Sesaat setelah pintu kamar asrama tertutup, Jihoon segera menghempaskan cekalan tangannya pada Junkyu.
Junkyu sedikit terhuyung kebelakang, lalu tubuhnya terlonjak kaget saat mendengar suara tawa Jihoon.
Jihoon tertawa dengan keras seraya berkacak pinggang, membuat Junkyu yang melihatnya merasa sedikit takut. Apa penyakit tidak waras Jihoon kumat lagi? Jika iya, itu berarti dirinya harus pergi dari sini.
Dengan langkah pelan, Junkyu berjalan menuju pintu. Dan saat ia akan membuka pintu, Jihoon sudah lebih dulu mencekal tangannya, “Kau mau kemana?”
Junkyu menegguk ludahnya kasar, tubuhnya seketika bergidik saat mendengar suara Jihoon.
Jihoon kembali tertawa, “Benar-benar konyol!”
Junkyu menatap Jihoon yang sedang tertawa dengan pandangan horor. Jujur dirinya sangat takut sekarang.
Melihat ekspresi wajah Junkyu, Jihoon seketika menghentikan tawanya. Lelaki Park itu secara perlahan mendekatkan wajahnya pada wajah Junkyu, “Aku tidak menyangka kau benar-benar menuruti perkataanku.”
Junkyu mengatupkan bibirnya rapat, demi apapun dirinya benar-benar merasa takut.
“Aku kira kau cukup keras kepala melihat bagaimana gilanya dirimu berlatih basket. Ternyata dugaanku salah.” Tangan Jihoon yang semula mencekal tangannya secara perlahan merambat naik menyentuh rahang Junkyu.
Jihoon tersenyum sini seraya mengusap perlahan rahang Junkyu, “Aku tak habis pikir, selain tubuhmu yang seperti perempuan, ternyata mentalmu juga lemah. Persis seperti perempuan.”
Mendengar perkataan Jihoon, tanpa Junkyu sadari air matanya mulai menggenang di pelupuk matanya.
“Lihat? Ekspresi sedihmu ini.” Jihoon mengelus lembut pipi kanan Junkyu seraya menatap Junkyu tajam. “Persis seperti ekspresi seorang jalang.”
Plakk!
Jihoon melebarkan matanya terkejut saat Junkyu secara tiba-tiba menampar wajahnya dengan kuat.
“Kau!–”
“S-sebenarnya apa masalahmu?” Potong Junkyu, “Sebenarnya apa salahku padamu hingga kau melakukan hal seperti ini kepadaku??! Apa yang sudah aku perbuat hingga aku pantas di perlakukan seperti ini?!”
Tubuh Junkyu gemetar, air mata yang ia tahan mati-matian kini berjatuhan begitu saja.
Bukannya menjawab, Jihoon malah mendorong Junkyu kebelakang kemudian mengkungkungnya, “Apa butuh alasan untuk membenci seseorang?” Suara Jihoon terdengar begitu tajam.
Jihoon mengangkat dagu Junkyu keatas, “Aku hanya suka melihatmu menangis.”
Junkyu menepis tangan Jihoon, “Bajingan gila.” Desis Junkyu marah.
Jihoon tersenyum miring, “Ya, aku memang bajingan gila. Apa kau tidak penasaran hal gila apa lagi yang bisa aku lakukan?”
Junkyu mengkerut takut saat Jihoon tiba-tiba saja mendorong tubuhnya hingga terlentang di atas lantai.
Junkyu menahan nafasnya saat tangan Jihoon tiba-tiba saja sudah mendarat di atas pahanya.
“K-kau!..” suara Junkyu bergetar ketakutan.
Jihoon seakan menuli, tangan lelaki itu semakin bergerak kurang ajar, tangannya mengelus dan sedikit meremas paha Junkyu dengan pelan. Membuat Junkyu bergerak tidak nyaman.
“A-apa yang kau lakukan!” Junkyu menyentak tangan Jihoon yang berada di atas pahanya dengan keras.
“Kenapa? Bukannya jalang sepertimu suka jika diperlakukan seperti ini?” Jihoon tersenyum sinis dan langsung mengkungkung tubuh Junkuu.
“K-kau!” Junkyu berusaha mendorong tubuh Jihoon yang berada diatasnya dengan sekuat tenaga.
“Kenapa kau jual mahal seperti itu?” Jihoon mendekatkan wajahnya kepada wajah Junkyu, “Aku rasa kau sudah sering melakukan hal yang lebih panas dengan laki-laki lain di luar sana. Iya kan?”
Junkyu melebarkan matanya saat mendengar perkataan Jihoon yang terdengar sangat merendahkannya itu. Ia kembali berusaha mendorong tubuh Jihoon, tapi Jihoon malah mencekal kedua tangannya.
“Lepaskan!” Junkyu kembali meronta, berusaha melepaskan diri dari cekalan Jihoon.
“Bagaimana jika aku tidak mau?” Jihoon menampilkan seringaiannya.
“Brengsek! Bajing- hmmp! “
Junkyu membelalakan matanya saat bibirnya dibungkam dengan lancang oleh bibir Jihoon.
Jantung Junkyu terasa akan meledak saat merasa bibir Jihoon mulai menghisap dan melumat bibirnya.
Jihoon melepasakan tautan bibirnya lalu menatap Junkyu dengan pandangan marah, “Kenapa kau pasif begitu?!”
Junkyu gemetar ketakutan. Ini salah, Jihoon kembali melecehkannya, ini tidak benar.
“L-lepasakan aku!”
Jihoon tertawa sinis melihat Junkyu yang masih saja berontak. Padahal dirinya yakin Junkyu hanya jual mahal saja. Karena Junkyu adalah seorang lelaki yang merebut kebahagiaan sahabatnya.
“Bukankah lelaki sepertimu suka jika disentuh oleh laki-laki ?” Jihoon mengamit dagu Junkyu supaya Junkyu mendongak menatapnya, “Jadi nikmati saja. Aku berbaik hati padamu. “
Junkyu semakin panik dan meronta saat Jihoon mulai membuka satu persatu kancing kemejanya dengan paksa.
“Ji-jihoon!” Suara Junkyu terdengar semakin panik.
Jihoon kembali menyambar bibir merah Junkyu dan melumatnya paksa. Tangannya menyelusup masuk ke dalam seragam Junkyu.
Junkyu menutup matanya dengan erat, karena ia sesungguhnya tidak kuat harus menatap Jihoon dalam sedekat ini.
Jihoon menarik tubuh Junkyu dengan sebelah tangannya agar semakin menempel padanya.
Jihoon benar-benar menguasai bibirnya dikala ia tidak melawan sama sekali. Tenaganya sudah habis sedari tadi berontak untuk melepaskan diri, dan cekalan tangan Jihoon tidaklah main-main sakitnya.
“Eughhh... ” Junkyu melepaskan desahan pertamanya saat merasakan tangan Jihoon meraba kasar dadanya.
Junkyu benar-benar tidak menyangka Jihoon akan melakukan hal seperti ini padanya untuk kedua kalinya.
Jihoon melepaskan tautannya pada bibir Junkyu lalu beralih menyerang leher dan pundak terbuka Junkyu. Menggigit, menghisap, dan menjilatnya. Jihoon sudah hilang akal.
“K-kumohon... Eughh.. L-lepaskan -akuu... “ air mata Junkyu mengalir semakin deras kala Jihoon terus menjamah tubuhnya.
Jihoon mengangkat wajahnya merasa terganggu, dan saat ia melihat wajah Junkyu, seketika dirinya merasa terkejut. Seakan akal sehatnya yang pergi entah kemana mendadak kembali
“K-kumohon.... hiks... l-lepaskan a-aku..”
Jihoon terdiam, ia segera menyingkir dari atas tubuh Junkyu. Terkejut dengan kelakuannya sendiri. Apa dirinya sudah gila.
Jihoon bangkit berdiri, matanya menatap ke arah Junkyu yang terbaring tak berdaya dilantai. Ia merasa seperti dejavu.
Isakan Junkyu semakin keras, lelaki manis itu menangis seraya menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
“Kau merusak moodku.” Ucap Jihoon datar. Lalu sedetik kemdian dapat Junkyu dengar langkah kaki Jihoon yang menjauh dan suara pintu asrama yang terbuka. Jihoon pergi.
Junkyu bangkit terduduk, dadanya sangat sesak. Ia kembali menangis dengan keras. Dirinya tidak bermaksud untuk cengeng, tapi hatinya benar-benar sakit. Dirinya tidak berdaya dan Junkyu benci itu.
Junkyu hanya ingin tahu apa salahnya, dan kenapa ia selalu berakhir seperti ini. Dilecehkan dan ditinggal pergi begitu saja.
Junkyu benci pada Jihoon, Junkyu benci pada dirinya sendiri.