BRAKKK!!
“PAPA!!”
Junkyu yang sedang serius memasak makan malam tersentak kaget mendengar jeritan super melengking disertai suara pintu yang dibanting dengan kuat.
Terlihat seorang balita kecil berusia 5 tahun berjalan dengan kaki dihentak-hentakkan marah menghampiri sosok manis yang baru saja ia panggil Papa.
“Oh, anak papa sudah pulang main?”
Iya, anak. Beberapa tahun yang lalu Junkyu berhasil mempertahankan hubungannya dengan suaminya, Park Jihoon sampai dengan pelaminan.
Perjalanan cinta mereka yang begitu ekstrem karena terdapat banyak sekali tikungan tajam, tanjakan maut, turunan curam serta kerikil-kerikil kecil yang menusuk di sepanjang jalan akhirnya dapat mereka menangkan. Membuat ia dapat menikah dengan Park Jihoon, seorang lelaki tampan yang berasal dari keluarga kaya raya yang hartanya bisa bertahan sampai tujuh turunan dan sembilan tanjakan -intinya kaya sekali.
Dan setelah menikah, mereka berdua langsung dihadiahi malaikat kecil yang mereka namai Park Junghwan.
“Papa..” Junghwan memanggil sang papa dengan suara lebih pelan, “Uwan mau adik.”
PRANGG!!
Wajan anti gosong yang hendak Junkyu cuci seketika jatuh mengenaskan, suaranya menambah kesan dramatis yang mendukung betapa terkejutnya perasaan Junkyu mendengar permintaan sang buah hati.
“Ehh??!”
Junghwan mengerucutkan bibirnya lalu menundukkan kepalanya, “Uwan mau adik! Semua teman Uwan punya adik.”
Junkyu menghela nafas pelan, setelah rasa terkejutnya sedikit hilang, ia berjalan menghampiri sang anak, “Junghwanie.. tidak mau meminta yang lain saja?”
Wajah sang anak semakin muram, “Tidak mau yang lain. Maunya adik.” Lirih sang anak.
Junkyu memijat kepalanya pusing. Junkyu tahu mungkin anaknya ini kesepian, tapi meminta adik benar-benar diluar perkiraan Junkyu.
“Daddy kan kaya. Minta Daddy belikan Uwan adik pa..”
Junkyu meringis, anaknya ini benar-benar tidak tahu sebenarnya apa yang dia pinta ternyata. Mana bisa membeli adik?
“Tidak bisa begitu sayang... adik tidak bisa dibeli, tapi dibuat.”
“Oh berarti minta Daddy buatkan adik untuk Uwan ya..”
Celakalah kau Junkyu, apa yang baru saja kau katakan?
Junkyu tertawa sumbang, “Iya-iya, nanti papa coba bicarakan dengan Daddy ya.” Ucap Junkyu seraya mengusap kepala sang anak pelan.
“Aku pulang..”
Suara yang sangat mereka kenal terdengar dari arah pintu apartemen, Junghwan dengan kecepatan tinggi segera berlari ke arah pintu menghampiri sumber suara.
“Daddy sudah pulang!!!” Seru Junghwan riang lalu memeluk sang Daddy.
Jihoon terkekeh pelan mendapat serangan mendadak dari buah hatinya. Ia melepaskan pelukan Junghwan lalu menggandeng sang anak untuk masuk ke dalam rumah.
“Kau sudah pulang?” Junkyu menghampiri suaminya lalu dengan sigap mengambil tas kerja yang ada di tangan kirinya.
Jihoon tersenyum lalu mencium pipi Junkyu pelan, “Aku rindu padamu.”
Junkyu menatap sang suami yang terlihat begitu mengenaskan dengan prihatin. Dasi yang miring kemana-mana, kemeja yang menyembul serta jas yang sudah kusut. Jihoon terlihat seperti baru saja keluar dari badai.
“Kau terlihat sangat berantakan, aku akan siapkan air untukmu mandi.”
Jihoon tersenyum, “Terimakasih my kyu.”
Junkyu berbalik pergi menuju kamar mandi. Meninggalkan Jihoon dan Junghwan berdua.
“Daddy..” panggil Junghwan.
Jihoon menoleh menatap sang anak. Jihoon sedikit terkejut melihat mata sang anak yang begitu berbinar seperti mata Junkyu jika ingin meminta uang.
“Ada apa?” Tanya Jihoon was-was.
“Uwan mau minta sesuatu boleh tidak?”
“Minta apa?” Jihoon bertanya seraya berjalan menuju ruang dapur, hendak mengambil minuman dingin.
“Uwan minta adik.”
Gubrak!
Jihoon menabrak lemari karena berbelok lebih cepat dari yang seharusnya. Padahal belokannya masih beberapa centi lagi didepan.
“Junghwan mau minta apa??” Tanya Jihoon sedikit panik.
“Uwan mau adik! Kata papa harus bilang daddy dulu!”
Duh gusti, bukan seperti itu maksud papa-mu Junghwan.
Jihoon tersenyum, tidak, lebih tepatnya menyeringai. “Tentu saja Daddy akan berikan adik untuk Uwan.”
Kan, Jihoon yang jadi kesenangan.
Mata Junghwan semakin berkilau karena bahagia, “Daddy tidak berbohong kan?”
“Daddy mana pernah berbohong pada Junghwanie? Tapi Junghwanie harus menunggu agak lama.”
Mendengar perkataan sang Daddy, senyum di wajah Junghwan berubah menjadi kernyitan heran, “Kenapa begitu?”
Jihoon menggaruk tengkuknya sedikit bingung, “Karena adik tidak bisa langsung jadi.”
Junghwan memiringkan kepalanya sedikit tanda jika bocah kecil itu masih tidak mengerti.
“Ya pokoknya begitu. Junghwanie harus sabar ya.”
“Tapi!–”
“Kalau tidak mau menunggu ya tidak bisa punya adik. Junghwanie mau punya adik atau tidak?”
“Ya mau!”
“Kalau begitu tunggu oke!”
“Sayang!! Airnya sudah siap.”
Jihoon mengusak rambut sang anak pelan, “Daddy mandi dulu, nanti kita main sama-sama.”
Jihoon berjalan menuju kamar mandi meninggalkan sang anak yang masih berdiri dengan ekpresi tak puas. Hmm tapi sudahlah, yang terpenting Daddy-nya mau memberikannya adik, ia hanya perlu menunggu saja dengan sabar. Batin Junghwan.
.
.
Junkyu yang baru saja masuk ke dalam kamarnya setelah berhasil menidurkan sang anak memekik kaget karena tubuhnya tiba-tiba saja melayang.
“Park Jihoon!”
Jihoon tersenyum melihat Junkyu kini sudah tergeletak diatas ranjang tepat di dalam kungkungannya.
“Tadi Junghwan minta sesuatu padaku..”
Glek!
Junkyu menengguk ludahnya dengan susah payah mendengar perkataan sang suami. Apa anaknya itu mengatakan keinginannya untuk mempunyai adik kepada Jihoon juga? Jika iya bisa gawat. Junkyu tidak yakin Jihoon akan membiarkannya lolos kalau sudah begini.
“Ahh.. itu... ” Junkyu memalingkan wajahnya kesamping, walaupun sudah menikah bertahun-tahun, Junkyu masih sangat merasa gugup bila ditatap dengan begitu intens oleh Jihoon.
“Kasihan anak kita, wajahnya sangat memelas saat meminta adik kepadaku tadi.” Ucap Jihoon hiperbola.
“B-benarkah?” Balas Junkyu gugup.
“Kenapa tidak kita berikan saja?”
“Akhhh!”
Junkyu melenguh saat merasa lidah hangat suaminya menyapu lehernya. Tanpa sadar, Junkyu mendongakkan kepalanya memberikan Jihoon akses lebih untuk menjelajahi leher putihnya.
“Apa kau tidak mau?” Jihoon menyusupkan tangannya ke dalam piyama Junkyu.
“B-bukan begitu.. tentu saja aku mau..” Junkyu memeluk leher Jihoon dan mengacak rambut suaminya itu dengan pelan.
Mendengar persetujuan Junkyu, Jihoon semakin kesenangan.
Dengan kecepatan sinyal 4G LTE, ia segera melucuti pakaian kesayangannya itu sampai tidak tersisa sehelai benangpun yang menutupinya.
Jihoon memandang wajah sang Istri yang bersemu merah karena malu. Jihoon memajukan wajahnya dan mengecup daun telinga Junkyu pelan, “Aku sudah tidak tahan sayang.”
Junkyu tersenyum, “Kalau begitu apa yang kau tunggu?”
Jihoon menyeringai, waktunya makan...
.
.
.
Omake:
Jihoon melirik kesamping, menatap sang anak yang sedari tadi menatapnya dengan tatapan aneh.
“Junghwanie kenapa?” Tanya Jihoon penasaran.
“Daddy..”
“Iya?” Sahut Jihoon seraya fokus pada jalanan.
“Tadi malam Daddy sama Papa lagi apa sih? Kok Daddy gigit leher papa?”
Ckittttt!!
Jihoon langsung mengerem mendadak mobilnya saat mendengar pertanyaan sang Anak.
“I-itu..”
Sepertinya Jihoon akan dimarahi Junkyu habis-habisan setelah ini. Salahkan saja dirinya yang main gendong Junkyu tanpa memperhatikan pintu kamar mereka yang sudah terkunci rapat atau belum.
.
.
.
End:)