorbankan hidupnya untuk Junkyu. Ah.. Junkyu jadi teringat kenangan lama.

“Aku baik-baik saja bu, kau pergilah.” Junkyu mencoba menampilkan senyum tercerahnya agar sang ibu berhenti merasa cemas.

“Baiklah.” Sang ibu bangkit berdiri, “Ibu dan Ayah akan kesini lagi besok. Jangan nakal dan dengarkan kata perawat ya.” Lanjut wanita itu.

Junkyu membuat gestur 'Ok' dengan jarinya, membuat senyum sang ibu langsung terulas manis, “Sampai Jumpa.”

“Sampai jumpa!”

Seperginya sang ibu, Junkyu langsung menghela napas kasar. Ekspresi cerahnya seketika langsung berubah menjadi kelam.

Baik-baik saja? Tentu saja Junkyu tidak akan baik-baik saja. Dia akan segera mati. Batin Junkyu prihatin.

“Apa bibi tadi ibumu?”

Junkyu yang sedang sibuk dengan pikirannya seketika terlonjak saat menyadari ada orang di samping ranjangnya. Refleks ia langsung menolehkan kepalanya, “Kau?”

Junkyu menaikkan sebelah alisnya saat melihat sesosok bocah laki-laki tengah berdiri seraya menatapnya dengan intens, “Oh! Haruto?”

“Apa bibi tadi itu ibumu?” Haruto mengulang pertanyaannya.

Junkyu menganggukkan kepalanya, “Iya. Dia Ibuku.”

“Apa kau berkata buruk kepadanya? Aku lihat dia keluar ruangan ini dan menangis.”

Junkyu memasang raut aneh mendengar pertanyaan Haruto. Sebenarnya apa maksud bocah 5 tahun itu?

“Tentu saja tidak.” Kilah Junkyu, “Kenapa kau berpikiran seperti itu? Apa aku terlihat seperti anak yang tidak baik?”

“Ya.” Sahut Haruto cepat. Membuat Junkyu tertawa kecil.

“Apa kau benar-benar berpikir aku seperti itu?”

Haruto menganggukkan kepalanya, “Ya.”

“Kenapa begitu?”

“Jika kau anak yang baik, kau tidak mungkin membuat ibumu menangis.” Ucap Haruto dengan wajah super seriusnya.

Junkyu yang melihat ekspresi dari bocah 5 tahun itu memekik gemas di dalam hati, “Aigoo.. kau lucu sekali.” Junkyu meraih kedua sisi wajah Haruto lalu tersenyum lebar.

Haruto membelalakkan matanya saat menerima perlakuan seperti itu dari Junkyu. Refleks bocah 5 tahun itu segera menepis tangan Junkyu yang menangkup wajahnya.

“Apa yang kau lakukan?!” Pekik Haruto dengan wajah yang dihiasi semburat merah.

Junkyu yang melihat itu semakin merasa geli, “Kau menggemaskan.”

Haruto semakin memelototkan matanya, “Si-siapa yang kau sebut menggemaskan?!”

“Kau.” Balas Junkyu lalu mengusap pelan kepala Haruto.

Haruto semakin memundurkan tubuhnya, “Berhenti memperlakukanku seperti anak kecil!”

“Eh?” Junkyu memasang raut bingung, “Tapi bukannya kau memang anak kecil?”

“Uhh!” Haruto mengepalkan tangannya erat lalu segera berbalik pergi begitu saja dari ruangan Junkyu. Membuat Junkyu tertawa terbahak-bahak.

“Astaga! Lucu sekali ekspresi anak itu.” Junkyu mengusap air matanya karena terlalu banyak tertawa.

“Hahh.. senang rasanya bisa tertawa seperti ini.” Junkyu tersenyum tipis. Junkyu rasa, selama 8 tahun hidup dikehidupan ke-11nya, baru kali ini ia merasa bisa tertawa selepas ini.


Setelah kejadian hari itu, Haruto setiap hari datang berkunjung ke kamar rawat Junkyu. Meskipun mereka pasti akan berdebat dan berakhir dengan Haruto yang menangis, tapi karena hal itulah mereka berdua semakin dekat.

Haruto yang gemar sekali merajuk terlihat sangat menggemaskan dimata Junkyu. Sehingga membuatnya ingin terus menjahili bocah 5 tahun itu.

“Junkyu.” Panggil Haruto tanpa mengalihkan perhatiannya pada kertas putih yang sedang ia gambar.

“Hey, sudah beberapa kali aku bilang, panggil aku hyung. Aku lebih tua darimu 3 tahun.” Sahut Junkyu.

Haruto hanya menanggapi perkataan Junkyu dengan gumaman tidak jelas, membuat Junkyu memasang raut kesal, “Jika kau tidak mau memanggilku hyung, maka aku tidak mau berbicara denganmu.”

“Junkyu hyung.” Ulang Haruto nada malas.

Junkyu terkikik pelan, “Begitu lebih baik.”

Haruto bangkit berdiri lalu berjalan mendekati ranjang Junkyu, “Apa kau akan segera mati?”

Junkyu yang sedang meminum air putih seketika langsung tersedak. Junkyu memandang Haruto yang kini tengah menatapnya dengan sorot mata serius. Terkadang Junkyu merasa bingung dengan isi kepala bocah 5 tahun itu.

“Kenapa kau mengatakan hal itu?” Junkyu sebisa mungkin mengendalikan eskpresi wajahnya yang terkejut dengan cara mengulas senyum tipis.

“Aku dengar dari obrolan bibi-bibi perawat jika keadaanmu semakin hari semakin buruk. Dan..” Haruto menundukkan wajahnya, “...kau akan segera mati.”

Junkyu menatap Haruto dengan mata terbuka lebar. Entah kenapa perasaan terasa sesak melihat Haruto yang tertunduk seraya menahan tangis. Junkyu meraih tangan Haruto lalu menggengamnya, “Apa kau akan sedih jika aku pergi?”

Haruto mengangkat wajahnya lalu menganggukkan kepalanya dengan kuat, “Tentu saja!”

“Benarkah?” Junkyu mengusap pelan pipi Haruto seraya tersenyum lebar.

Haruto kembali menganggukkan kepalanya.

“Haru..” Junkyu meraih kedua sisi wajah Haruto agar bocah 5 tahun itu menatapnya, “Apa kau percaya dengan kehidupan selanjutnya?”

Haruto menatap Junkyu dengan pandangan tidak mengerti, Junkyu menghela nafas pelan. Seharusnya ia tahu bahwa topik seperti ini masih terlalu berat untuk anak usia 5 tahun meskipun Haruto tergolong cerdas.

“Intinya, meskipun nanti aku pergi, dikehidupan selanjutnya aku akan kembali menemuimu.”

Meski tidak paham sepenuhnya dengan ucapan Junkyu, melihat Junkyu tersenyum dan menatapnya dengan lembut membuat perasaan Haruto melunak, “Benarkah, kau janji?”

“Tentu saja!” Junkyu tersenyum semakin lebar, membuat Haruto yang menatapnya mau tidak mau terpana.

“Junkyu.. kalau begitu nanti kau harus menikah denganku.”

Junkyu seketika tergelak mendengar perkataan dari Haruto, apalagi ditambah dengan wajah bocah 5 tahun itu yang menyiratkan keseriusan, “Baiklah.”

Haruto menyodorkan jari kelingkingnya, “Kau harus berjanji. Seperti katamu tadi, meskipun kau pergi, dikehidupan selanjutnya kau harus menikah denganku.”

Junkyu tersenyum. Ia merasa perasaannya menghangat karena perkataan Haruto. Meskipun ia tahu ini konyol Junkyu tetap meng-iyakan-nya, “Janji.” Ucap Junkyu lalu melingkarkan jadi kelingkingnya dengan jari kelingking Haruto.


Haruto sedang berjalan menuju ruangan Junkyu seperti biasanya, dengan membawa sekantung penuh makanan ringan kedua sisi tangannya.

“Uh?” Haruto menghentikan langkahnya saat melihat beberapa perawat dan dokter berlari dengan begitu tergesa-gesa seraya memasang ekspresi panik.

Haruto menghendikkan bahunya acuh, lalu kembali berjalan menuju ruangan Junkyu. Tapi, tepat saat berada di ujung koridor ruangan Junkyu, Haurto melihat banyak orang berkumpul disana. Beberapa terlihat menundukkan wajahnya dalam. Suasananya sangatlah tidak enak dan Haruto dapat merasakan itu meskipun ia hanya melihat dari jauh.

Haruto mengerutkan keningnya bingung, lalu tiba-tiba bocah kecil itu terlonjak kaget saat pundaknya ditepuk seseorang. Refleks Haruto menoleh.

“Ibu?”

Ibu Haruto menyentuk kedua pundak sang anak erat, bulir-bulir keringat sebesar biji jagung mengalir dari keningnya. Sangat kontras dengan raut panik yang sedang sang ibu tampilkan.

“Apa kau ingin bertemu Junkyu?”

“Iya.”

Haruto semakin memasang raut wajah kebingungan, pasalnya ia dapat mendengar nada khawatir di pertanyaan sang ibu.

“Apa ada sesuatu yang terjadi?”

Sang ibu mengulas senyum tipis, air matanya mulai menggenang dipelupuk matanya, “Kau tidak bisa menemuinya lagi Haru..”

Haruto melebarkan matanya, melihat ibunya yang terlihat akan segera menangis, serta perkataan yang dilontarkan sang ibu, Haruto bisa tahu dengan jelas apa yang sebenarnya terjadi.

Haruto memundurkan tubuhnya beberapa langkah. Kantong yang ada di kedua tangannya terlepas jatuh, “Apa.. Junkyu hyung mati?” Air mata sang Ibu turun dengan deras, seakan mengiyakan pertanyaan Haruto.

Haruto menggelengkan kepalanya pelan, lalu segera berlari ke arah ruangan Junkyu.

Kepalanya terasa dihantam sesuatu dengan telak saat melihat tubuh Junkyu yang sudah tertupi oleh selimut putih sepenuhnya, serta orang tuanya yang kini tengah menangis meraung-raung meminta supaya Junkyu tidak pergi.

Haruto langsung jatuh terduduk, bocah 5 tahun itu merasa seperti sedang bermimpi. Baru kemarin Junkyu menjahilinya, menemaninya bermain, dan menjawab pertanyaan tidak penting yang ia lontarkan.

Apa Junkyu benar-benar pergi meninggalkannya?

Tanpa sadar Haruto menangis. Ia menangis dengan begitu sedihnya. Air matanya tidak mau berhenti mengalir, dadanya terasa sesak.

“Junkyu hyung..”

Haruto tidak mengerti yang terjadi, tidak mengerti kenapa Junkyu pergi secepat ini.

Tapi, Haruto bisa mengerti satu hal dengan jelas. Bahwa Junkyu tidak akan kembali lagi. Dan Haruto tahu, bahwa iya baru saja kehilangan orang yang sangat berarti dikehidupannya selain kedua orang tuanya.

Haruto, kehilangan mataharinya.


Haruto berjalan ke arah altar, meletakkan setangkai bunga krisan putih, lalu membungkukkan tubuhnya dalam. Disebelahnya sang Ibu juga melakukan hal yang sama. Memberi penghormatan terakhir untuk Junkyu.

Mata sembab bocah 5 tahun itu menatap sebuah foto yang ada dihadapannya dengan raut wajah sedih. Senyum cerah Junkyu yang ada di foto itu seakan membuatnya semakin tidak rela untuk mengikhlaskan kepergiannya.

Haruto dan Ibunya berjalan ke arah orang tau Junkyu, raut wajah mereka tampak sangat begitu kehilangan.

“Apa kau Haruto?”

Haruto mengernyitkan keningnya saat mendengar Ibu Junkyu memanggil namanya.

“I-iya.”

Ibu Junkyu tersenyum, lalu mengambil sebuah kotak yang ada disebelahnya kemudian menyodorkan kepada Haruto.

Haruto mengalihkan pandangannya pada sang ibu, seakan mengerti maksud sang anak, ibu Haruto tersenyum, “Ambilah.”

Haruto menganggukkan kepalanya lalu mengambil kotak yang ada di tangan Ibu Junkyu.

“Junkyu menitipkan ini kepadaku, dan memintanya untuk memberikannya kepadamu di malam sebelum ia pergi.” Suara Ibu Junkyu bergetar, air mata kembali mengalir dari pelupuk matanya.

“Dia bilang kalau kau adalah temannya yang berharga. Jadi dia ingin memberikan sesuatu sebelum dia pergi.” Ibu Junkyu menundukkan wajahnya, “Seakan dia tahu bahwa waktunya sudah tidak banyak.”

Haruto merasa matanya memanas, lain halnya dengan sang Ibu yang sudah menangis lebih dulu dan membuat ibu Haruto harus keluar dari ruangan itu karna tidak kuat menahan tangis.

Ibu Junkyu menatap kearah altar, “Aku seharusnya bahagia Junkyu sudah tidak merasakan sakit lagi. Tapi aku tidak bisa menghentikan perasaan sesak yang ada di dadaku.”

Air mata Haruto mulai mengalir, ia menggenggam tangan Ibu Junkyu erat, “A-aku juga bibi. Rasanya sangat sakit disini.” Haruto menyentuh dadanya.

“Perempuan yang kehilangan suaminya adalah seorang janda. Lelaki yang kehilangan istrinya adalah seorang duda. Anak yang kehilangan orang tuanya adalah seorang yatim piatu. Tapi, apa aku tahu kenapa tidak ada sebutan untuk seorang ibu yang kehilangan anaknya? Itu karena tidak ada kata yang bisa menggambarkan sesakit apa rasanya.” Ibu Junkyu mengusap air matanya lalu mencoba tersenyum.

“Tapi meskipun sakit, kita harus bisa menahannya.”

Haruto menganggukkan kepalanya mengerti, “Iya bibi.”

Ibu Junkyu merengkuh Haruto ke dalam pelukannya lalu berbisik pelan, “Terimakasih sudah mau menjadi teman Junkyu. Terimakasih banyak.”

Haruto membalas pelukan ibu Junkyu, ia memejamkan matanya erat. Setelah ia mendengar perkataan Ibu Junkyu, ia sadar. Bahwa bukan hanya dia yang merasa sesak dan sedih. Bukan hanya dia yang kehilangan matahari.


Tbc

“Kim Junkyu,  21 tahun. Hidup sebatang kara di Seoul karena kedua orang tuanya telah meninggal dunia, kemudian jatuh miskin akibat pengkhianatan yang dilakukan pamanmu sehingga membuat perusahaan milik keluargamu bangkrut. Kau hanya lulusan SHS,  dan bekerja sebagai bartender di bar milik Hyunsuk untuk membiayai hidupmu dan membayar sewa flat yang sekarang kau tinggali. Oh!  Sungguh menyedihkan. “

Junkyu memicingkan matanya menatap kearah Jihoon yang duduk di hadapannya dengan tajam. Dirinya benar-benar tak menyangka jika Jihoon akan mencaritahu tentang dirinya sampai se-detail itu.

Tapi Junkyu sedikit banyak bersyukur,  karena Jihoon tidak sampai 'benar-benar' mengetahui semuanya.

“Sangat memprihatinkan. ” Jihoon mengatakannya dengan nada meremehkan yang terdengar sangat menjengkelkan di telinga Junkyu.

Sabar Junkyu,  kau harus bisa mengendalikan emosimu.

“Walaupun hidupku menyedihkan,  aku tidak akan sudi terperangkap disini bersamamu!  Sekarang biarkan aku pergi! “

“Silahkan pergi jika kau bisa. “

Junkyu menghela nafasnya pelan,  “Katakan padaku,  sebenarnya apa salahku padamu huh?!”

Jihoon bangkit dari tempat duduknya lalu berjalan kearah Junkyu. Melihat itu,  Junkyu langsung beringsut mundur seraya mencengkram ujung sweater yang kini tengah ia kenakan.

“Jangan kemari!” Teriak Junkyu sambil menunjuk-nunjuk Jihoon dengan jari telunjuknya.

Jihoon hanya cuek mendengar teriakan Junkyu,  teriakan cemprengnya itu bukan apa-apa lagi bagi Jihoon.

Jihoon mendudukan diri disebelah Junkyu,  kemudian menarik tubuh lelaki manis itu agar terduduk di pangkuannya.

“Sebenarnya aku juga tahu jika kau mempunyai adik yang berada di Gwangju.” Bisik Jihoon di telinga Junkyu.

Jihoon menyeringai, dapat ia rasakan tubuh lelaki manis itu seketika menegang diatas pangkuannya.

“Adikmu itu.... Berada di rumah sakit bukan?”

Jihoon tersenyum puas didalam hati melihat wajah Junkyu yang nampak terkejut bukan main.

“Jika kau menolak, bisa kupastikan kau akan kehilangan satu-satunya keluargamu yang berada di dunia ini. “

Junkyu menengguk ludahnya kasar. Dirinya tidak tahu harus mengatakan apa, iblis ini menggunakan adiknya untuk menahannya di sini?

Tanpa sadar Junkyu mulai menitikkan air mata,  dirinya menangis. Menangis sambil menatap Jihoon dengan tajam. Tatapan yang penuh kebencian yang tidak tanggung-tanggung.

Tangannya merambat keleher Jihoon,  ia marah,  marah sekali.

Jihoon yang merasa tangan Junkyu naik ke lehernya hanya bisa tersenyum sinis,  “Kau ingin mencekikku?” Tanyanya dengan senyum culas.

Air matanya semakin turun dengan deras,  membasahi pipi Junkyu yang sudah memerah parah karena amarah.

“Dasar iblis. ” desis Junkyu pelan.

Jihoon menatap Junkyu sinis. Tangan Jihoon yang semula mencengkram pinggang Junkyu,  naik meraih dagu lelaki manis itu, “Jadilah penurut dan ikuti semua keinginanku.”

Setelah mengatakan itu,  Jihoon langsung melumat bibir Junkyu dengan kasar. Menghisap,  dan menggigiti benda kenyal itu dengan tergesa.

Junkyu meremas bahu Jihoon dengan kuat,  berusaha menahan diri agar tidak terbuai dengan ciuman memabukkan itu.

Jihoon memiringkan kepalanya dan menekan tengkuk Junkyu supaya bisa memperdalam ciumannya.

“Urhhmm!” Junkyu melenguh tertahan saat Jihoon mulai menelusupkan lidahnya,  membelit dan mengoyak habis rongga mulutnya dengan sangat memaksa.

Junkyu kewalahan,  asupan oksigen di paru-parunya kian menipis.

Jihoon melepaskan tautannya pada bibir Junkyu,  menatap ke arah lelaki manis itu dengan pandangan datar.

“Buat apa kau menangis hm?” Jihoon menghapus air mata di pipi Junkyu. “Aku membuat hidupmu lebih mudah Kim Junkyu. Bukannya seharusnya kau berterimakasih padaku?”

Junkyu mengepalkan tangannya erat, rasanya “Aku bahkan tak mengenal dirimu.” desis Junkyu.

Jihoon mendengus kemudian tertawa sinis,  “Apakah itu penting sekarang?” Jihoon kembali memajukan wajahnya dan melumat singkat bibir lelaki manis itu yang kini masih terduduk di pangkuannya. Mata elangnya menatap Junkyu lurus, “Yang jelas sekarang kau adalah miliku. Milik seorang Park Jihoon. “


Jihoon sedang duduk di kursi belakang mobilnya dengan Yoonbin yang mengemudi,  saat ini mereka sedang dalam perjalanan menuju perusahaan.

“Tuan,  tadi pagi tuan Hyunsuk menelpon. ” tukas Yoonbin memecah keheningan.

“Apa katanya?” Balas Jihoon tanpa mengalihkan pandangannya dari pemandangan luar yang ia lihat melalui jendela.

“Dia menanyakan Kim Junkyu. “

Jihoon menolehkan kepalanya ke depan dan menatap Yoonbin dari kaca spion,  “Lalu kau jawab apa?”

“Aku menjawab seperti yang tuan suruh,  jika tuan akan mengambil Kim Junkyu. “

Jihoon tersenyum puas,  “Bagus. “

“Tapi tuan, “

“Apa?”

“Tuan Hyunsuk tidak mengizinkannya. “

Jihoon menaikan sebelah alisnya,  “Apa katamu?!” Sentak Jihoon.

“Tuan Hyunsuk mengatakan,  jika dia tidak bisa memberikan Kim Junkyu untukmu. Kau bisa memilih yang lain, asal bukan Kim Junkyu. ” Yoonbin tetap tenang saat mengatakannya,  tak terpengaruh dengan aura mencekik yang menguar dari tubuh Jihoon yang tengah duduk di belakangnya.

Jihoon mendecih pelan, “Cih,  dia tidak bisa mengaturku.”

Hyunsuk pikir siapa dia?  Apakah lelaki itu lupa siapa yang membantunya mendirikan bar miliknya hingga menjadi sesukses sekarang?  Tentu saja dirinya!

“Menurutku,  lebih baik kita kembalikan saja Kim Junkyu kepada tuan Hyunsuk. Kau bisa memilih yang lain tuan. ” ujar Yoonbin memberi saran.

“Tidak. ” tolak Jihoon cepat. “Aku hanya mau Kim Junkyu.”

Yoonbin mengerutkankan keningnya,  “Kenapa tuan sangat menginginkan lelaki itu?  Dia bukanlah lelaki penghibur kelas atas seperti yang biasa tuan gunakan?  Dia hanya seorang bartender muda. “

Jihoon menyeringai aneh mendengar pertanyaan Yoonbin,  “Yah.. Dia memang bukan jalang kelas atas,  dan hanya seorang bartender. Tapi aku sangat menyukainya. Rasanya berbeda saat melakukan dengannya. ” balas Jihoon sambil menyilangkan tangannya di depan dada.

Yoonbin semakin merasa heran. Selama beberapa tahun ia mendampingi Jihoon,  tidak pernah tuan-nya itu bersikap seperti ini. Tuannya tidak pernah mau 'memakai' seseorang lebih dari satu kali.

“Lagipula,  aku adalah yang pertama baginya.”

Jihoon dapat melihat mata Yoonbin sedikit melebar dari kaca spion,  “Maksud tuan dia masih.. “

“Iya,  dia pertama kali melakukan seks denganku. Sangat tidak disangka untuk ukuran lelaki manis yang berkerja di bar bukan?” Ucap Jihoon sambil terkekeh.

“Jadi tuan menyukainya karena tuan adalah yang pertama?” Tanya Yoonbin.

Jihoon tertawa pelan,  “Kurang lebih begitu,  tapi aku lebih menyukai sesuatu yang lain dari dirinya. “

“Sesuatu yang lain?”

“Iya, ” Jihoon menganggukan kepalanya singkat. “Sesuatu yang lain. ” ucap Jihoon.

“Sesuatu yang sangat aku sukai, tubuhnya.”


Junkuu berjalan mondar-mandir dengan gelisah di dalam kamar yang Jihoon siapkan khusus untuknya.

“Aku harus bisa pergi dari sini. ” gumam Junkyu,  “Tapi bagaimana caranya?!”

Junkyu menatap kesepenjuru kamar,  tidak ada jalan untuk melarikan diri.

Semua akses masuk dan keluar dari kamar ini terkunci. Lelaki jahat itu benar-benar tidak membiarkan ia pergi.

Junkyu menyerah, kepalanya terasa pusing karena terlalu banyak ia paksa untuk berpikir.

“Apa aku bunuh diri saja ya?” Junkyu menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang. Mata jernihnya menatap lurus ke langit-langit kamar yang baru ia sadari ternyata dipenuhi oleh lukisan awan-awan.

“Tidak,  jangan bodoh!” Junkyu menggeleng-gelengkan kepalanya dengan kuat. “Jika kau mati,  Junghwan hanya sendiri di dunia ini. “

Junkyu menarik nafas dalam, ingatan dimana saat kedua orang tuanya meninggal,  pengkhianatan pamannya,  dan adiknya yang dibawa ke rumah sakit berputar otomatis di kepalanya.

“Kenapa hidupku sangat menyedihkan begini. ” lirih Junkyu pelan.

Tiba-tiba saja terdengar suara kunci pintu yang sedang dibuka.

Junkyu segera mendudukan dirinya dan menatap khawatir kearah pintu. Takut jika lelaki iblis itu kembali.

“Maaf mengganggu tuan,  saya hanya ingin mengantarkan makan siang. “

Junkyu menghela nafas lega,  ternyata salah seorang pelayan Jihoon yang datang.

“Terimakasih,  tapi kau tidak perlu memanggilku tuan. Panggil saja aku Junkyu. “

Pelayan itu tersenyum tipis,  “Tidak tuan,  tuan Jihoon akan marah jika tahu nanti. “

Junkyu mendengus keras,  “Baiklah kalau begitu. ” singutnya kesal.

“Oh iya,  biasanya jam berapa Jihoon akan kembali dari bekerja?” Tanya Junkyu.

“Biasanya tuan Jihoon akan kembali pukul sembilan malam tuan. ” balas pelayan itu sembari meletakkan makanan yang ia bawa di atas meja.

Junkyu mengangguk-anggukan kepalanya mengerti,  jika Jihoon pulang semalam itu,  berarti ia masih memiliki waktu untuk kabur sebelum lelaki jahat itu kembali. Tapi bagaimana caranya?

“Kalau begitu aku pergi dulu tuan. “

“Eh tunggu!”

Junkyu menatap ke arah si pelayan yang sudah memegang knop pintu,  “Apa kau akan menguncinya lagi?” Tanya Junkyu yang langsung diangguki oleh pelayan itu.

Junkyu menghembuskan nafas kasar,  wajahnya sudah memasang raut seperti ingin menangis. Junkyu melangkahkan kakinya mendekati pelayan itu lalu tiba-tiba berlutut di hadapannya. Membuat pelayan itu terkejut bukan main.

“T-tuan?!”

“Kumohon... Kumohon bantu aku..”

Jihoon tersenyum senang melihat banyaknya orang yang datang ke acara tahunan perusahaannya. Mereka semua mengucapkan selamat kepada dirinya  atas semua keberhasilan yang ia raih selama dua tahun ini.

“Kau benar-benar sesuatu Tuan Park,  semua perusahaan yang bersaing denganmu langsung gulung tikar seketika saat kau sudah turun tangan. ” puji salah satu koleganya.

Jihoon hanya merespon dengan kibasan tangan pelan,  “Aku tidak sehebat itu,  aku masih belum bisa menandingi Ayahku. ” balas Jihoon seraya tersenyum tipis.

Kolega-kolega Jihoon hanya tertawa mendengar balasan Jihoon. Terlihat jelas jika Jihoon hanya sedang merendah semata.

Setelah seluruh rangkaian acara selesai dan para tamu telah pergi,  Jihoon memutuskan untuk kembali ke dalam ruangan kerjanya.

Setelah memasuki ruang kerjanya, Jihoon berjalan mendekati sebuah cermin besar yang tergantung di dinding. Jihoon menatap pantulan dirinya sendiri kemudian mengulas senyum congkak.

Lihatlah dirinya ini..

Pewaris tunggal dari sebuah perusahaan properti terbesar di Korea Selatan.

Mempunyai wajah tampan melebihi para aktor diluar sana,  serta ketajaman dan kecerdasan otak yang melampaui kata jenius. Tak ada yang bisa menolak pesonanya,  wanita maupun submissive. Semua tunduk padanya.

Jihoon melirik kearah arloji yang melingkar ditangannya, seharusnya pesanannya sudah datang.

Jihoon memutuskan untuk mendudukan dirinya di sofa panjanganya,  melonggarkan dasi yang mencekik kemudian memanggil sekretarisnya untuk dibawakan sebotol wine.

Tok!  Tok!

“Masuk. “

Jihoon memicingkan matanya tajam menatap dua orang yang baru saja memasuki ruangannya.

“Kau terlambat Yoonbin. ” ucap Jihoon dingin.

Yoonbin menundukkan kepalanya singkat,  “Maafkan aku tuan,  ada kendala saat membawanya. ” Yoonbin melirik sekilas ke arah lelaki manis yang datang bersamanya.

Jihoon menaikkan sebelah alisnya,  mata tajamnya menatap lelaki manis itu dengan intens, “Oh dia, bartender yang ada di bar Hyunsuk bukan?”

Yoonbin menganggukan kepalanya, “Iya tuan, seperti permintaan anda.”

“Bawa kesini. “

Mendengar perintah Jihoon,  Yoonbin segera mendorong lelaki yang dibawanya agar mendekat kearah Jihoon. Lelaki manis itu setengah mati menahan tubuhnya agar tidak bergerak,  membuat Yoonbin sedikit menggeram kesal.

Karena hal itu, Jihoon segera bangkit dari duduknya dan segera menarik tangan lelaki dengan keras kearahnya.

Karena terkejut dan tak siap dengan aksi Jihoon yang tiba-tiba,  membuat lelaki manis itu langsung jatuh ke atas pangkuan Jihoon.

“Lepaskan!” Pekik lelaki itu saat Jihoon dengan kurang ajarnya langsung melingkarkan kedua tangannya di pinggang ramping miliknya.

“Yoonbin,  kau keluarlah. “

Tanpa disuruh dua kali,  Yoonbin langsung meninggalkan ruangan Jihoon.

Playing hard to get huh?

Jihoon mengangkat dagu lelaki manis yang kini berada di pangkuannya agar mendongak menatapnya.

Lelaki manis itu menatap Jihoon dengan sorot kebencian yang tidak tanggung-tanggung, membuat Jihoon mengeluarkan kekehannya.

“Kau terlihat sangat tidak senang? Kenapa?  Bukannya ini pekerjaanmu?” Jihoon memamerkan senyum miring sambil mengusap pelan bibir merah merekah yang ada di hadapannya.

Lelaki itu menampik tangan Jihoon dengan kasar,  “Pekerjaanku adalah sebagai bartender,  bukan jalang! ” desis lelaki manis itu dengan penuh emosi.

Jihoon mendengus pelan kemudian dengan sekali gerakan langsung membanting tubuh lelaki manis itu ke atas sofa dengan dirinya yang mengkungkung diatasnya.

“Bagiku tidak ada bedanya. Kau akan tetap memuaskanku malam ini. ” ucap Jihoon sambil setelah memberi satu jilatan panas pada daun telinga lelaki manis itu.

Mendapat perlakuan kurang ajar secara tiba-tiba seperti itu,  membuat mata lelaki manis itu membulat lebar,  “Brengsek!  Lepaskan!”

“Siapa namamu?”

“Kau tidak perlu tah-”

Plakk!!!

“Ku tanya sekali lagi,  siapa namamu?”

Satu tamparan kuat berhasil mendarat dengan mulus di sebelah pipi lelaki manis itu, lelaki manis itu meringis merasakan perih di sudut bibirnya.

“K-kim Junkyu. “

Jihoon tersenyum senang, ”Panggil aku Jihoon.”

Jihoon mengecup kilat sudut bibir Junkyu yang sedikit terluka karena tamparannya, “Harusnya kau langsung menjawabnya,  jadi aku tidak perlu melakukan kekerasan padamu. “

Junkyu mendesis marah,  ia terus mencoba memberontak,  dengan cara memukul-mukul dada Jihoon dengan tangannya yang bebas serta menggerakkan tubuhnya.

Jihoon menggeram mencoba menahan emosinya,  lelaki manis ini memang benar-benar mencari perkara.

“Berhentilah bergerak,  atau kuhabisi lubangmu disini. ” ancam Jihoon dengan nada yang mengintimidasi.

Junkyu tampak terkejut sesaat saat mendengar ancaman Jihoon,  tapi sedetik kemudian ia kembali memberontak.

“Aku bukan jalang! Dasar sialan kau!”

Jihoon mendecakkan lidahnya keras mendengar jeritan emosi dari lelaki manis bernama Junkyu itu,  “Jalang ataupun bukan, kau akan tetap melayaniku. Kau butuh uang bukan?  Akan kuberikan kau uang yang banyak setelah ini. “

Junkyu semakin meradang. Harga dirinya benar-benar dilecehkan. Ia memang berkerja di bar itu karena membutuhkan uang untuk bertahan hidup. Tapi dirinya tidak pernah mau menjual tubuhnya!

“Tidak semuanya bisa kau beli dengan uang!” Jerit Junkyu emosi.

Jihoon tertawa sinis di atasnya,  “Oh tentu saja bisa!  Bahkan tubuhmu ini bisa kubeli dengan uangku!”

“Brengsek!!” Junkyu semakin ganas memberontak,  membuat Jihoon tidak bisa lagi menahan emosinya.

Dengan kasar Jihoon langsung melucuti kemeja dan celana Junkyu, membuat Junkyu memekik marah.

“Hentikan!!”

Jihoon yang sudah berada di puncak emosinya menulikan pendengarannya. Setelah menelanjangi Junkyu, Jihoon kembali menindih lelaki manis itu dan menatapnya dengan tatapan tajam yang menusuk.

“Oh jadi kau tidak mau diam huh?!  Baik jika itu maumu,  kuhabisi lubangmu disini sekarang juga. “


Junkyu bangun dari tidurnya dan langsung meringis merasakan sakit disetiap sendi-sendi tubuhnya. Ia menggeram tertahan karena bagian bawahnya luar biasa terasa ngilu.

“Akh!”

Kemudian seperti tersadar dari mimpi buruk matanya langsung melebar dan dalam satu gerakan cepat ia mendudukan tubuhnya yang menghasilkan ringisan lain.

Dengan pandangan was-was,  Junkyu mengedarkan pandangannya kesepenjuru ruangan. Tunggu ini bukan ruangan yang ia ingat,  ini sebuah kamar!  Kenapa dirinya bisa berada disini?!

“Sial!” Junkyu mengumpat dengan keras saat menyadari jika tubuhnya tidak berbapakaian. Ia telanjang!

Dengan hati-hati ia turun dari ranjang,  jalannya tertatih-tatih karena merasa perih pada analnya. Ia yakin jika lelaki jahat itu sudah memperkosanya semalam.

Junkyu menolehkan kepalanya kesamping,  manik coklatnya menangkap sepasang pakaian yang terlipat rapi diatas meja serta sebuah nampan yang berisi dua potong sandwich dan segelas susu.

Junkyu mendecih kasar,  dengan langkah tertatih ia berjalan menuju sebuah cermin besar.

Junkyu meringis merasa prihatin melihat tampilan tubuhnya sendiri. beberapa luka cakar yang menyamar, memar yang membiru, kissmark dan bitemark yang memenuhi dada,  pundak dan lehernya.

Tanpa sadar setetes air mata berhasil lolos dari manik cantiknya.

“Hiks..”

“Tidak mau memakai pakaianmu?  Mau menggodaku lagi?”

Junkyu tersentak kaget saat mendengar suara Jihoon yang ternyata sudah bersandar di depan pintu sambil memperhatikannya dengan sebelah alis terangkat.

Lelaki itu sudah berpakaian rapi,  Junkyu yakin jika dia akan pergi keluar.

“Siapa yang mau menggodamu huh?!” Seru Junkyu marah sambil berusaha menutupi tubuh telanjangnya dengan kedua tangannya,  dan tentu saja hal itu sia-sia,  karena Jihoon masih bisa melihat dengan jelas tubuh indah yang kini telah dipenuhi oleh karyanya.

Jihoon menghendikkan bahunya singkat kemudian berjalan mendekati Junkyu.

Melihat Jihoon yang datang kearahnya,  Junkyu langsung memundurkan tubuhnya. Tapi sayang,  Jihoon lebih dulu menahan pinggangnya sehingga tubuh polosnya kini menempel sempurna dengan tubuh Jihoon.

“Yak lepaskan!” Pekik Junkyu murka.

Jihoon tidak peduli,  ia malah semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh polos Junkyu. Bahkan sebelah tangannya sudah menggerayangi bongkahan sintal miliknya.

“Aku sudah tahu semua hal tentang dirimu sekarang. ” ucap Jihoon tiba-tiba.

Junkyu mengernyit heran,  “Apa maksudmu?!”

Tanpa menjawab pertanyaan Junkyu,  Jihoon melanjutkan kata-katanya.

“Oleh karena itu,  aku mengubah keputusanku. “

Junkyu semakin dibuat tidak mengerti,  apa yang lelaki kejam ini ingin katakan sebenarnya.

“Mulai detik ini,  kau adalah milikku Kim Junkyu.”

Seperti biasa, Haruto kini tengah berada di padang rumput yang ditengah-tengahnya terdapat sebuah kotak surat untuk melakukan tugasnya. Haruto membuka kotak surat itu lalu mengeluarkan semua surat yang ada di dalamnya.

“Sudah kuduga kau berada disini tuan hantu!”

Haruto menolehkan kepalanya ke belakang lalu mendengus keras setelah melihat Junkyu berjalan menghampirinya sambil menuntun sepedanya.

“Mau apa kau kesini? Mau mengirim surat iblis itu lagi?” Tanya Haruto seraya memicingkan matanya curiga.

Junkyu menggelengkan kepalanya kuat, “Tidak. Lagipula percuma saja,  kau akan langsung membuangnya ke tempat sampah. ” Ucap Junkyu sambil mengerucutkan bibirnya.

“Lalu kau mau apa kesini?” Tanya Haruto yang masih sibuk dengan pekerjaanya.

Junkyu mengabaikan pertanyaan Haruto. Ia malah mengambil sebuah boneka badut merah dari dalam kotak surat lalu mendekapnya dengan erat.

“Oh!  Kau sudah memutuskan ingin berkerja denganku ya?” Selidik Haruto.

Junkyu mengibaskan tangannya pelan, “Hahaha tentu saja tidak.” Ucap Junkyu sambil tertawa sumbang. “Aku ingin mengajukan penawaran denganmu,  bagaimana kalau 50$ per jam?”

Haruto mendecih mendengar perkataan Junkyu.

“Aku tidak bisa memaafkanmu…. Aku benar-benar tidak bisa memaafkanmu. Kau bilang kau suka padaku. Apa itu bohong? Saat aku mendekati wajahmu, kau bilang padaku, kau sangat menyukaiku. Kau bilang kau rela jika dilempar ke lubang hitam.” Ucap Haruto dengan nada sedih dan marah yang terdengar sangat dibuat-buat.

Junkyu yang sedang memainkan boneka badut merahnya menoleh sinis ke arah Haruto. “Kau sedang membaca puisi,  atau membuat lirik lagu sih? Terdengar sangat mengerikan di telingaku. ” Cibir Junkyu.

Haruto tertawa dengan mata yang memicing tajam mendengar perkataan Junkyu. “Kau sudah lupa apa yang kau tulis sendiri di dalam surat iblis-mu itu?” Haruto balik bertanya.

Junkyu yang baru sadar mendelik murka dan menatap Haruto dengan nyalang, “Oh dasar!  Tidak lucu tahu!” Bentak Junkyu jengkel.

“Kau baru saja membentakku?!” Haruto menatap Junkyu dengan pandangan tidak percaya. “Karna kau membentakku,  maka aku akan menuntutmu lewat internet.”

Junkyu mendengus dengan keras, “Dasar hantu licik!” Gumam Junkyu kesal.

Junkyu mendudukan dirinya di bawah kotak surat itu sambil terus mendekap boneka badut yang tadi ia ambil.

Haruto ikut mendudukan dirinya disamping Junkyu,  ia mengambil sebuah kotak bekal makan siang dengan sepucuk surat terselip diatasnya dari dalam kotak surat lalu menaruhnya di hadapannya.

“Apa itu?” Tanya Junkyu dengan dahi berkerut.

“Kau tidak lihat?  Ini kotak bekal makan siang.” Balas Haruto ketus.

Junkyu memukul Haruto dengan boneka badut yang dibawanya, “Maksudku isinya?!”

“Isinya beberapa potong sushi dan telur dadar gulung. ” Ucap Haruto setelah membuka kotak bekal itu dan langsung menutupnya kembali.

Haruto mengambil surat yang terselip diatas kotak bekal itu lalu membukanya, “Ini dari seorang ibu yang kehilangan putrinya yang bernama Sieun saat usianya masih ber-umur 5 tahun.”

Junkyu langsung medekatkan tubuhnya dengan Haruto sambil berusaha mengintip isi surat yang sedang di pegang oleh Haruto.

“Jangan dekat-dekat!  Menjauh sana!  Nanti aku bacakan!” Seru Haruto kesal sambil mendorong-dorong tubuh Junkyu agar menjauh dari tubuhnya.

“Ish!  Dasar hantu pelit!” Junkyu beringsut mundur sambil mencebikkan bibirnya jengkel.

“Saat kau pergi, Ibu baru belajar memasak, kau pergi telalu cepat, jadi kau belum bisa merasakan enaknya masakan Ibu, apakah telur gulung buatan Ibu lebih enak dari telur gulung yang dulu?.. “ Haruto membacakan isi surat tersebut dengan penuh penghayatan,  sedangkan Junkyu yang berada disampingnya mendengarkan dengan hikmat.

“Sekarang Ibu sudah bisa membuat terlur gulung tanpa gosong lagi” Lanjut Haruto. Haruto menoleh ke arah Junkyu yang berusaha menahan air matanya, “Kau menangis ya?” Tanya Haruto sambil terkekeh geli.

Junkyu tidak menjawabnya,  ia memalingkan wajahnya kesamping agar Haruto tidak bisa melihat wajahnya yang memerah karna menangis.

“Ternyata benar kau menangis. Tapi sayang,  aku ini tukang pos surga,  bukan tukang jasa penghantar surga.” Ucap Haruto sambil membuka kembali kotak bekal itu.

“Kau akan memakannya?” Tanya Junkyu.

Haruto menganggukan kepalanya, “Tentu saja,  kalau disia-siakan sayang kan?  Nanti busuk. Aku akan merasa bersalah. “

Junkyu memperhatikan kotak bekal makan siang itu dengan penuh perasaan. “Kau mau coba?” Tawar Haruto.

Junkyu menganggukan kepalanya pelan,  “Iya,  aku mau coba.”

Haruto menyuapkan sepotong telur dada gulung kepada Junkyu. Junkyu memakan telur dadar gulung itu dengan perasaan haru,  bahkan ia kembali meneteskan air mata.

“Enak tidak?” Tanya Haruto.

Junkyu menganggukan kepalanya.

“Tidak keasinan?”

“Tidak. ” Jawab Junkyu sambil sebisa mungkin menahan tangisnya.

“Benarkah?” Haruto bangkit berdiri dan mendongakkan wajahnya kelangit. “Sieun-ah!!!” Teriak Haruto tiba-tiba.

Junkyu terlonjak kaget mendengar Haruto yang berteriak tiba-tiba seperti itu. “Apa yang kau lakukan?!”

“Sieun-ah!!! Telur gulung buatan ibumu sangat enak!!” Teriak Haruto lagi. Junkyu yang melihat kelakuan Haruto itu langsung menangis terisak-isak.

“Hiks.. Kenapa sedih sekali.” Ucap Junkyu sambil pelan.

Haruto memetik setangkai bunga liar lalu menaruhnya di atas kotak bekal makan siang itu.

“Apa yang kau lakukan?” Tanya Junkyu.

“Ini balasan dari Sieun untuk memberitahu Ibunya kalau dia sudah makan masakan Ibunya. ” Jawab Haruto.

“Tapi ini namanya bohong...” Ucap Junkyu pelan.

Haruto tertawa kecil mendengar perkataan Junkyu, “Memang iya, tapi tidak sepenuhnya bohong. Jika dia masih hidup, dia juga pasti akan melakukan ini.” Balas Haruto diplomatis.

Junkyu mengangguk-anggukan kepalanya mengerti, lalu ia merapikan bunga yang Haruto taruh di atas kotak bekal makanan Sieun.

“Jadi kau mau menerima perkerjaan ini?” Tanya Haruto.

Junkyu terdiam sesaat. Ia memasang wajah tampak berpikir lalu menolehkan wajahnya kembali menghadap Haruto. “Boleh aku bertanya sesuatu?”

“Tanyakan saja.” Balas Haruto seraya menganggukan kepalanya.

“Apa gajinya benar 10$ per jam?” Tanya Junkyu dengan nada polosnya.

Haruto tampak berpikir sejenak lalu menganggukan kepalanya. “Iya.”

“Apa aku boleh mengambil cuti jika sedang ada keperluan mendadak?” Tanya Junkyu lagi.

Haruto kembali menganggukan kepalanya, “Boleh saja. “

“Apakah aku akan mendapat bonus jika berkerja dengan baik?”

Haruto mulai tampak kesal mendengar pertanyaan Junkyu yang terdengar seperti permintaan itu,  “Iya,  kau akan dapat bonus dari ku jika kau berkerja dengan baik!”

“Benarkah?! Kau tidak membohongiku kan?”

Haruto kembali menganggukan kepalanya.

Melihat hal itu, Junkyu tersenyum senang lalu ia bangkit berdiri dan memperkenalkan diri, “Perkenalkan!  Namaku Kim Junkyu. Mohon bimbingannya!”

Haruto tertawa geli melihat kelakuan Junkyu, “Namaku Haruto! Ayo berkerja keras!” Balas Haruto. Lalu kemudian mereka berdua tertawa.

.

.

.

.

.

.

. Tbc