Junkyu memundurkan tubuhnya kebelakang beberapa langkah saat melihat sosok yang ia hindari mati-matian selama 6 tahun ini bangkit berdiri dari duduknya dan perlahan berjalan kearahnya.
Jihoon? Benarkah sosok itu adalah Jihoon? Sahabat sekaligus cinta pertamanya 6 tahun yang lalu? Junkyu merasa setetes air mata membasahi pipinya, dirinya tanpa sadar menangis.
Ryujin menatap Junkyu dan atasannya bergantian, tidak mengerti dengan apa yang sebenarnya terjadi sekarang.
“Tinggalkan kami.”
Ryujin tersentak saat mendengar suara sang atasan yang sarat emosi. Tanpa disuruh dua kali, Ryujin segera meninggalkan ruangan itu.
“Kim Junkyu? Ini benar-benar kau?” Jihoon semakin melangkahkan kakinya mendekati Junkyu yang terus mundur kebelakang.
“Berhenti! Jangan melangkah lagi!”
Junkyu memegang dadanya yang kembali berdenyut perih, ia meletakkan bunga anyelir yang ada ditangannya ke atas sebuah meja kecil yang tak berada jauh dari tempatnya berdiri, “Ini bungamu. A-aku pergi.”
Junkyu berjalan cepat menuju pintu, tapi Jihoon sudah lebih dulu mencekal tangannya. Junkyu terkesiap, matanya membulat menatap Jihoon yang kini tengah memipitnya di tembok dengan pandangan panik, “Apa yang kau lakukan? Minggir!”
Jihoon tidak bergeming, iris cokelat gelap itu menatap Junkyu lamat, “Kemana saja kau selama ini?”
Junkyu membalas tatapan tajam Jihoon dengan tidak kalah tajam, “Aku tidak pergi kemanapun.” Balas Junkyu.
Jihoon tetap menatap Junkyu tanpa ekspresi yang berarti, “Kau marah padaku?”
Ya! Aku marah padamu! Sangat! Jerit Junkyu di dalam hatinya.
“Tidak.” Ucap Junkyu, “Sekarang minggir, aku ingin pergi.”
“Bohong.”
Junkyu mengernyit tidak mengerti, “Apa masalahmu?!”
“Kau marah padaku.”
Junkyu mendorong tubuh Jihoon kuat, tapi hebatnya Jihoon tidak bergeming sama sekali, “Aku tidak marah padamu!”
Jihoon menatap Junkyu tajam, “Kalau begitu buktikan.”
“Buktikan? Apa yang perlu aku buktikan?! Aku tidak marah padamu sama sekali, jadi sekarang bisakah kau minggir, aku ingin pergi!”
“Buktikan bahwa kau tidak marah padaku.” Jihoon masih kekeuh dengan perkataan tidak masuk akalnya, membuat Junkyu menghela napas kasar.
“Apa?! Bagaimana membuktikan kalau aku tidak marah padamu?!”
“Buktikan, bahwa kau tidak marah padaku. Ayo tidur denganku.”
Plak!
Junkyu memasang wajah terkejut, sangking terkejutnya sampai tangannya sendiri tanpa sadar menampar wajah Jihoon dengan keras. Junkyu merasa Jihoon sudah berubah menjadi sinting setelah 6 tahun tidak bertemu.
“Kau tidak waras.” Junkyu kembali mendorong tubuh Jihoon yang sedang mematung karena baru saja ia tampar dengan kuat.
“Kau benar-benar tidak waras Park Jihoon.” Desis Junkyu. Ia menatap Jihoon tajam sebelum berbalik pergi dari tempat ini sebelum ia benar-benar ikut menjadi sama tidak warasnya dengan Jihoon.
6 tahun tidak bertemu, dan hal yang pertama dibahas Jihoon adalah tidur bersama. Sopan kah begitu?!
Jihoon menatap punggung sempit Junkyu yang sudah menghilang dari balik pintu ruangannya dengan pandangan sedih. Dan terjadi lagi, Jihoon membiarkan Junkyu pergi darinya sekali lagi.
.
.
Junkyu kembali ke toko bunganya dengan perasaan campur aduk. Bertemu Jihoon adalah satu-satunya hal yang paling dirinya takutkan selama ini. Tidak pernah terbesit di dalam benaknya bahwa ia akan melihat wajah lelaki yang begitu ia cintai lagi.
Junkyu memasuki ruangannya lalu tubuhnya merosot kelantai tepat setelah ia mengunci pintu. Tangisnya seketika langsung pecah, isakan kecil lolos dari bibirnya.
Jeongwoo dan Junghwan yang mendengar suara samar tangisan milik sang bos hanya bisa bertukar pandang khawatir.
“A-apa yang harus ku-kulakukan?” Junkyu memukul dadanya yang kembali terasa nyeri, perasaan gila yang sudah ia coba hilangkan mati-matian dari dalam hatinya mendadak menyeruak kembali dengan tidak begitu sopannya.
“Bos? Kau baik-baik saja?” Jeongwoo memberanikan diri mengetuk pintu.
“Bos maafkan kami.” Lirih Junghwan yang merasa jika Junkyu pasti habis mengalami sesuatu hal yang buruk di perusahaan tempat Junkyu mengantar bunga anyelir itu. Dan Junghwan merasa itu semua adalah salahnya.
Tidak ada balasan dari Junkyu, membuat wajah kedua pegawai itu tampak muram.
“Bos..”
Tiba-tiba pintu terbuka, lalu terlihat wajah Junkyu yang tersenyum dengan mata sembab dan hidung memerah.
“Aku tidak apa-apa.” Ucap Junkyu sambil tersenyum.
“Bos menangis?” Tanya Jeongwoo.
Junkyu menggeleng, “Aku melihat cuplikan drama True Beauty saat diperjalanan dan merasa sedih karena adegan Han Seo Jun banyak yang di ubah dan tidak sama seperti webtoon.” Balas Junkyu asal.
Junghwan langsung melebarkan matanya, “Episode terbarunya sudah tayang bos?!”
Junkyu mengangguk, “Ya, jangan ditonton. Tidak baik untuk tim Seojun sepertimu.”
Junghwan langsung mengerucutkan bibirnya, “Aku tim ganda putra bos, alias tim Suho-Seonjun. Jukyung tidak jelas.”
Junkyu tertawa mendengar apa yang Junghwan katakan lalu menepuk pundak kedua pegawainya itu pelan, “Karena moodku sedang tidak baik, ayo kita tutup toko ini lebih awal.”
Junghwan dan Jeongwoo seketika menatap Junkyu dengan pandangan heran sekaligus tak percaya. Ditatap seperti itu oleh kedua pegawainya membuat Junkyu mengernyit bingung, “Apa? Kenapa? Kenapa kalian menatapku begitu?”
“Tutup toko lebih awal? Apa aku tidak salah dengar?” Tanya Jeongwoo.
“Tidak. Ayo kalian bersiap untuk pulang.”
Jeongwoo dan Junghwan saling berpandangan seakan tengah berbicara satu sama lain memalui batin. Menurut mereka sangat aneh, karena tidak perduli apapun yang terjadi, Junkyu tidak pernah membiarkan toko bunga ini tutup lebih awal.
Meskipun ada kecelakaan maut yang membuat kaca toko mereka pecah bulan lalu, kebakaran di gedung yang berada tepat disamping toko ini dua minggu yang lalu, atau hujan badai yang menerbangkan beberapa atap kedai kecil satu minggu yang lalu. Junkyu tidak pernah mau menutup kedainya lebih awal.
“Berhenti menatapku begitu, sekarang bereskan barang-barang kalian lalu pulang!”
Junghwan dan Jeongwoo ingin melayangkan protes, tapi Junkyu sudah lebih dulu memelototi kedua pegawainya itu. Membuat mereka berdua tak ada pilihan lain selain segera berganti pakaian lalu pulang.
Junkyu menghela napas kasar setelah melihat kepergian kedua pegawainya itu. Ia menutup pintu tokonya lalu menelpon seseorang.
“Hey? Kau sibuk? Ayo minum.”
.
.
.
“Aku bertemu Jihoon tadi pagi.”
“Uhukk!” Yoshi yang sedang meminum jus jeruknya seketika tersedak saat mendengar perkataan Junkyu, “Jihoon cinta pertamamu yang pernah kau ceritakan itu? Serius?!”
Junkyu menganggukkan kepalanya lemas, “Ya. Mimpi burukku benar-benar terjadi.” Junkyu membuka sebotol soju lalu menenggaknya begitu saja.
Yoshi meringis pelan, pantas saja sahabatnya ini meminta ditemani minum padahal masih tengah hari.
Yoshi merebut botol soju yang ada ditangan Junkyu lalu menatap sahabatnya itu dengan pandangan lembut, “Kau baik-baik saja?” Tanya Yoshi khawatir.
Junkyu terkekeh pelan lalu mengusap wajahnya kasar, “Mana mungkin aku baik-baik saja?”
Yoshi menghela napas panjang, “Hahhh kau benar, mana mungkin kau baik-baik saja. Ayo minum lagi.” Yoshi menuangkan soju ke dalam gelas lalu menyodorkannya pada Junkyu.
“Kau tak minum?” Tanya Junkyu heran.
“Aku minum jus jeruk saja. Ini masih siang, aku tidak mau pulang dalam keadaan mabuk disiang bolong.” balas Yoshi.
Junkyu hanya mengangukkan kepalanya kemudian mengambil gelas yang disodorkan Yoshi lalu menenggakaknya hingga tandas, “Bajingan itu.. ” desis Junkyu pelan.
“Sekarang apa rencanamu?” Tanya Yoshi.
Junkyu menghendikkan bahunya pelan, “Tentu saja aku akan pindah.”
“Kenapa?”
Junkyu mendengus pelan, “Menurutmu?” Junkyu kembali menenggak minumnya, “Aku tidak bisa melihat Park Jihoon lagi.”
Yoshi tersenyum lalu menepuk pelan punggung tangan Junkyu yang ada diatas meja, “Apapun keputusanmu, aku akan selalu mendukungmu. Permintaanku hanya satu, jangan menyesal dan jangan sampai kau terluka lagi.”
Junkyu tersenyum lalu menatap Yoshi yang kini tengah tersenyum juga, “Itu dua, bukan satu.”
Yoshi tertawa, “Benarkah?”
Junkyu ikut tertawa, “Dasar bodoh.”
Tanpa terasa mereka sudah berbincang cukup lama, Junkyu sudah mabuk berat dan Yoshi terus ditelpon oleh pegawainya agar segera kembali keperusahaan.
“Kyu! Bangun! Aku pulang dulu.” Yoshi mengguncang pundak Junkyu yang kini tengah bersandar pada sofa setengah sadar.
“Oh?? Kau sudah mau pulang??” Tanya Junkyu dengan suara khas orang mabuk.
Yoshi mengangguk, “Kau mau disini saja apa aku antar ke apartemenmu?”
“Aku disini saja.” Balas Junkyu dengan mata terpejam.
“Oke, kalau begitu aku pergi dulu.” Yoshi mengusap surai madu milik sahabatnya itu pelan lalu beranjak pergi.
Junkyu mencoba bangkit berdiri untuk berjalan menuju ruangannya, namun tiba-tiba gerakannya terhenti saat mendengar suara gedoran pintu dari luar tokonya.
Dengan kesadaran yang hanya tinggal seperempat, Junkyu berjalan menuju pintu yang semakin digedor dengan tidak manusiawi.
Junkyu membukakan pintu, “Ya! Yoshinori kau kembali lagi? kenapa kau harus menggedor pintu seperti it-”
“Siapa Yoshinori?”
Deg!
Secara ajaib, kesadaran Junkyu yang nyaris sirna mendadak kembali saat mendengar suara dingin yang amat Junkyu kenali. Mata bulat yang mulanya sayu kini telah melebar sempurna karena terkejut dengan apa yang kini ia lihat.
“Park Jihoon? A-apa yang kau lakukan disini?”
Jihoon menatap Junkyu tajam. Wajahnya tanpa ekspresi namun Junkyu bisa merasakan aura kemarahan memancar dari matanya, “Aku tanya, siapa Yoshinori?”
.
.
.
Tbc