Yoshi mengunyah kasar makan siangnya di cafetaria perusahaan. Mata obsidiannya menatap lurus kearah lelaki yang sedang duduk gelisah seraya menghela nafas berat sedari tadi dihadapannya.
“Junkyu, kalau kau ada masalah kau bisa cerita padaku.”
Junkyu, lelaki manis yang terlihat tengah galau berat itu kembali meghela nafas sambil menggaruk tengkuknya, “Tidak.. maksudku entahlah. Aku bingung.”
Yoshi menelan roti panggang yang ada di mulutnya lalu menyipitkan matanya melihat Junkyu yang malah terdiam sibuk dengan pikirannya, “Kau sedang jatuh cinta?”
Junkyu tersentak kaget. Mata bulatnya mengerjab dan bergerak panik, “Apa?! Atas dasar apa kau menuduhku begitu!”
Yoshi menghendikkan bahu singkat, “Akhir-akhir ini kau berubah jadi lebih diam, lalu mendadak marah-marah sendiri. Moodmu juga naik turun. Itu gejala orang jatuh cinta bukan?”
“Mana kutahu!”
“Benar kau tak mau cerita?”
Junkyu menundukkan kepalanya lalu kembali menghela napas berat. “Ya.. sejujurnya ada yang ingin aku ceritakan padamu.”
Yoshi menenggak air mineralnya dengan cepat, kilat matanya berubah antusias. Yoshi sangat suka mendengar keluhan orang dan memberikan solusi, meskipun solusinya kadang menyesatkan, “Kubantu sebisaku.”
Junkyu menghela nafas pelan lalu memulai ceritanya.
Saat itu, tepatnya 3 hari yang lalu disebuah cafe ternama yang berada di Seoul, Junkyu mengerang frustasi. Jam sudah menunjukkan pukul 7 malam, sudah lewat 2 jam dari janji temu, dan orang yang ia tunggu-tunggu tidak kunjung menampakkan dirinya.
“Dasar klien bedebah!” Junkyu membereskan berkas-berkas model product dari perusahannya yang akan ia perlihatkan pada klien-nya kali ini dengan wajah tertekuk marah. Lebih baik ia pulang saja, persetan dengan kontrak!
“Kim Junkyu-sshi?”
Junkyu yang baru saja hendak pergi seketika mengurungkan niatnya saat melihat sesosok pria yang terlihat sangat tampan -walau nampak sudah begitu dewasa mengenakan setelan jas hitam dari brand mahal ternama tengah berdiri di hadapannya.
Aroma citrus dan menthol yang maskulin langsung menyapa indera penciuman Junkyu.
Junkyu memiringkan kepalanya sedikit, mencoba menganalisa siapakah gerangan lelaki itu.
“Anda benar Kim Junkyu dari perusahaan Artech Corp?” Nada suaranya dingin, ditambah dengan sorot mata yang tajam dan angkuh membuat Junkyu sedikit bergidik.
Junkyu mengangguk patah-patah, ia tiba-tiba merasa gugup “I-iya.”
Lelaki itu mengangguk lalu menarik kursi yang ada tepat di hadapan Junkyu, “Maaf atas keterlambatan saya. Janji temu pukul 5 sore, tapi karena ada sedikit hambatan saya baru bisa menemui anda sekarang.”
“Oh jadi anda perwakilan dari Pillatepark Corp?”
Lelaki itu mengangguk, matanya lurus menatap Junkyu seakan-akan tengah mengamati setiap inci wajah lelaki manis itu.
Diperhatikan se-intens itu membuat Junkyu sedikit tak nyaman, wajahnya mengkerut tak suka tapi ditahan.
Di hadapannya kini adalah seorang klien, dan SOP di perusahaannya berkerja jelas-jelas menekankan perlunya pengendalian ekspresi agar klien tidak merasa tersinggung.
“Jadi..” Junkyu membuka suara, lalu berdeham karena suaranya hampir hilang karena terlalu gugup. “Bisa kita mulai, Sir?”
Bukannya menjawab, Lelaki itu malah tetap memandangi Junkyu lekat, membuat Junkyu gatal ingin mendelik atau mengumpati kliennya itu.
“Sir?” Panggil Junkyu sekali lagi.
“Berapa usiamu?”
Junkyu hampir tersedak ludahnya sendiri saat mendengar pertanyaan random yang tiba-tiba terlontar dari mulut kliennya itu.
“Maaf?”
“Kau sudah punya kekasih?”
Wajah Junkyu semakin mengkerut heran. Sebenarnya apa maksud dari om-om di depannya ini.
“Sepertinya pertanyaan personal tidak diperlukan pada pertemuan kali ini. Disini saya ingin menunjukkan kepada and-”
“Tidak masalah. Perusahaan kami akan menandatangi kontrak dengan Artech. Asal-” lelaki itu menaikkan sebelah kakinya diatas kakinya yang lain lalu bersedekap dada seraya menatap tajam Junkyu yang tengah dilanda kebingungan. “Kau mau menjawab pertanyaanku. Kau sudah punya kekasih?”
“B-belum.” Junkyu menjawab sekenanya.
Lelaki berwajah dingin itu mengangguk kecil, “Kau suka perempuan atau laki-laki?”
Junkyu kembali tersedak ludahnya sendiri saat mendengar pertanyaan yang semakin random dan menyinggung perasaannya. “Tentu saja perempuan!”
“Oh.. well,” lelaki itu menyandarkan punggung tegapnya pada sandaran kursi. “Jadi product apa yang ingin Artech tawarkan pada perusaan kami?”
Junkyu sedikit merasa tak suka melihat tingkah orang di hadapannya. Lagaknya seperti bos saja padahal Junkyu yakin dia hanyalah karyawan biasa seperti dirinya.
“Ini, Sir,” Junkyu menyodorkan berkas yang sedari tadi menganggur kehadapan lelaki itu, “Jika ada yang kurang jelas, anda bisa menanyakannya pada saya.”
Lelaki itu mengambil berkas dari tangan Junkyu. Mata tajamnnya terlihat sangat fokus melihat isi dari berkas itu, “Pillatepark akan menandatangi kontrak dengan Artech.”
Junkyu langsung melebarkan matanya, “Benarkah?!”
Lelaki itu menaruh berkasnya ke atas meja lalu mengangguk kecil tanpa ekspresi, membuat Junkyu langsung memekik riang di dalam hati.
“Terimakasih, Sir!” Seru Junkyu dengan semangat. Saking semangatnya sampai ia membuat kaget seorang pelayan yang sedang berjalan tepat di samping kliennya, sehingga minuman yang dibawa pelayan itu berpindah membasahi pakaian kliennya itu.
“Astaga!”
Junkyu membekap mulutnya, wajahnya seketika panik saat melihat lelaki dari perusahaan Pillatepark itu basah kuyup karena teh susu jahe.
Pelayan itu juga tak kalah panik, dia meminta maaf dan segera memberikan lelaki itu serbet bersih dan berusaha membantu membersihkan minuman yang membasahi wajah dan pakaiannya tapi langsung di tepis oleh lelaki itu.
“Aku tidak apa-apa. Kau pergilah.”
Pelayan itu kembali meminta maaf dan langsung meninggalkan mereka.
Wajah lelaki itu tampak menggelap. Ekspresinya langsung berubah menjadi suram. Mencekam.
“S-sir?”
Lelaki itu tiba-tiba bangkit dan berjalan menuju ke toilet tanpa sepatah katapun.
Merasa khawatir, Junkyu mengikuti lelaki itu ke toilet.
“Sir?”
Lelaki dari perusahaan Pillatepark itu menoleh menatap Junkyu yang sudah berada di belakangnya.
“Mau apa kau kesini bocah?”
Junkyu melotot kaget mendengar perkataan yang terdengar sangat ketus dari lelaki itu. Perasaannya tadi lelaki itu lumayan sopan walaupun sedikit random dan tidak banyak bicara. Ia merasa seperti melihat orang lain bukan lelaki super rapi dan dingin dari perusahaan Pillatepark yang tadi menemuinya.
“Maaf?”
“Benar-benar merepotkan.” Gerutu lelaki itu pelan, tapi masih bisa Junkyu dengar, “Harusnya aku tidak datang saja.”
Junkyu yang sudah menahan kekesalannya sedari tadi akhirnya mencapai limit-nya. Sudah bertanya-tanya random, dan sekarang malah berbicara seperti itu. Walaupun Junkyu tahu kalau secara tidak langsung dialah menyebabkan pakaian lelaki itu basah kuyup, tapi kan tidak seharusnya orang itu berbicara seperti itu kepada Junkyu.
Mereka kan sedang meeting, harusnya orang itu jaga sikap. Junkyu saja yang menunggu sampai 2 jam bisa tahan dan mencoba bersikap ramah!
Jika lelaki dari perusahaan Pillatepark itu tidak jadi menandatangi kontrak ya terserah. Junkyu sudah tidak perduli lagi, toh masih banyak perusahaan selain Pillatepark yang mau berkejasama dengan Artech!
“Sebelumnya saya mohon maaf jika secara tidak langsung sayalah yang membuat pakaian anda kotor. Tapi perkataan dan kelakuan anda sedari tadi terus menyinggung saya, jadi lebih baik kita akhiri saja pertemuan kali ini. Jika anda tidak berkenan menandatangi kontrak dengan kami, saya tidak masalah. Kalau begitu saya permisi dulu.”
Tanpa menunggu jawaban dari lelaki itu, Junkyu berbalik. Bermaksud untuk pergi.
Tapi sebelum maksud Junkyu itu terlaksana, tubuh Junkyu ditarik ke salah satu sudut toilet, di dorong masuk ke pintu kloset terujung.
Klik, suara pintu dikunci.
Junkyu melebarkan matanya, mau teriak tapi syok. Jadi suaranya tidak keluar dan hanya bisa menganga.
Lelaki itu semakin maju memojokkan Junkyu, sehingga sekarang Junkyu duduk di atas kloset dengan lelaki itu mengkungku di atasnya.
“Bocah.”
Junkyu mendongak, sedikit terkesiap saat melihat lelaki itu kini tengah menatapnya dengan pandangan dingin.
“Sepertinya mulut kurang ajar-mu itu perlu diisi dengan pelumasku, tapi itu nanti. Sekarang renungkanlah apa kesalahanmu sebelum aku memberikanmu sanksi karena telah berbicara dengan begitu lancangnya di depanku.”
Junkyu memejamkan matanya erat, wajah lelaki itu semakin mendekat dan sialnya Junkyu belum bisa mengucapkan sepatah katapun karena syok.
Dapat Junkyu dengar lelaki itu mendecih kasar, “Dasar bocah.”
“A-apa maksudmu?” Akhirnya Junkyu dapat bersuara.
Meskipun dalam keadaan syok, Junkyu sadar jika situasi yang dialaminya benar-benar berbahaya.
“Kau sudah keterlaluan, Sir!”
Lelaki itu hanya mengangkat sebelah alisnya remeh. “Aku menyuruhmu instropeksi, tapi kau malah mengataiku keterlaluan? Artech memang payah mencari karyawan.”
Junkyu semakin merasa tidak terima, dengan sekuat tenaganya ia mendorong tubuh lelaki yang mengkungkungnya itu.
Karena dorongan Junkyu yang mendadak, lelaki itu sedikit terdorong kebelakang, dan hal itu tentu saja dimamfaatkan oleh Junkyu. Ia segera bangkit dan menghambur ke pintu kloset.
Tapi, belum sempat tangannya menggapai gagang pintu, tubuhnya kembali tertarik kebelakang dan jatuh di pangkuan lelaki itu.
Junkyu membelalakkan matanya, tubuhnya langsung gemetar merasa ketakutan saat kedua tangannya di cengkram ke atas dan pinggangnya di remas dengan kuat.
“Cukup bocah.”
“Kau yang cukup, Sir!” Pekik Junkyu. Gawat, benar-benar gawat.
“Bocah sepertimu benar-benar harus diberi pelajaran.” Ucap lelaki Pillatepark itu sebelum ia melepaskan cengkramannya pada kedua tangan Junkyu dan melepas paksa dasi dan tiga kancing teratas kemeja Junkyu.
Dengan satu gerakan yang akurat yang terkakulasi, lelaki Pillatepark itu menarik kemeja Junkyu hingga mengekpos leher jenjang dan tulang selangka milik lelaki manis itu.
Napas hangat berhembus di permukaan leher Junkyu, dan Junkyu tidak bisa menahan pekikannya saat merasa sesuatu yang lunak dan panas melakukan kontak dengan lehernya.
“Mendesah.”
“A-apa yang kau lakuk- Akh!”
Junkyu terkesiap.
Benda lunak dan panas itu terasa seperti menari-nari di atas lehernya, membuat Junkyu menggeliat panik sekaligus ketakutan.
Dapat Junkyu rasa lelaki itu semakin mengeratkan pelukan pada pinggangnya. Sebelah tangannya yang bebas meraba dan meremas tubuh Junkyu yang masih terlapisi kemeja putih polos dan jas klasik berwarna hitam.
Junkyu memejamkan matanya erat saat ketakutan menjalar cepat keseluruh tubuhnya.
“He-hentikan!” Junkyu menepis tangan lelaki itu dengan kasar.
Berdecih pelan, lelaki itu malah membalas Junkyu dengan membenamkan deretan giginya pada kulit bahu Junkyu.
“Akhh!!” Junkyu merasa kepalanya berputar pening, “Sakit!”
“Intropeksi bocah.”
“Sir!”
Lelaki itu terus melumat dan menggigit garis leher dan bahu Junkyu, meninggalkan motif dan jejak kemerahan.
Bibir panas lelaki itu mengecap titik-titik darah yang muncul dari luka gigitan. Bunyi kecipak basah dan isapan rakus membuat mata Junkyu semakin berkunang-kunang.
Punggungnya melengkung, kedua tangannya mencengkram bahu lelaki itu dengan kuat sehingga membuat pakaian basah lelaki itu mengkerut kusut.
Tubuh Junkyu seperti tersengat listrik saat lelaki Pillatepark itu menarik kemeja Junkyu keluar dari celananya dan menyelundupkan tangannya masuk. Junkyu meronta diatas pangkuan lelaki itu, membuat rengkuhan lelaki itu mengerat.
Lelaki itu meremas pinggang Junkyu keras lalu melepaskan dekapannya.
Kesadaran Junkyu yang hampir lepas dari tempatnya tersambung kembali. Dengan dramatisir, Junkyu melompat dari atas pangkuan lelaki itu sampai nyaris menabrak pintu kloset.
Dengan gerakan tergesa-gesa seperti dikejar hantu, Junkyu segera keluar dari bilik kloset itu.
Lelaki itu juga ikut keluar, menjilat bibir lalu menatap Junkyu tajam, “Bagaimana hukumanku bocah? Sudah sadar akan kesalahanmu?”
Junkyu langsung mundur beberapa langkah. Wajah merah terbakar dan melotot selebar-lebarnya, “Kesalahan apa yang kau maksud hah?! D-dan apa yang barusan itu?!”
Delikan Junkyu dibalas empat kali lebih tajam, “Bocah tolol masih belum mengerti juga.”
Merasa tidak terima Junkyu maju selangkah dan menatap nyalang lelaki Pillatepark itu dengan sisa-sisa keberaniannya, “Aku tidak mengerti maksudmu! Disini kau yang bersalah! Dan barusan- barusan kau melakukan tindakan tidak terpuji! Dasar om-om byuntae!”
“Aku yang bersalah?” Lelaki itu maju selangkah, aura hitam dan mencekam menyeruak dari tubuhnya, “Sepertinya kau tidak tahu siapa sebenarnya yang sedang kau maki-maki sekarang.”
Nyali Junkyu menciut, tapi tidak dengan rasa tidak terimanya, “Siapa kau aku tidak perduli! Dasar byuntae tidak punya adab!”
Setelah berteriak seperti itu, Junkyu langsung menghambur keluar dari toilet. Dirinya harus kabur sekarang sebelum sesuatu yang lebih mengerikan dari yang ia alami terjadi. Persetan dengan kontrak!