Jihoon berjalan menuju lapangan basket dengan wajah datar. Perasaannya masih terasa terganggu dengan kehadiran Haruto yang sangat tiba-tiba seperti itu.
“Jihoon!” Jihoon seketika menghentikan langkahnya lalu menolehkan kepalanya kebelakang. Senyuman tipis seketika langsung terlukis di wajah dinginnya saat melihat Lia, sahabatnya sedang berlari kecil kearahnya.
“Hah! Hah!” Lia mengatur nafasnya saat sudah berada di samping Jihoon.
Jihoon mengusap keringat yang berada di kening gadis itu, “Kenapa kau berlari sampai seperti itu?”
Lia menggeleng pelan lalu menatap lurus ke wajah Jihoon, “Haruto kembali.” Ucap Lia dengan senyuman lebar.
Gerakan tangan Jihoon terhenti, senyum tipis yang ada bibirnya menghilang seketika, “Darimana kau tahu? Kau... Bertemu dengannya?”
Lia menghela napas singkat, “Aku melihatnya tadi pagi.”
Jihoon menaikkan sebelah alisnya, “Dimana?”
“Di dekat toko roti langgananku. Aku melihat dia tengah mengobrol dengan Junkyu. Hmm aku tidak tahu kalau dia juga mengenal Junkyu.” Gumam Lia.
Jihoon seketika langsung melebarkan matanya mendengar perkataan Lia. Apa katanya tadi? Junkyu dan Haruto? Jadi ucapan Haruto tadi pagi bukanlah omong kosong semata?
Lia yang melihat perubahan ekspresi di wajah Jihoon mengerutkan keningnya bingung, “Eh? Kau tak tahu jika Junkyu dan Haruto saling mengenal?”
Jihoong mengepalkan tangannya erat. Haruto... Manusia sialan satu itu memang benar-benar berniat mencari perkara dengannya.
“Maaf Lia, aku harus pergi ke suatu tempat sekarang.”
Lia semakin memasang ekspresi bingung, “Kau mau kemana?”
Tanpa menjawab pertanyaan gadis itu, Jihoon langsung berjalan pergi.
Jihoon melangkahkan kakinya dengan cepat menuju sebuah cafe, yang Jihoon ketahui adalah tempat Junkyu bekerja paruh waktu.
Jihoon berdiri di depan pintu cafe, melalu jendela kaca yang tembus pandang, Jihoon dapat melihat dengan jelas apa yang sedang Junkyu lakukan.
Lelaki itu.. dengan senyuman cerah se-cerah matahari sedang melayani pelanggan cafe. Jihoon menatap Junkyu lurus, dirinya benar-benar membenci lelaki itu. Melihatnya tersenyum dengan begitu ringan tanpa beban membuat dirinya merasa marah.
Seorang lelaki yang merusak kebahagian sahabatnya, harus dirinya sendirilah yang menghancurkan lelaki itu sampai berkeping-keping.
Dan Jihoon benar-benar tidak suka jika Haruto merusak semua rencananya. Hanya dirinya yang boleh menggenggam erat Junkyu sampai hancur.
“Terimakasih, datang kembali!” Junkyu menundukkan tubuhnya dan tersenyum cerah kearah pelanngan yang baru saja meninggalkan cafe.
Beruntung sekali hari ini keadaan cafe cukup ramai. Sehingga Junkyu selamat dari amukan Gon karena datang terlambat.
Junkyu hendak berbalik menuju counter, tapi tiba-tiba terdengar suara lonceng yang berada di meja cafe, tanda jika ada pelanggan yang hendak memesan.
Ekspresi Junkyu yang awalnya cerah berubah menjadi horor. Bagaimana tidak? Sekarang di hadapannya ada seorang Park Jihoon yang tengah duduk manis seraya membaca buku menu.
Junkyu tanpa sadar memundurkan langkahnya, perasaan ngeri tiba-tiba kembali memenuhi dadanya.
Jihoon mengangkat wajahnya lalu menatap Junkyu dengan senyuman miring, “Aku mau memesan.”
Junkyu merasa nafasnya terkecat untuk beberapa detik saat mendenger suara Jihoon. Apa yang lelaki itu lakukan di tempat kerjanya? Bukannya sudah cukup dia menganggunya di sekolah?
“Kau tidak mau mencatat pesananku?”
Junkyu menengguk ludahnya kasar, dengan perlahan dirinya berjalan mendekati meja Jihoon.
“K-kau ingin pesan apa?” Tanya Junkyu takut.
Jihoon tersenyum tipis. Di dalam hatinya ia berteriak kegirangan melihat Junkyu yang ternyata masih sangat takut padanya. Membuat dirinya semakin ingin menghancurkan lelaki perebut pacar orang itu secepat mungkin.
“Hmm entahlah..” Jihoon bertopang dagu seraya menatap Junkyu tajam, “-kau mungkin.” Lanjutnya.
Junkyu melebarkan matanya. Apa maksud lelaki jahat satu itu? Memesan dirinya begitu?
“Maaf? Kau ingin memesan apa?” Tanya Junkyu ulang.
“Kau. Aku ingin memesan kau.” Balas Jihoon seraya tersenyum miring. Yang terlihat begitu menakutkan di mata Junkyu.
Seketika ingatan Jihoon yang mencium dan menyentuh tubuhnya kembali terlintas di dalam kepalanya, “Kau gila?!” Seru Junkyu tertahan seraya menutup dadanya dengan kedua tangan.
Jihoon tertawa, “Bercanda. “
Junkyu seketika memasang wajah kesal, membut Jihoon yang melihatnya semakin merasa puas.
“Aku ingin pesan ini, dan ini.” Ucap Jihoon seraya menunjuk minuman dan makanan yang ingin lelaki itu pesan di buku menu.
Junkyu segera mencatat pesanan Jihoon dan langsung berbalik pergi.
“Oh, bukannya itu Park Jihoon?” Tanya Hyunsuk kepada Junkyu yang sedari tadi melihat interaksi keduanya dari jauh.
“Ya.” Balas Junkyu singkat, “Ini pesanan Jihoon, shiftku sudah selesai.” Junkyu menyerahkan note yang berisi pesanan Jihoon lalu segera pergi untuk berganti pakaian.
“Kau mau kemana setelah ini? Hari ini hari minggu, kau mau main?” Tanya Hyunsuk sesaat setelah Junkyu keluar setelah selesai berganti pakaian.
“Aku mau ke asrama Asahi.” Balas Junkyu, “Aku pergi dulu ya hyung.”
“Oke. Hati-hati.”
Sebelum pergi Junkyu melirik kearah meja Jihoon, terlihat lelaki itu sedang asik memainkan ponselnya. Junkyu mencibir dalam hati, nasib baik shift nya selesai sekarang.
“Ini pesananmu.” Hyunsuk meletakkan makanan dan minuman di atas meja Jihoon.
Jihoon menaikkan sebelah alisnya, “Kau? Mana Junkyu?”
Hyunsuk sedikit mengkerutkan keningnya. Kenapa Jihoon bertanya tentang Junkyu, “Junkyu shiftnya sudah selesai. Jadi dia sudah pulang.”
“Ahh..”
Hyunsuk menyipitkan matanya curiga, yakin jika diantara Junkyu dan Jihoon tidak ada apa-apa? Tiba-tiba ia teringat sewaktu Junkyu bertanya perihal Park Jihoon padanya tempo hari.
“Apa kau menyukai Junkyu?”
Jihoon sedikit tersentak mendengar pertanyaan Hyunsuk. Tapi sedetik kemudian raut wajah terkejutnya berubah menjadi seringaian, “Mungkin.” Balas Jihoon seraya tersenyum.
Hyunsuk membekap mulutnya sendiri takjub. “Kau serius?!”
Jihoon hanya tertawa kecil membuat Hyunsuk semakin heboh. Kan! Sudah Hyunsuk duga, Junkyu itu terlalu manis untuk ukuran seorang lelaki. Dirinya yakin jika selama ini tidak ada wanita yang mau menjadikan Junkyu pacar karena wajah manisnya. Dan dirinya juga yakin pasti setidaknya ada beberapa lelaki yang menaruh hati pada Junkyu.
Tiba-tiba sebuah ide brilliant terlintas di benak Hyunsuk, “Hey, kau mau kubantu agar lebih dekat dengan Junkyu?” Ucap Hyunsuk tiba-tiba.
Jihoon mengangkat wajahnya lalu menatap balik ke arah Hyunsuk yang kini tengah menatapnya juga.
“Ide bagus.” Balas Jihoon seraya tersenyum. Benar-benar ide yang bagus untuk semakin cepat menghancurkan Kim Junkyu.
Junkyu berjalan menuju kamar asramanya seraya meremat ujung jaketnya dengan gelisah. Sekarang sudah pukul 7 malam, apa Jihoon juga sudah pulang ke asrama? Tapi menjelang turnamen seperti sekarang biasanya tim basket akan latihan setiap hari dan selesai setidaknya jam 8 malam.
“Oh..?” Junkyu menghentikan langkahnya setika. Pasalnya di depan pintu asramanya berdiri seseorang yang amat ia kenal.
“Jeno?”
Mendengar namanya dipanggil, Jeno menolehkan wajanya. Ekspresinya yang semula tampak muram dan gelisah seketika langsung berubah menjadi tenang dan terlihat lega.
Junkyu berjalan menghampiri Jeno dengan ekspresi wajah bingung. Bukannya tim basket ada latihan, lalu apa yang dilakukan sang kapten di depan pintu asramanya??
“Kenapa kau ada disini?” Tanya Junkyu.
Bukannya menjawab, Jeno malah menarik tangan Junkyu, dan dengan sekali gerakan, Jeno berhasil merengkuh tubuh Junkyu ke dalam pelukannya.
Junkyu membulatkan matanya terkejut, tubuhnya seketika mengkaku, “J-jen? Kau tidak apa-apa?” Tanya Junkyu panik. Tangannya tergantung canggung di udara, jujur dirinya bingung antara membalas pelukannya Jeno, atau mendorong lelaki itu agar menyingkir dari tubuhnya.
“Maafkan aku.” Gumam Jeno pelan.
“Huh?” Junkyu menaikkan sebelah alisnya bingung mendengar perkataan Jeno yang tiba-tiba seperti itu.
“Jika aku ada salah padamu, aku benar-benar minta maaf.” Suara Jeno terdengar sangat putus asa, membuat pikiran Junkyu semakin bingung dan tidak mengerti.
“Hei, kau serius tidak kenapa-kenapa? Kenapa kau tiba-tiba minta maaf seperti itu?” Tukas Junkyu seraya menepuk-nepuk pelan punggung Jeno.
“Kumohon jangan berhenti bermain basket.”
Gerakan tangan Junkyu terhenti seketika. Ia segera mendorong tubuh Jeno lalu memundurkan tubuhnya.
“Junkyu..” Jeno hendak meraih tangan Junkyu lagi, namun dengan cepat Junkyu menepisnya.
“Aku tidak akan bermain basket lagi.” Gumam Junkyu pelan.
“Tapi kenapa?!” Sentak Jeno keras. “Tapi kenapa? Apa alasanya?”
Junkyu mengusap wajahnya kasar, “Bukannya sudah ku katakan padamu? Aku tidak berbakat dalam basket, aku tidak bisa bermain basket! Dan aku sudah muak!”
Jeno menggelengkan kepalanya pelan, “Kau berbohong Kim Junkyu.”
Junkyu menggigit bibirnya keras, perasaannya kian terasa tidak karuan.
Jeno melangkah maju lalu mengcengkram kedua lengan Junkyu, “Kau lupa? Kau bilang padaku jika basket adalah hidupmu, dan kini kau bilang kau sudah muak pada basket?! Apa kau pikir itu masuk akal! Katakan padaku alasan sebenarnya Kim Junkyu!”
Junkyu menundukkan wajahnya, “Bisakah kau mempercaiku sekali ini saja?” Lirih Junkyu pelan.
Wajah Jeno semakin menggelap, “Aku selalu percaya padamu Kim Junkyu.” Ucapnya pelan.
Junkyu mengangkat wajahnya, menatap balik ke arah Jeno yang kini juga tengah menatap kearahnya dengan tajam. “Jika kau percaya padaku, bisakah kau hentikan semua ini? Aku memutuskan berhenti bermain basket.”
“Tapi-”
“Itu keputusannya, bukannya kau seharusnya menghormati keputusannya itu? Kapten.”
Junkyu dan Jeno terlonjak kaget saat mendengar seseorang menyela pembicaraan mereka. Refleks mereka berdua menolehkan kepalanya kearah sumber suara.
“Jihoon?” Jeno menatap kearah Jihoon yang kini tengah bersandar pada sebuah tiang sambil besedekap dada tak jauh dari tempatnya berdiri.
Junkyu membulatkan matanya terkejut. Jihoon?! Apa yang lelaki itu lakukan disana? Sejak kapan dia berdiri disana? Apa dia mendengar semua percakapannya dengan Jeno?!
Jihoon berjalan mendekati Jeno dan Junkyu. Lalu dengan cepat menarik tubuh Junkyu yang masih dicekal oleh Jeno kearahnya. “Anak ini tidak ingin bermain basket lagi. Bukannya kau harus menghormati keputusannya? Kenapa kau terlihat begitu tidak terima?”
Jihoon tersenyum miring melihat tangan Jeno yang terkepal dengan erat, “Aku tahu rumor jika kapten sangat mengistimewakan Junkyu, tapi aku tidak menyangka jika kapten sampai bolos latihan demi membujuk Kim Junkyu yang ingin berhenti bermain basket agar kembali. Bukannya hal itu sedikit berlebihan?”
Junkyu seketika menolehkan kepalanya kearah Jihoon yang berdiri disebelahnya dan membulatkan matanya terkejut. Ini kali pertamanya mendengar rumor seperti itu!
“Aku yakin sekarang belum saatnya pemain inti selesai latihan.” Ucap Jeno seraya menatap ke arah Jihoon tajam.
Jihoon tertawa kecil, “Rasanya aneh untuk latihan tanpa kapten disana. Jadi aku memutuskan untuk pulang ke asrama.”
“Kau bilang pulang ke asrama lalu apa yang kau lakukan disini?”
Jihoon tertawa keras lalu menarik Junkyu ke dalam rangkulannya, “Tentu saja pulang. Ini kamar asramaku.” Balas Jihoon seraya menunjuk pintu kamar asrama miliknya dengan Junkyu.
Jeno melebarkan matanya, “Kau.. roomate Junkyu?”
“Yup! Ya Kim Junkyu, katakan sesuatu.”
Junkyu tersentak kaget, lalu dengan cepat menganggukan kepalanya, “O-oh iya! Kami satu kamar.
Jihoon tersenyum, “Kalau begitu kami permisi.” Jihoon segera menarik tangan Junkyu untuk masuk ke dalam kamar asrama. Meninggalkan Jeno sendirian.