“Kim Junkyu,  21 tahun. Hidup sebatang kara di Seoul karena kedua orang tuanya telah meninggal dunia, kemudian jatuh miskin akibat pengkhianatan yang dilakukan pamanmu sehingga membuat perusahaan milik keluargamu bangkrut. Kau hanya lulusan SHS,  dan bekerja sebagai bartender di bar milik Hyunsuk untuk membiayai hidupmu dan membayar sewa flat yang sekarang kau tinggali. Oh!  Sungguh menyedihkan. “

Junkyu memicingkan matanya menatap kearah Jihoon yang duduk di hadapannya dengan tajam. Dirinya benar-benar tak menyangka jika Jihoon akan mencaritahu tentang dirinya sampai se-detail itu.

Tapi Junkyu sedikit banyak bersyukur,  karena Jihoon tidak sampai 'benar-benar' mengetahui semuanya.

“Sangat memprihatinkan. ” Jihoon mengatakannya dengan nada meremehkan yang terdengar sangat menjengkelkan di telinga Junkyu.

Sabar Junkyu,  kau harus bisa mengendalikan emosimu.

“Walaupun hidupku menyedihkan,  aku tidak akan sudi terperangkap disini bersamamu!  Sekarang biarkan aku pergi! “

“Silahkan pergi jika kau bisa. “

Junkyu menghela nafasnya pelan,  “Katakan padaku,  sebenarnya apa salahku padamu huh?!”

Jihoon bangkit dari tempat duduknya lalu berjalan kearah Junkyu. Melihat itu,  Junkyu langsung beringsut mundur seraya mencengkram ujung sweater yang kini tengah ia kenakan.

“Jangan kemari!” Teriak Junkyu sambil menunjuk-nunjuk Jihoon dengan jari telunjuknya.

Jihoon hanya cuek mendengar teriakan Junkyu,  teriakan cemprengnya itu bukan apa-apa lagi bagi Jihoon.

Jihoon mendudukan diri disebelah Junkyu,  kemudian menarik tubuh lelaki manis itu agar terduduk di pangkuannya.

“Sebenarnya aku juga tahu jika kau mempunyai adik yang berada di Gwangju.” Bisik Jihoon di telinga Junkyu.

Jihoon menyeringai, dapat ia rasakan tubuh lelaki manis itu seketika menegang diatas pangkuannya.

“Adikmu itu.... Berada di rumah sakit bukan?”

Jihoon tersenyum puas didalam hati melihat wajah Junkyu yang nampak terkejut bukan main.

“Jika kau menolak, bisa kupastikan kau akan kehilangan satu-satunya keluargamu yang berada di dunia ini. “

Junkyu menengguk ludahnya kasar. Dirinya tidak tahu harus mengatakan apa, iblis ini menggunakan adiknya untuk menahannya di sini?

Tanpa sadar Junkyu mulai menitikkan air mata,  dirinya menangis. Menangis sambil menatap Jihoon dengan tajam. Tatapan yang penuh kebencian yang tidak tanggung-tanggung.

Tangannya merambat keleher Jihoon,  ia marah,  marah sekali.

Jihoon yang merasa tangan Junkyu naik ke lehernya hanya bisa tersenyum sinis,  “Kau ingin mencekikku?” Tanyanya dengan senyum culas.

Air matanya semakin turun dengan deras,  membasahi pipi Junkyu yang sudah memerah parah karena amarah.

“Dasar iblis. ” desis Junkyu pelan.

Jihoon menatap Junkyu sinis. Tangan Jihoon yang semula mencengkram pinggang Junkyu,  naik meraih dagu lelaki manis itu, “Jadilah penurut dan ikuti semua keinginanku.”

Setelah mengatakan itu,  Jihoon langsung melumat bibir Junkyu dengan kasar. Menghisap,  dan menggigiti benda kenyal itu dengan tergesa.

Junkyu meremas bahu Jihoon dengan kuat,  berusaha menahan diri agar tidak terbuai dengan ciuman memabukkan itu.

Jihoon memiringkan kepalanya dan menekan tengkuk Junkyu supaya bisa memperdalam ciumannya.

“Urhhmm!” Junkyu melenguh tertahan saat Jihoon mulai menelusupkan lidahnya,  membelit dan mengoyak habis rongga mulutnya dengan sangat memaksa.

Junkyu kewalahan,  asupan oksigen di paru-parunya kian menipis.

Jihoon melepaskan tautannya pada bibir Junkyu,  menatap ke arah lelaki manis itu dengan pandangan datar.

“Buat apa kau menangis hm?” Jihoon menghapus air mata di pipi Junkyu. “Aku membuat hidupmu lebih mudah Kim Junkyu. Bukannya seharusnya kau berterimakasih padaku?”

Junkyu mengepalkan tangannya erat, rasanya “Aku bahkan tak mengenal dirimu.” desis Junkyu.

Jihoon mendengus kemudian tertawa sinis,  “Apakah itu penting sekarang?” Jihoon kembali memajukan wajahnya dan melumat singkat bibir lelaki manis itu yang kini masih terduduk di pangkuannya. Mata elangnya menatap Junkyu lurus, “Yang jelas sekarang kau adalah miliku. Milik seorang Park Jihoon. “


Jihoon sedang duduk di kursi belakang mobilnya dengan Yoonbin yang mengemudi,  saat ini mereka sedang dalam perjalanan menuju perusahaan.

“Tuan,  tadi pagi tuan Hyunsuk menelpon. ” tukas Yoonbin memecah keheningan.

“Apa katanya?” Balas Jihoon tanpa mengalihkan pandangannya dari pemandangan luar yang ia lihat melalui jendela.

“Dia menanyakan Kim Junkyu. “

Jihoon menolehkan kepalanya ke depan dan menatap Yoonbin dari kaca spion,  “Lalu kau jawab apa?”

“Aku menjawab seperti yang tuan suruh,  jika tuan akan mengambil Kim Junkyu. “

Jihoon tersenyum puas,  “Bagus. “

“Tapi tuan, “

“Apa?”

“Tuan Hyunsuk tidak mengizinkannya. “

Jihoon menaikan sebelah alisnya,  “Apa katamu?!” Sentak Jihoon.

“Tuan Hyunsuk mengatakan,  jika dia tidak bisa memberikan Kim Junkyu untukmu. Kau bisa memilih yang lain, asal bukan Kim Junkyu. ” Yoonbin tetap tenang saat mengatakannya,  tak terpengaruh dengan aura mencekik yang menguar dari tubuh Jihoon yang tengah duduk di belakangnya.

Jihoon mendecih pelan, “Cih,  dia tidak bisa mengaturku.”

Hyunsuk pikir siapa dia?  Apakah lelaki itu lupa siapa yang membantunya mendirikan bar miliknya hingga menjadi sesukses sekarang?  Tentu saja dirinya!

“Menurutku,  lebih baik kita kembalikan saja Kim Junkyu kepada tuan Hyunsuk. Kau bisa memilih yang lain tuan. ” ujar Yoonbin memberi saran.

“Tidak. ” tolak Jihoon cepat. “Aku hanya mau Kim Junkyu.”

Yoonbin mengerutkankan keningnya,  “Kenapa tuan sangat menginginkan lelaki itu?  Dia bukanlah lelaki penghibur kelas atas seperti yang biasa tuan gunakan?  Dia hanya seorang bartender muda. “

Jihoon menyeringai aneh mendengar pertanyaan Yoonbin,  “Yah.. Dia memang bukan jalang kelas atas,  dan hanya seorang bartender. Tapi aku sangat menyukainya. Rasanya berbeda saat melakukan dengannya. ” balas Jihoon sambil menyilangkan tangannya di depan dada.

Yoonbin semakin merasa heran. Selama beberapa tahun ia mendampingi Jihoon,  tidak pernah tuan-nya itu bersikap seperti ini. Tuannya tidak pernah mau 'memakai' seseorang lebih dari satu kali.

“Lagipula,  aku adalah yang pertama baginya.”

Jihoon dapat melihat mata Yoonbin sedikit melebar dari kaca spion,  “Maksud tuan dia masih.. “

“Iya,  dia pertama kali melakukan seks denganku. Sangat tidak disangka untuk ukuran lelaki manis yang berkerja di bar bukan?” Ucap Jihoon sambil terkekeh.

“Jadi tuan menyukainya karena tuan adalah yang pertama?” Tanya Yoonbin.

Jihoon tertawa pelan,  “Kurang lebih begitu,  tapi aku lebih menyukai sesuatu yang lain dari dirinya. “

“Sesuatu yang lain?”

“Iya, ” Jihoon menganggukan kepalanya singkat. “Sesuatu yang lain. ” ucap Jihoon.

“Sesuatu yang sangat aku sukai, tubuhnya.”


Junkuu berjalan mondar-mandir dengan gelisah di dalam kamar yang Jihoon siapkan khusus untuknya.

“Aku harus bisa pergi dari sini. ” gumam Junkyu,  “Tapi bagaimana caranya?!”

Junkyu menatap kesepenjuru kamar,  tidak ada jalan untuk melarikan diri.

Semua akses masuk dan keluar dari kamar ini terkunci. Lelaki jahat itu benar-benar tidak membiarkan ia pergi.

Junkyu menyerah, kepalanya terasa pusing karena terlalu banyak ia paksa untuk berpikir.

“Apa aku bunuh diri saja ya?” Junkyu menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang. Mata jernihnya menatap lurus ke langit-langit kamar yang baru ia sadari ternyata dipenuhi oleh lukisan awan-awan.

“Tidak,  jangan bodoh!” Junkyu menggeleng-gelengkan kepalanya dengan kuat. “Jika kau mati,  Junghwan hanya sendiri di dunia ini. “

Junkyu menarik nafas dalam, ingatan dimana saat kedua orang tuanya meninggal,  pengkhianatan pamannya,  dan adiknya yang dibawa ke rumah sakit berputar otomatis di kepalanya.

“Kenapa hidupku sangat menyedihkan begini. ” lirih Junkyu pelan.

Tiba-tiba saja terdengar suara kunci pintu yang sedang dibuka.

Junkyu segera mendudukan dirinya dan menatap khawatir kearah pintu. Takut jika lelaki iblis itu kembali.

“Maaf mengganggu tuan,  saya hanya ingin mengantarkan makan siang. “

Junkyu menghela nafas lega,  ternyata salah seorang pelayan Jihoon yang datang.

“Terimakasih,  tapi kau tidak perlu memanggilku tuan. Panggil saja aku Junkyu. “

Pelayan itu tersenyum tipis,  “Tidak tuan,  tuan Jihoon akan marah jika tahu nanti. “

Junkyu mendengus keras,  “Baiklah kalau begitu. ” singutnya kesal.

“Oh iya,  biasanya jam berapa Jihoon akan kembali dari bekerja?” Tanya Junkyu.

“Biasanya tuan Jihoon akan kembali pukul sembilan malam tuan. ” balas pelayan itu sembari meletakkan makanan yang ia bawa di atas meja.

Junkyu mengangguk-anggukan kepalanya mengerti,  jika Jihoon pulang semalam itu,  berarti ia masih memiliki waktu untuk kabur sebelum lelaki jahat itu kembali. Tapi bagaimana caranya?

“Kalau begitu aku pergi dulu tuan. “

“Eh tunggu!”

Junkyu menatap ke arah si pelayan yang sudah memegang knop pintu,  “Apa kau akan menguncinya lagi?” Tanya Junkyu yang langsung diangguki oleh pelayan itu.

Junkyu menghembuskan nafas kasar,  wajahnya sudah memasang raut seperti ingin menangis. Junkyu melangkahkan kakinya mendekati pelayan itu lalu tiba-tiba berlutut di hadapannya. Membuat pelayan itu terkejut bukan main.

“T-tuan?!”

“Kumohon... Kumohon bantu aku..”