Haruto kembali ke ruang makan dengan raut wajah yang tampak tenang dan percaya diri, membuat Junghwan yakin jika hyungnya itulah yang memenangkan pertempuran.
Hanbin yang melihat sang anak datang hanya seorang diri mengerutkan dahinya, “Mana Ibumu?”
“Dia tidak akan melanjutkan makan lagi. Dia sedang berdiet.” Balas Haruto enteng.
“Pasti Ibu kalah!” Celetuk Junghwan dengan raut wajah puas yang langsung dihadiahi delikan gemas oleh sang Ayah.
Junkyu menatap Haruto yang sudah duduk tenang di sebelahnya sembari melanjutkan makannya, “Kau tidak menyekap ibumu didalam kamar kan?” Bisik Junkyu.
“Tentu saja tidak.”
Junkyu menganggukkan kepalanya mengerti lalu melanjutkan makannya.
Setelah acara makan malam tanpa Lisa, Haruto mengajak Junkyu untuk berkeliling rumahnya.
“Rumahmu besar sekali, kakiku sampai lelah.” Keluh Junkyu.
Haruto menoleh sekilas, “Kau harus terbiasa.”
Junkyu mengerutkan dahinya, “Apa maksudmu?”
Haruto tidak menjawab pertanyaan Junkyu, ia malah membawa Junkyu masuk ke dalam kamarnya.
“Kau tunggu disini, aku akan mandi lalu mengantarkanmu pulang.”
Junkyu hanya mengangguk saja mendengar perkataan Haruto, fokusnya kini telah terpusat pada begitu mewahnya kamar milik bocah kaya itu.
Junkyu tidak bisa berhenti takjub sama sekali.
“Benar-benar anak sultan.” Junkyu mendudukkan dirinya diatas ranjang Haruto.
“Omo! Ranjangnya lembut sekali!” Junkyu membaringkan tubuhnya diatas ranjang milik Haruto. Dengan ranjang selembut ini, Junkyu yakin dirinya bisa tidur selama 24 jam.
Karena ranjang Haruto yang begitu nyaman ini, tanpa sadar Junkyu malah tertidur.
Haruto keluar dari dalam kamar mandi dan berdecak melihat Junkyu sudah terlentang tidak sadarkan diri.
Haruto memakai pakaiannya lalu berjalan mendekati Junkyu. “Anak miskin ini..” gumam Haruto pelan lalu mendudukkan dirinya diatas ranjang tepat disamping Junkyu.
Tanpa sadar, tangan kanan Haruto terangkat hendak menyentuh wajah Junkyu.
“Apa yang aku lakukan!” Haruto memukul tangan kanannya lalu mengusap wajahnya keras.
Tiba-tiba saja ia merasa diingatkan pada saat ia pertama kali melihat Junkyu.
Saat itu ia hendak membeli kopi di cafe yang berada di dekat sekolahnya, dan saat ia memasuki cafe itu, Haruto disambut dengan pekikan luar biasa dari seorang pria manis yang tengah beradu mulut dengan seorang pelanggan.
“Jika kau meminta krim exstra sebanyak itu kau hari membayar biaya tambahan!”
“Bagaimana bisa?! Ditempat lain tidak!” Balas pelanggan itu sengit. “Lagipula pembeli adalah raja!”
Ekspresi pemuda manis itu semakin berang sedangkan rekannya mencoba menenangkannya, “Jika pembeli adalah raja, makan penjual adalah dewa! Jangan semena-mena karena punya uang ya!”
Haruto tanpa sadar tertawa kecil melihat pemuda manis itu, dan semenjak pertemuan yang hanya Haruto yang menyadarinya, mereka berdua kembali bertemu.
Karena penasaran, Haruto memerintahkan ajudannya untuk mencari tahu semuanya tentang pemuda manis itu, dari nama, latar belakang, sampai tempat tinggal. Dan setelah mengetahuinya, Haruto menjadi semakin tertarik.
Dan pada akhirnya Haruto mengambil ide gila, menjadikan Junkyu kekasihnya untuk membuat lelaki manis itu selalu ada disisinya, sekaligus menghentikkan kelakuan Ibunya yang bersikeras menjodohkan dirinya dengan putri dari kolega keluarganya.
Haruto merasa ia bisa mencapai dua tujuan besar itu dalam sekali mendayung.
Haruto menghela nafas pelan, “Kau harus terus berada di sisiku Kim Junkyu. Apapun yang terjadi.”
Junkyu membuka matanya secara perlahan, tidur nyenyaknya terusik saat ia merasa sangat sesak dan kesulitan bernafas.
“Ugh!” Junkyu mencoba menggerakkan tubuhnya sedikit, tapi tidak bisa.
Dahi Junkyu mengernyit, dan setelah kesadarannya penuh, matanya langsung melotot saat menyadari jika Haruto tengah memeluk tubuhnya erat.
“Apa yang bocah ini lakukan?!” Pekik Junkyu seraya memukul-mukul dada bocah itu agar melepaskan pelukannya, “Yak lepaskan!!”
Haruto sama sekali tidak bergeming, ia malah mendorong kepala Junkyu agar bersandar di dadanya, membuat tubuh Junkyu seketika menegang.
“Diamlah. Biarkan aku tidur.”
Junkyu mengerjabkan matanya beberapa kali, jantungnya berdegup kencang dan wajahnya terasa begitu panas.
“A-aku akan diam.. tapi bisakah kau tidak memelukku seerat ini? Aku rasa aku akan segera mati karna kehabisan nafas.” Cicit Junkyu pelan.
Haruto membuka matanya lalu melonggarkan pelukannya. Ia menarik wajah Junkyu agar mendongak menatap wajahnya.
“Apa kau selalu secantik ini?”
Junkyu seketika memasang ekspresi bingung mendengar ucapan Haruto yang terdengar sangat aneh dan random seperti itu.
Junkyu mengangkat sebelah tangannya lalu menyentuh dahi Haruto, “Kau sakit?”
Haruto tidak menanggapi perkataan Junkyu, paras junkyu lebih menarik untuk diperhatikan ketimbang pertanyaan tidak bermutu yang lelaki manis itu lontarkan.
“Y-yak! Apa yang ingin kau lakukan?!”
Junkyu memekik panik saat Haruto tiba-tiba saja memajukan wajahnya.
Junkyu membelalakkan matanya, pasti bocah ini sedang tidak waras.
“Kau cantik sekali.”
Haruto terus meracau tidak jelas, membuat Junkyu semakin kebingungan.
Tiba-tiba saja, Haruto mengecup kening Junkyu. Membuat lelaki manis itu terkejut bukan main.
Tangan Junkyu menggantung di udara, ia tak tahu harus bagaimana. Matanya terbelalak karena terlalu kaget dengan perbuatan Haruto yang tiba-tiba.
Haruto menangkup kedua sisi wajah Junkyu, ia menatap wajah Junkyu yang sudah memerah parah lalu mengulas senyum kecil, “Kerja bagus hari ini. Terimakasih Junkyu.”