Junkyu hanya bisa mengigit kukunya gelisah seraya menatap ke arah Jihoon yang kini tengah berjalan mengamati kamar asramanya.
Junkyu benar-benar tidak habis pikir, dari seluruh mahasiswa yang ada di universitas ini, kenapa Jihoon lah yang harus menjadi teman sekamarnya?!
“Jadi, aku harus tinggal di tempat seperti ini?” Jihoon meletakkan tasnya di lantai lalu duduk di kursi meja belajar Junkyu, “Denganmu?” Lanjut lelaki itu dengan nada meremehkan.
Junkyu langsung melotot kesal merasa tersinggung dengan perkataan Jihoon yang seolah-olah keberatan dengan kebaradaannya di kamar asrama ini. Memangnya dia pikir Junkyu mau satu kamar dengan seorang mesum seperti Jihoon?!
Sudah membenci tanpa sebab, bisanya hanya mengucapkan kata-kata jahat, dia jadi manusia juga tidak ada bagus-bagusnya sama sekali, harusnya Junkyu yang keberatan!
Jihoon tertawa sinis melihat eskpresi Junkyu yang seperti mendumal sendiri di dalam kepalanya, “Kau pasti sedang menyumpahiku di dalam kepalamu itu.”
Junkyu tersentak mendengar perkataan Jihoon, refleks ia langsung menggeleng, “Ti-tidak!” Sergah Junkyu cepat. Walaupun Junkyu kesal setengah mati, dan ingin setidaknya melayangkan satu pukulan di wajah menyebalkan Jihoon, Junkyu sebenarnya juga sangat takut.
Junkyu takut Jihoon melakukan macam-macam padanya.
“Jika kau tak suka satu kamar denganku, kau bisa minta kepala asrama untuk pindah kamar.” Ucap Junkyu sambil menatap ke arah lain.
Jihoon menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi lalu bersedekap dada, “Tidak mau.” Jihoon menatap Junkyu dengan tajam, membuat yang ditatap merasa gelisah seketika.
“La-lalu maumu apa?! Aku yang pindah begitu?!” Sentak Junkyu kesal, wajahnya mulai memerah karena sungguh, berbicara dengan Park Jihoon benar-benar mengaduk emosinya.
Jihoon tertawa lalu memiringkan kepalanya, “Sepertinya ide yang bagus.”
Junkyu mengepalkan tangannya erat lalu berbaring ke atas ranjangnya dan menutup seluruh tubuhnya dengan selimut. Berbicara dengan Park Jihoon benar-benar sangat melelahkan dan membuat darah tinggi.
“Ya! Aku tidur di ranjang bawah, kau diatas!” Ucap Jihoon.
“Aku dari dulu sudah tidur di bawah! Kau pendatang baru tidur di atas!” Balas Junkyu dari dalam selimutnya. Rasa takut Junkyu pada Jihoon perlahan-lahan menghilang dan berubah menjadi rasa kesal.
Jihoon berdecak tidak percaya lalu segera berjalan kearah Junkyu.
“Aku tidur dibawah.” Jihoon menendang-nendang pelan tubuh Junkyu dengan kakinya, tapi Junkyu tidak bergeming sama sekali.
“Ya! Kim Junkyu!”
Melihat masih tak ada respon, Jihoon mendengus keras lalu tiba-tiba membaringkan tubuhnya disebelah Junkyu. Refleks, Junkyu segera menyibak selimutnya dan bangkit terduduk, “KENAPA KAU BERBARING DISINI???!” pekik Junkyu keras.
Jihoon memasang raut wajah tak suka mendengar pekikan Junkyu. Jihoon menatap Junkyu tajam, membuat Junkyu langsung mengkerut takut.
“Terserahlah!” Junkyu kembali berbaring dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. Tak lupa menyelipkan boneka hiu diantara tubuh mereka sebagai pembatas.
“Kau tahu ranjang ini sempit? Singkirkan hiu ini!” Protes Jihoon kesal.
Junkyu membalik tubuhnya memunggungi Jihoon, “Untuk berjaga-jaga.”
Seakan mengerti maksud dari Junkyu, Jihoon lamgsung tertawa sinis, “Aku tidak nafsu padamu. “
Junkyu yang mendengar perkataan Jihoon hanya mendecakkan lidahnya pelan, “Tidak nafsu? Katakan itu pada orang yang hampir saja memperkosaku!” Balas Junkyu dari balik selimutnya.
Jihoon langsung menolehkan kepalanya cepat kearah Junkyu, “Kau menyindirku?!”
Junkyu menyembulkan sedikit kepalanya dari selimut lalu balik menatap kesal ke arah Jihoon, “Iya! Aku menyindirmu! Kenapa?! Tak suka?!”
Jihoon terkejut bukan main melihat Junkyu yang tiba-tiba saja berubah menjadi sangat berani kepadanya.
Jihoon membuang boneka hiu yang digunakan untuk pembatas mereka asal, lalu merangkak naik mengkungkung tubuh Junkyu.
“Kau berani padaku sekarang ya?”
Mata Junkyu melebar saat melihat Jihoon berada di atasnya dan menatapnya tajam. Tangannya semakin erat mencengkram selimut yang masih menutup tubuhnya sampai sebatas leher.
Jihoon menyeringai tipis melihat Junkyu yang terlihat mulai ketakutan, ia menurunkan kepalanya dan mendekatkan wajahnya pada wajah Junkyu hingga kening dan hidung mereka bersentuhan.
“Karena kau sudah berani padaku, maka kau harus di hukum, Kim Junkyu.”
Mata Junkyu membulat sempurna saat mendengar apa yang baru saja Jihoon katakan.
“A-apa maksudmu?!” Pekik Junkyu marah, refleks dirinya langsung mendorong tubuh Jihoon agar menyingkir dari atas tubuhnya.
Jihoon menyunggingkan senyum sinis lalu menundukkan kepalanya, “Semakin berontak, maka hukumanmu semakin berat. ” bisik Jihoon.
Junkyu semakin merasa terancam, firasatnya mengatakan bahwa Jihoon akan berbuat hal buruk kepadanya. Tiba-tiba ingatan tentang kejadian di lapangan basket terputar lagi di kepala Junkyu, membuat tubuh lelaki manis itu gemetar ketakutan.
“Ji-jihoon!”
Jihoon menelusupkan wajahnya kedalam ceruk leher Junkyu, “Diam dan nikmati saja. “
Tubuh Junkyu menegang saat merasa sebelah tangan Jihoon menarik selimut yang menutupi tubuhnya dengan kasar, lalu melemparkannya asal ke lantai.
“Hen-hentikan!”
Jihoon mengabaikan pekikan protes dari Junkyu, ia terus menjilat, menghisap dan menggigiti leher lelaki manis itu hingga meninggalkan beberapa jejak merah keunguan disana.
“Ughh..! “
Junkyu membekap mulutnya sendiri menahan desahannya. Kepalanya terasa pening seketika saat merasakan panas yang membakar didalam tubuhnya akibat sentuhan yang Jihoon berikan.
Jihoon mengangkat kepalanya, untuk sesaat ia menatap Junkyu yang berbaring dibawahnya. Wajah merah penuh keringat, mata sayu, dan bibir merekah yang sedikit terbuka, “Benar kataku, kau seperti perempuan.”
Jihoon menyingkir dari atas tubuh Junkyu lalu naik ke ranjang atas. Jihoon menyembulkan kepalanya dari ranjang atas lalu menatap Junkyu yang tampak begitu syok, “Tidurlah.”
Junkyu membulatkan matanya lalu memasang ekspresi marah, “KAU!–”
“Diam.” Potong Jihoon, “Atau aku akan turun kebawah lagi.”
Junkyu langsung mengatupkan mulutnya rapat mendengar ancaman dari Jihoon. Dengan segera, lelaki manis itu mengambil kembali selimutnya yang tadi dibuang Jihoon ke lantai lalu menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut itu.
Jihoon tersenyum tipis melihat kelakuan Junkyu, ia menarik tubuhnya terlentang di atas ranjang lalu kemudian mengusap wajahnya kasar. Park Jihoon, kenapa kau melakukan itu lagi?! Batin Jihoon tidak habis pikir.
Jihoon membuang napas kasar lalu memejamkan matanya kasar, persetan dengan semuanya. Kim Junkyu, lihat dan tunggu saja, dirinya pasti akan membuatmu sangat menderita untuk ke depannya.
.
.
.
Junkyu melangkahkan kakinya gontai menuju cafe milik Gon, tempatnya bekerja paruh waktu. Ia melirik ke arah jam yang melingkar di tangannya. Ini masih pukul 7 pagi, cafe saja belum buka.
Junkyu mengucek matanya yang masih sedikit mengantuk lalu mendudukkan dirinya di sebuah ayunan yang berada di taman bermain yang tak jauh dari gedung asramanya.
Junkyu terbangun pagi-pagi sekali lalu langsung menyelinap keluar kamar selagi Jihoon masih tertidur. Bahkan Junkyu tidak sempat sarapan.
Dirinya tidak mungkin bisa bertatap muka dengan Jihoon untuk sementara waktu mengingat apa yang telah lelaki Park itu lakukan kepadanya.
Junnyu tidak mengerti kenapa Jihoon melakukan hal seperti itu, apa Jihoon menyukai lelaki? Tapi kenapa dirinya? Lagipula Jihoon juga membencinya. Junkyu tidak habis pikir, sekeras apapun ia berusaha memikirkan apa maksud Jihoon sebenarnya otaknya malah terasa kram. Jadi Junkyu simpulkan sendiri kalau Jihoon itu sedikit tidak waras.
Junkyu menghela napas kasar lalu menendang asal kaleng bekas minuman ringan yang berada di kakinya dengan kuat hingga melayang mengenai seorang pemuda yang tengah berjongkok dibalik semak-semak, sepertinya ia tengah bersembunyi atau apalah itu.
“YA TUHAN!” Junkyu membekap mulutnya sendiri saat menyadari kesalahannya.
“Sialan! Siapa yang menendang kaleng sembarangan!” Pemuda itu langsung bangkit berdiri dan memandang kesekeliling dengan pandangan marah.
Tak butuh waktu lama mata pemuda itu menangkap keberadaan Junkyu yang berdiri panik di belakangnya.
“Kau!”
Junkyu semakin panik saat melihat pemuda yang menjadi korban tendangan kaleng mautnya berjalan kearahnya dengan langkah lebar dan wajah memerah marah.
“Ya Tuhan maafkan aku! ” Junkyu langsung menangkupkan kedua tangannya dan memohon maaf sambil memejamkan kedua matanya erat saat merasa pemuda itu sudah berada tepat di depannya. Astaga, ini masih pagi tapi sudah ada saja cobaan yang menimpanya.
“Yak! Kau pikir dengan kata maaf bisa menyelesaikan semuanya?!” Sembur pemuda itu murka.
Junkyu semakin mengeratkan pejaman matanya. Ia tidak berani menatap raut marah wajah pemuda itu.
“Asataga maafkan aku! Sungguh aku tidak sengaja! Kumo-”
“Disana kau rupanya! Kemari kau anak nakal!!”
Junkyu menghentikan kalimatnya saat mendengar seseorang berteriak dari arah belakang punggung pemuda asing itu. Junkyu membuka matanya sedikit dan melihat pemuda asing itu tengah menengok ke arah belakangnya sambil mengumpat.
“Sialan! Pria tua itu sudah menemukanku!”
geram pemuda itu kesal, “Semua ini karna ulahmu!”
Junkyu sedikit tersentak saat pemuda asing tiba-tiba menghadapkan wajahnya kepada Junkyu dengan jari telunjuk yang mengacung tepat di depan hidungnya.
“Bagaimana bisa itu menjadi salahku!” Protes Junkyu tidak terima.
Pemuda itu menarik rambutnya frustasi saat melihat orang yang mengejarnya semakin berlari mendekat. Tanpa basa-basi pemuda itu langsung mencekal sebelah tangan Junkyu dan mengajaknya berlari menghindari orang yang sedang mengejarnya.
Junkyu terkesiap kaget saat tangannya ditarik begitu saja. Mau tidak mau ia ikut berlari bersama pemuda asing itu.
Mereka berdua terus belari ke area pemukiman warga yang bahkan Junkyu sendiri bingung mereka sedang berada di mana.
“Hghhnnn, stopp! Aku lelahh!” Junkyu melambatkan larinya dengan nafas terengah-engah. Ia merasa sudah berlari sangat jauh, ia sangat kelelahan. Bahkan kaos hitam di balik jaket yang Junkyu kenakan sudah basah karna keringat.
Pemuda itu langsung menghentikan langkahnya dan menarik tubuh Junkyu agar bersembunyi di samping toko buah yang telah tidak digunakan lagi.
“Astaga aku akan mati kehabisan nafas. ” Junkyu langsung mendudukan dirinya berselonjor dengan punggung yang bersandar pada tembok.
Pemuda itu juga mendudukkan dirinya disamping Junkyu lalu mendecih, “Baru segitu saja sudah lelah.”
Junkyu memicingkan matanya dan menatap pemuda asing yang duduk di sebelahnya dengan pandangan tak suka. Dirinya itu tidak suka jika disuruh olahraga, dan sekarang malah bocah asing ini memaksanya untuk berlari sangat jauh!
“Apa maksudmu segitu saja? Kau mengajakku berlari hampir 30 menit tanpa henti! Bahkan sekarang saja aku tidak tahu kita berada dimana!!” Sembur Junkyu kesal.
Pemuda itu menggaruk tengkuknya canggung, “Maafkan aku. “
“Impas.” Balas Junkyu ketus.
“Hah?” Pemuda itu memasang wajah bingung mendengar perkataan Junkyu.
“Aku sedang malas menjelaskan. Kau bodoh atau bagaimana sih? Begitu saja tidak tahu. “
Pemuda itu mengernyit tak suka mendengar ucapan Junkyu yang terdengar seperti tengah mencemoohnya itu.
“Jangan menatapku seperti itu!” Pekik Junkyu jengkel saat pemuda asing itu malah memandanginya dengan begitu intens.
“Siapa namamu? ” tanya pemuda itu tiba-tiba.
“Kim Junkyu. Kau?”
“Rahasia.”
“Yakk!!!” Junkyu memukul lengan pemuda asing dengan kuat, “Tidak adil!”
“Kenapa memangnya? Itu kan hak-ku ingin memberitahu namaku atau tidak. “
Junkyu menarik napas dalam kemudian menghembuskannya pelan mencoba menahan emosi, “Terserahmu saja. Ah omong-omong, siapa paman yang mengejar kita tadi?” Tanya Junkyu penasaran.
“Dia Ayahku. “
Junkyu tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya saat mendengar jawaban dari pemuda asing yang duduk di sebelahnya, “D-dia apa?”
“Dia Ayahku. Kau tuli ya?” ulang pemuda itu dengan nada malas.
“Yak! Bagaimana bisa kau kabur dari Ayahmu sendiri!!” Pekik Junkyu tidak habis pikir.
“Tentu saja bisa!” Balas pemuda itu.
Junkyu bangkit dari duduknya, ia turut serta menarik tangan pemuda itu supaya ikut berdiri.
“Mau kemana?”
“Kembali lah! Kau pikir aku mau disni terus bersamamu?! Lagipula aku ini mau beker- ASTAGA CAFENYA SEBENTAR LAGI BUKA!!”
Junkyu berteriak dengan sangat heboh saat ia baru ingat jika ia tadi akan pergi bekerja paruh waktu.
“Kau kerja paruh waktu?” Tanya pemuda itu.
“Tidak usah kepo!”
Junkyu segera keluar dari tempat persembunyian lalu menggerutu kesal, “Dimana sih ini?!” Ia mengalihkan pandangannya menatap pemuda asing yang berdiri dibelakangnya dengan tampang tidak merasa bersalah sama sekali, “Heh! Gara-gara kau kita tersesat!”
Pemuda tadi memasang ekspresi biasa saja, “Santai saja. “
“Santai kepalamu itu! Bagaimana ini! Ah ponsel!” Junkyu meraba-raba kantung jaket dan celananya, tapi ia tidak menemukan benda yang ia cari.
“Ponselku kemana?!!!!” Junkyu semakin panik saat ia benar-benar tidak menemukan ponselnya.
“Jatuh mungkin. ” Sahut pemuda itu.
Junkyu memicingkan matanya geram, “Semua ini gara-gara kau!!!!”
“Iya semua gara-gara diriku. ” balasnya sambil memutar bola matanya malas.
“Kau harus mengganti ponselku!”
Pemuda itu mendecakkan lidahnya, “Tenang saja, aku akan menggantikan ponselmu itu dengan ponsel yang bekali lipat lebih bagus. “
“Awas kau bohong!”
“Tidak-tidak! Kau ini sensitif sekali. Sedang datang bulan ya?”
“Kau buta?! Aku laki-laki sialan!!”
Pemuda itu tergelak melihat wajah Junkyu yang memerah marah karna ulahnya. Astaga, bocah ini sangat menggemaskan!
Setelah melalui banyak perdebatan, mereka berdua akhirnya memutuskan untuk berjalan kembali menuju tempat pertama kali mereka bertemu, yaitu taman bermain.
“Jika kita tersasar, aku akan kembali menyalahkanmu!” Ancam Junkyu.
Pemuda yang berjalan disebelahnya hanya menghela nafas jengah. Ini sudah ke-sekian kalinya Junkyu mengatakan hal itu. Ia sudah mulai bosan.
“Ah! Aku ingat! Bukannya tadi sewaktu berlari kita melewati toko itu?” Seru Junkyu saat melihat sebuah pastri bernuansa pastel di depan sana.
“Ah kau benar, berarti kita tinggal lurus sedikit lagi kemudian kita akan sampai di jalan menuju taman bermain.”
Junkyu menghela nafas lega. Sudah hampir 2 jam ia bersama pemuda ini, dan ia sekarang takut Hyunsuk hyung dan Gon hyung menunggunya.
“Ayo cepat jalannya! Aku sudah di tunggu tahu!” Junkyu melebarkan langkahnya dan berjalan cepat-cepat.
“Hei! Tunggu!”
Junkyu menghentikan langkahnya saat mendengar pemuda asing itu memanggilnya, “Kenapa?” Tanya Junkyu keheranan.
“Itu-” pemuda itu menunjuk salah satu toko ponsel yang berada di pinggir jalan, “Ayo beli ponsel untukmu dulu. “
Tanpa menunggu jawaban dari Junkyu, pemuda itu langsung saja memasuki toko ponsel itu. Membuat Junkyu mau tidak mau segera menyusulnya.
Mereka berdua berdiri di etalase yang memamerkan berbagai jenis ponsel keluaran terbaru dengan harga selangit, “Hei, pilihlah ponsel yang kau mau. “
Junkyu menolehkan wajahnya ke arah pemuda yang berdiri di sampingnya sambil menatapnya ngeri. “Kau yakin? Ponsel yang ada disini sangat mahal! Aku mau ponsel yang biasa saja.”
Pemuda itu menggelengkan kepalanya, “Tidak. Pilih yang ada disini atau aku tidak mau menggantinya sama sekali. “
Junkyu mengepalkan tangannya menahan emosi. Astaga kenapa orang ini sangat mengesalkan!
“Aku mau yang ini saja. ” Junkyu menunjuk salah satu ponsel yang ia yakini adalah ponsel yang paling murah harganya.
Pemuda itu menganggukan kepalanya singkat kemudian memanggil pelayan toko.
Setelah urusan bayar-membayar telah selesai, Junkyu dan pemuda itu langsung bergegas pergi meninggalkan toko ponsel tersebut dan melanjutkan perjalan mereka menuju taman bermain. Dan setelah berjalan cukup lama, akhirnya mereka sampai juga di tempat tujuan.
“Nah, aku sudah menyimpan nomerku di dalam ponselmu. Hubungi aku jika kau sudah membeli kartu ya. “
Junkyu mendecih, “Aku bahkan tidak tahu namamu siapa.”
Pemuda itu terkekeh geli laku mengacak-acak rambut Junkyu gemas. “Kau penasaran namaku siapa?”
“Jangan acak-acak rambutku!” Ujar Junkyu sambil mendelik marah, “Aku tidak perduli namamu siapa. “
Pemuda itu tertawa melihat ekspresi kesal Junkyu, “Kalau begitu aku pergi dulu. Terimakasih sudah bersedia kabur bersamaku. Sampai jumpa Kim Junkyu!”
Junkyu hanya bisa menganga tidak percaya melihat pemuda asing itu melenggang pergi begitu saja. Junkyu mengerutkan dahinya bingung saat melihat pemuda itu berjalan menuju gedung asramanya.
“Apa dia mahasiswa di universitasku?” Gumam Junkyu, “Tapi dia terlihat lebih muda dariku.” Junkyu menggelengkan kepalanya pelan, “Masa bodoh ah.” Junkyu tidak mau pusing, sekarang lebih baik memikirkan bagaimana menghindari amukan Gon karena dirinya telat hampir 2 jam.
Omake:
Jihoon memakan sarapannya dengan suasana hati yang tak enak. Pasalnya saat ia terbangun, Junkyu sudah tidak ada di ranjangnya. Jihoon tebak pasti Junkyu tidak mau berhadapan dengannya.
Tapi yang membuat Jihoon tidak mengerti pada dirinya sendiri adalah, alih-alih senang karena Junkyu menghindarinya dan tidak menujukkan wajahnya di hadapannya, dirinya malah merasa kesal.
Jihoon tidak mengerti dengan perasaannya. Jihoon membenci Junkyu, itu pasti. Tapi kenapa?
Tok! Tok!
Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu, Jihoon mengernyitkan dahinya bingung, apa itu Junkyu? Kalau iya, kenapa harus mengetuk dulu? Apa karena bocah itu merasa takut ada dirinya di dalam? Batin Jihoon bertanya-tanya.
Jihoon berjalan menuju pintu lalu membukanya.
“Ya! Kim Junkyu! Kenapa mengetuk-”
“Hai hyung.”
Perkataan Jihoon yang sudah di ujung lidah terpaksa ia telan kembali saat melihat bukan Junkyu lah yang berada di hapadannya.
“Aku dengar kau pindah ke asrama, jadi aku mengunjungimu.” Ucap orang itu, “Omong-omong kau kau kenal Kim Junkyu?”
Jihoon mengepalkan tangannya erat, “Bukan urusanmu, lebih baik kau pergi dari sini.”
Baru saja Jihoon hendak menutup pintu, orang itu segera menahannya, “Apa Kim Junkyu itu kekasihmu? Bagaimana dengan Lia?”
Jihoon menggeretakkan giginya menahan emosi saat melihat orang itu menyeringai, “Pergi dari sini, itu semua bukan urusanmu.”
“Kenapa? Kau takut Lia akan kembali menyukaiku seperti dulu? Atau kau takut kehilangan Junkyu?”
Wajah Jihoon memerah marah, ia meraih kerah orang asing itu lalu menatapnya tajam, “Berhenti mengatakan omong kosong seakan-akan kau mengenal Kim Junkyu. Dan jangan pernah muncul di hadapan Lia lagi jika kau tidak ingin mati ditanganku.”
Orang itu melepaskan cengkraman Jihoon pada kerahnya lalu tersenyum miring, “Aku memang mengenal Kim Junkyu..” orang itu memajukan wajahnya ke telinga Jihoon lalu berbisik, “Sepertinya aku menjadi Gay, karena mendadak aku jatuh cinta padanya.”
Tubuh Jihoon langsung membeku, membuat lelaki itu semakin tersenyum lebar, “Hah, sudah tidak asik menggodamu sekarang. Percuma aku yang baru kembali dari jepang ini kabur sampai dikejar Ayahku untuk bisa menemuimu. Kalau begitu aku pergi dulu, sepupuku.”
Jihoon mengepalkan tangannya erat lalu memukul tembok yang ada di sebelahnya dengan kuat, “Watanabe Haruto, kenapa kau harus kembali lagi?!”