Harukyuily

Namanya Park Jihoon. Laki-laki, berusia 27 tahun. Sukses di usia muda, mempunyai aset menggunung dan koneksi di seluruh dunia.

Wajah tampan, tubuh atletis, mapan tapi mempunyai limit pada ekspresinya. Tidak tertarik pada hubungan percintaan dan sampai sekarang masih single. Dan juga terkenal tegas kepada karyawannya.

“Hah? Hanya segini info yang bisa aku dapatkan?” Junkyu menatap layar laptopnya heran. Seorang Presdir dari perusahaan besar tapi hanya segini informasi di internet tentang dirinya? Sepertinya orang itu tidak suka data pribadinya dieskpos.

Junkyu terus berselancar diinternet, membaca semua berita dari lelaki bernama Park Jihoon, Presdir eksekutif muda dari perusahaan Pillatepark Corp. Dari berita biasa, hoax, sampai gossip ia baca habis.

Junkyu mengucek matanya, kemudian menghela nafas berat, “Lusa aku akan bekerja di Pillatepark? Omong kosong macam itu!”

Junkyu mengacak rambutnya frustasi, “Kenapa harus aku?!”

“Oi.”

Junkyu yang sedang menggeliat tidak jelas terlonjak kaget saat mendengar suara Asahi, roomate-nya yang baru saja keluar dari kamarnya dengan wajah bantal.

“Kau membuat kaget saja sialan!” Umpat Junkyu sambil mengelus dadanya pelan.

Asahi menunjuk jam yang bertengger manis di ruang tengah dengan telunjuknya, “Sudah pukul 3 dini hari. Kau tidak mau tidur?”

Junkyu melihat ke arah jam kemudian meringis pelan, “Sebentar lagi, aku masih ada pekerjaan.” Bohong Junkyu.

Pekerjaan men-stalker.

Asahi menggaruk kepalanya, “Kalau kau lapar, di lemari pendingin ada cake yang dibelikan Jaehyuk. Kau bisa memakannya. Jangan sampai kekurangan glukosa.”

“Wah, Jaehyuk selalu membelikanmu makanan. Panjang tangan sekali kekasih lelakimu itu.”

“Ringan tangan tolol.”

Asahi berjalan ke arah dapur dan mengambil sebotol air mineral, “Kalau sudah selesai langsung tidur.”

Junkyu mengangguk, “Ne.. selamat tidur lagi Sahi-ya.”

Asahi mengangkat jari tengahnya lalu berjalan masuk kembali ke dalam kamarnya.

Setelah kepergian Asahi, Junkyu kembali menatap layar laptopnya. Junkyu meraih ponselnya dan mengirim pesan ke pada Yoshi, biasanya bocah itu masih bangun jam segini menonton anime.

Junkyu meletakkan ponselnya dan kembali menatap layar laptop. Tangannya lincah mengetikkan berbagai keyword pencarian untuk Presdir Pillatepark itu.

Seperti,

Park Jihoon scandal

Kekasih Park Jihoon

Park Jihoon aset dan kekayaan

Catatan buruk Park Jihoon

Dan masih banyak lagi.

Ting! Tiba-tiba ponsel Junkyu berbunyi.

Junkyu meraih ponselnya, pasti ini balasan dari Yoshi. Batinnya.

Junkyu mengakhiri sesi berceritanya dengan helaan napas berat, “Jadi begitu.. dan selama 3 hari ini aku merasa sangat tidak nyaman!”

Yoshi yang sedari tadi mendengarkan tanpa menyela sedikitpun hanya bisa menganga dengan mata terbelalak.

“I-itu pelecehan!”

Yoshi tiba-tiba mencondongkan tubuhnya kedepan, meraih kerah Junkyu dan menariknya sedikit, “Bekasnya masih ada!” Pekiknya heboh saat melihat noda kemerahan seperti memar yang sudah mulai memudar di leher Junkyu.

Junkyu mendelik lalu melepaskan tangan Yoshi dari kerah kemejanya, “Apa yang kau lakukan bodoh!”

Yoshi kembali ke posisi semula lalu memijat kedua pelipisnya pelan. Kepalanya pening.

“Apa Pak Presdir tidak marah? Kau baru saja kehilangan kontrak dengan Pillatepark?”

Junkyu meringis, wajahnya langsung berubah seperti ingin menangis, “Inilah yang membuatku frustasi. “

“Maksudmu?”

“Setelah aku mengatakan kalau Pillatepark tidak berkenan menandatangi kontrak, Pak Presdir hanya mengangguk dan memintaku pergi. Aku mengira akan diberi sanksi atau di pecat saat itu, tapi sampai sekarang tidak terjadi apa-apa. Pak Presdir juga tidak mengatakan apa-apa lagi selain itu.” Celoteh Junkyu panjang lebar.

“Kalau begitu biarkan saja.”

Junkyu menaikkan sebelah alisnya meminta penjelasan.

“Jika tidak terjadi apa-apa bukannya bagus? Berarti pak presdir tidak marah. Kau selamat!” Terang Yoshi, “Lagipula, kenapa kau tak mengatakan apa yang terjadi sebenarnya kepada Pak Presdir? Kau baru saja dilecehkan! Dan parahnya oleh lelaki!”

Junkyu menundukkan wajahnya, “Sebenarnya aku ingin.. tapi-”

“Disini kau rupanya. Kim Junkyu, kau diminta datang ke ruangan Pak Presdir sekarang.” Ucap Yeji dengan napas sedikit tersengal, sepertinya gadis itu habis berlarian.

Junkyu mengangkat wajahnya, “Hah?”

Yeji menyeka bulir keringat yang ada di keningnya, “Pak Presdir menunggumu tolol! Malah hah!”

Junkyu langsung memasang tampang paling menyedihkan yang bisa ia buat dan menoleh ke arah Yoshi, “Yoshi..”

Yoshi memasang ekspresi dramatis lalu mengibaskan tangannya menyuruh Junkyu cepat angkat kaki, “Aku berdoa untuk keselamatanmu.”

“Heh cepat! Nanti aku yang kena marah.” Kesal Yeji.

Junkyu membuang napas berat, lalu bangkit dari duduknya.

“Yoshi, kalau aku dipecat, aku akan menumpang di apartemenmu ya .”

“Iya, asal kau mau menjadi babuku.”

“Oi cepat sana!”

“Iya, iya sabar!”

Junkyu meringis pelan, dengan langkah gontai ia berjalan pergi menuju ruangan Atasannya. Meninggalkan Yoshi dan Yeji berdua.

Yeji menoleh ke arah Yoshi yang ternyata tengah menatapnya, “Mau makan bareng?” Tawar Yoshi sambil tersenyum.

Yeji memasang ekspresi jijik, “Tidak sudi!” Lalu ikut pergi meninggalkan kafetaria, menyisakan Yoshi sendirian.

Langkah Junkyu melambat ketika ia sudah mendekati ruangan Atasannya itu. Wajahnya pucat dan mentalnya sudah ia siapkan jika seandainya ia benar-benar di pecat dari perusahaannya itu.

Tok! Tok! Tok!

Junkyu mengetuk pintu ruangan itu dengan tubuh gemetar.

Klik! Suara pintu dibuka secara otomatis.

Junkyu menengguk ludahnya kasar. Mendorong gagang pintu dengan perlahan lalu melangkahkan kakinya perlahan masuk ke dalam ruangan.

“Oh! Kau sudah datang.”

Junkyu langsung membungkukan tubuhnya 90 derajat. “Anda memanggil saya, Sir?”

“Iya, ada yang ingin saya bicarakan.”

Bulir-bulir keringat mulai bermunculan. Junkyu meremas tangannya gugup. Jantungnya berdetak kencang tak karuan.

“Duduklah disini.”

Presdir-nya menunjuk sebuah sofa yang ada di sebelah depan kanannya.

Junkyu mengangguk lalu melangkahkan kakinya dengan kepala tertunduk menuju sofa yang dimaksud kemudian duduk.

“Apa kau begitu gugup sampai tidak meyadari keberadaanku? Bocah?”

Deg!

Tubuh Junkyu langsung gemetar saat mendengar suara orang yang selama 3 hari ini terus menggelayuti pikirannya.

Junkyu mengangkat kepalanya dan melotot selebar-lebarnya saat melihat karyawan yang merupakan perwakilan dari perusaha Pillatepark duduk tepat di hadapannya. Ekspresi dingin tapi seakan mengejek terpampang jelas di wajahnya.

Melihat ekspresi terkejut dan tidak mengerti dari Junkyu, Lelaki itu berkata, “Kalau ingin tahu, tanya saja pada Bos-mu.”

Junkyu mengalihkan pandangannya dari lelaki Pillatepark itu kepada Atasannya meminta penjelasan. Tapi sepertinya sudah jelas, ia akan di pecat.

Mr. Jung, Presdir perusahaan Junkyu tersenyum.

“Sebelumnya, saya ingin mengatakan bahwa saya sedikit terkejut saat perusahaan Pillatepark tiba-tiba menghubungi dan mengatakan akan menandatangi kontrak setelah Kim Junkyu-sshi melaporkan kepada saya bahwa pertemuannya tidaklah berjalan lancar.”

Mr. Jung menjeda sebentar kalimatnya sebentar lalu menatap Junkyu, “Saya masih tidak mengerti dengan apa yang sebenarnya terjadi. Tapi melihat Presdir eksekutif Pillatepark yang datang langsung ke Artech untuk menandatangi kontrak membuat saya semakin terkejut.”

Junkyu mengerjabkan matanya beberapa kali. Tunggu, Presdir Pillatepark? Kemari untuk tanda tangan kontrak? Tapi yang ada sekarang disini hanyalah om-om Byuntae yang sudah melecehkannya. Jangan-jangan...

“EH?!”

Junkyu membekap mulutnya tak percaya.

“Kaget kau bocah?”

Junkyu menatap horor ke arah lelaki yang ternyata adalah presdir Pillatepark, “Tidak mungkin..” gumam Junkyu masih tidak percaya.

Apa yang telah ia lakukan?! Dirinya ternyata mencari ulah dengan Presdir dari salah satu perusahaan terbesar di Korea. Bukan hanya di pecat, Junkyu bisa saja di penjara!

“Jadi alasan sebenarnya kenapa saya memanggil saudara Kim Junkyu-sshi kemari adalah-”

“Apa saya akan dipecat?” Potong Junkyu.

Presdir Pillatepark tertawa sinis, “Polos sekali. Atau kode ingin di polosin?”

Mr. Jung tersenyum lalu menatap Presdir Pillatepark, “Presdir Park..” tegur Mr. Jung.

“Tentu saja tidak Junkyu-sshi.” Ucap Mr. Jung.

“L-lalu?”

“Karena kerja sama perusahaan Artech dan Pillatepark akan segera terjalin. Perusahaan Pillatepark secara khusus meminta anda untuk menangani langsung kerja sama ini.”

“M-maksudnya?” Junkyu masih tidak mengerti. Kepalanya terlalu banyak menerima hal mengejutkan akhir-akhir ini sehingga ia sedikit bodoh.

“Maksudnya, anda akan berkerja dengan perusahaan Pillatepark untuk sementara waktu. Selama kerja sama ini terjalin, anda akan berkerja langsung dibawah Presdir Park.”

Jedarr!!!!

Terdengar suara petir imaginer menyambar di dalam kepala Junkyu.

Presdir Pillatepark itu memajukan badannya mendekati Junkyu, menatapinya tajam lalu menyunggingkan senyum sinis.

“Sekarang kau sudah tahu siapa aku sebenarnya, Bocah.” Lelaki itu mengeluarkan selembar kartu nama dari kantung jasnya, menaruh diatas meja lalu mendorongnya kehadapan Junkyu, “Namaku Park Jihoon, Presdir eksekutif Pillatepark Corporation. Welcome ad inferos.”

Speak the devil! What-the-hell?!

Yoshi mengunyah kasar makan siangnya di cafetaria perusahaan. Mata obsidiannya menatap lurus kearah lelaki yang sedang duduk gelisah seraya menghela nafas berat sedari tadi dihadapannya.

“Junkyu, kalau kau ada masalah kau bisa cerita padaku.”

Junkyu, lelaki manis yang terlihat tengah galau berat itu kembali meghela nafas sambil menggaruk tengkuknya, “Tidak.. maksudku entahlah. Aku bingung.”

Yoshi menelan roti panggang yang ada di mulutnya lalu menyipitkan matanya melihat Junkyu yang malah terdiam sibuk dengan pikirannya, “Kau sedang jatuh cinta?”

Junkyu tersentak kaget. Mata bulatnya mengerjab dan bergerak panik, “Apa?! Atas dasar apa kau menuduhku begitu!”

Yoshi menghendikkan bahu singkat, “Akhir-akhir ini kau berubah jadi lebih diam, lalu mendadak marah-marah sendiri. Moodmu juga naik turun. Itu gejala orang jatuh cinta bukan?”

“Mana kutahu!”

“Benar kau tak mau cerita?”

Junkyu menundukkan kepalanya lalu kembali menghela napas berat. “Ya.. sejujurnya ada yang ingin aku ceritakan padamu.”

Yoshi menenggak air mineralnya dengan cepat, kilat matanya berubah antusias. Yoshi sangat suka mendengar keluhan orang dan memberikan solusi, meskipun solusinya kadang menyesatkan, “Kubantu sebisaku.”

Junkyu menghela nafas pelan lalu memulai ceritanya.

Saat itu, tepatnya 3 hari yang lalu disebuah cafe ternama yang berada di Seoul, Junkyu mengerang frustasi. Jam sudah menunjukkan pukul 7 malam, sudah lewat 2 jam dari janji temu, dan orang yang ia tunggu-tunggu tidak kunjung menampakkan dirinya.

“Dasar klien bedebah!” Junkyu membereskan berkas-berkas model product dari perusahannya yang akan ia perlihatkan pada klien-nya kali ini dengan wajah tertekuk marah. Lebih baik ia pulang saja, persetan dengan kontrak!

“Kim Junkyu-sshi?”

Junkyu yang baru saja hendak pergi seketika mengurungkan niatnya saat melihat sesosok pria yang terlihat sangat tampan -walau nampak sudah begitu dewasa mengenakan setelan jas hitam dari brand mahal ternama tengah berdiri di hadapannya.

Aroma citrus dan menthol yang maskulin langsung menyapa indera penciuman Junkyu.

Junkyu memiringkan kepalanya sedikit, mencoba menganalisa siapakah gerangan lelaki itu.

“Anda benar Kim Junkyu dari perusahaan Artech Corp?” Nada suaranya dingin, ditambah dengan sorot mata yang tajam dan angkuh membuat Junkyu sedikit bergidik.

Junkyu mengangguk patah-patah, ia tiba-tiba merasa gugup “I-iya.”

Lelaki itu mengangguk lalu menarik kursi yang ada tepat di hadapan Junkyu, “Maaf atas keterlambatan saya. Janji temu pukul 5 sore, tapi karena ada sedikit hambatan saya baru bisa menemui anda sekarang.”

“Oh jadi anda perwakilan dari Pillatepark Corp?”

Lelaki itu mengangguk, matanya lurus menatap Junkyu seakan-akan tengah mengamati setiap inci wajah lelaki manis itu.

Diperhatikan se-intens itu membuat Junkyu sedikit tak nyaman, wajahnya mengkerut tak suka tapi ditahan.

Di hadapannya kini adalah seorang klien, dan SOP di perusahaannya berkerja jelas-jelas menekankan perlunya pengendalian ekspresi agar klien tidak merasa tersinggung.

“Jadi..” Junkyu membuka suara, lalu berdeham karena suaranya hampir hilang karena terlalu gugup. “Bisa kita mulai, Sir?”

Bukannya menjawab, Lelaki itu malah tetap memandangi Junkyu lekat, membuat Junkyu gatal ingin mendelik atau mengumpati kliennya itu.

“Sir?” Panggil Junkyu sekali lagi.

“Berapa usiamu?”

Junkyu hampir tersedak ludahnya sendiri saat mendengar pertanyaan random yang tiba-tiba terlontar dari mulut kliennya itu.

“Maaf?”

“Kau sudah punya kekasih?”

Wajah Junkyu semakin mengkerut heran. Sebenarnya apa maksud dari om-om di depannya ini.

“Sepertinya pertanyaan personal tidak diperlukan pada pertemuan kali ini. Disini saya ingin menunjukkan kepada and-”

“Tidak masalah. Perusahaan kami akan menandatangi kontrak dengan Artech. Asal-” lelaki itu menaikkan sebelah kakinya diatas kakinya yang lain lalu bersedekap dada seraya menatap tajam Junkyu yang tengah dilanda kebingungan. “Kau mau menjawab pertanyaanku. Kau sudah punya kekasih?”

“B-belum.” Junkyu menjawab sekenanya.

Lelaki berwajah dingin itu mengangguk kecil, “Kau suka perempuan atau laki-laki?”

Junkyu kembali tersedak ludahnya sendiri saat mendengar pertanyaan yang semakin random dan menyinggung perasaannya. “Tentu saja perempuan!”

“Oh.. well,” lelaki itu menyandarkan punggung tegapnya pada sandaran kursi. “Jadi product apa yang ingin Artech tawarkan pada perusaan kami?”

Junkyu sedikit merasa tak suka melihat tingkah orang di hadapannya. Lagaknya seperti bos saja padahal Junkyu yakin dia hanyalah karyawan biasa seperti dirinya.

“Ini, Sir,” Junkyu menyodorkan berkas yang sedari tadi menganggur kehadapan lelaki itu, “Jika ada yang kurang jelas, anda bisa menanyakannya pada saya.”

Lelaki itu mengambil berkas dari tangan Junkyu. Mata tajamnnya terlihat sangat fokus melihat isi dari berkas itu, “Pillatepark akan menandatangi kontrak dengan Artech.”

Junkyu langsung melebarkan matanya, “Benarkah?!”

Lelaki itu menaruh berkasnya ke atas meja lalu mengangguk kecil tanpa ekspresi, membuat Junkyu langsung memekik riang di dalam hati.

“Terimakasih, Sir!” Seru Junkyu dengan semangat. Saking semangatnya sampai ia membuat kaget seorang pelayan yang sedang berjalan tepat di samping kliennya, sehingga minuman yang dibawa pelayan itu berpindah membasahi pakaian kliennya itu.

“Astaga!”

Junkyu membekap mulutnya, wajahnya seketika panik saat melihat lelaki dari perusahaan Pillatepark itu basah kuyup karena teh susu jahe.

Pelayan itu juga tak kalah panik, dia meminta maaf dan segera memberikan lelaki itu serbet bersih dan berusaha membantu membersihkan minuman yang membasahi wajah dan pakaiannya tapi langsung di tepis oleh lelaki itu.

“Aku tidak apa-apa. Kau pergilah.”

Pelayan itu kembali meminta maaf dan langsung meninggalkan mereka.

Wajah lelaki itu tampak menggelap. Ekspresinya langsung berubah menjadi suram. Mencekam.

“S-sir?”

Lelaki itu tiba-tiba bangkit dan berjalan menuju ke toilet tanpa sepatah katapun.

Merasa khawatir, Junkyu mengikuti lelaki itu ke toilet.

“Sir?”

Lelaki dari perusahaan Pillatepark itu menoleh menatap Junkyu yang sudah berada di belakangnya.

“Mau apa kau kesini bocah?”

Junkyu melotot kaget mendengar perkataan yang terdengar sangat ketus dari lelaki itu. Perasaannya tadi lelaki itu lumayan sopan walaupun sedikit random dan tidak banyak bicara. Ia merasa seperti melihat orang lain bukan lelaki super rapi dan dingin dari perusahaan Pillatepark yang tadi menemuinya.

“Maaf?”

“Benar-benar merepotkan.” Gerutu lelaki itu pelan, tapi masih bisa Junkyu dengar, “Harusnya aku tidak datang saja.”

Junkyu yang sudah menahan kekesalannya sedari tadi akhirnya mencapai limit-nya. Sudah bertanya-tanya random, dan sekarang malah berbicara seperti itu. Walaupun Junkyu tahu kalau secara tidak langsung dialah menyebabkan pakaian lelaki itu basah kuyup, tapi kan tidak seharusnya orang itu berbicara seperti itu kepada Junkyu.

Mereka kan sedang meeting, harusnya orang itu jaga sikap. Junkyu saja yang menunggu sampai 2 jam bisa tahan dan mencoba bersikap ramah!

Jika lelaki dari perusahaan Pillatepark itu tidak jadi menandatangi kontrak ya terserah. Junkyu sudah tidak perduli lagi, toh masih banyak perusahaan selain Pillatepark yang mau berkejasama dengan Artech!

“Sebelumnya saya mohon maaf jika secara tidak langsung sayalah yang membuat pakaian anda kotor. Tapi perkataan dan kelakuan anda sedari tadi terus menyinggung saya, jadi lebih baik kita akhiri saja pertemuan kali ini. Jika anda tidak berkenan menandatangi kontrak dengan kami, saya tidak masalah. Kalau begitu saya permisi dulu.”

Tanpa menunggu jawaban dari lelaki itu, Junkyu berbalik. Bermaksud untuk pergi.

Tapi sebelum maksud Junkyu itu terlaksana, tubuh Junkyu ditarik ke salah satu sudut toilet, di dorong masuk ke pintu kloset terujung.

Klik, suara pintu dikunci.

Junkyu melebarkan matanya, mau teriak tapi syok. Jadi suaranya tidak keluar dan hanya bisa menganga.

Lelaki itu semakin maju memojokkan Junkyu, sehingga sekarang Junkyu duduk di atas kloset dengan lelaki itu mengkungku di atasnya.

“Bocah.”

Junkyu mendongak, sedikit terkesiap saat melihat lelaki itu kini tengah menatapnya dengan pandangan dingin.

“Sepertinya mulut kurang ajar-mu itu perlu diisi dengan pelumasku, tapi itu nanti. Sekarang renungkanlah apa kesalahanmu sebelum aku memberikanmu sanksi karena telah berbicara dengan begitu lancangnya di depanku.”

Junkyu memejamkan matanya erat, wajah lelaki itu semakin mendekat dan sialnya Junkyu belum bisa mengucapkan sepatah katapun karena syok.

Dapat Junkyu dengar lelaki itu mendecih kasar, “Dasar bocah.”

“A-apa maksudmu?” Akhirnya Junkyu dapat bersuara.

Meskipun dalam keadaan syok, Junkyu sadar jika situasi yang dialaminya benar-benar berbahaya.

“Kau sudah keterlaluan, Sir!”

Lelaki itu hanya mengangkat sebelah alisnya remeh. “Aku menyuruhmu instropeksi, tapi kau malah mengataiku keterlaluan? Artech memang payah mencari karyawan.”

Junkyu semakin merasa tidak terima, dengan sekuat tenaganya ia mendorong tubuh lelaki yang mengkungkungnya itu.

Karena dorongan Junkyu yang mendadak, lelaki itu sedikit terdorong kebelakang, dan hal itu tentu saja dimamfaatkan oleh Junkyu. Ia segera bangkit dan menghambur ke pintu kloset.

Tapi, belum sempat tangannya menggapai gagang pintu, tubuhnya kembali tertarik kebelakang dan jatuh di pangkuan lelaki itu.

Junkyu membelalakkan matanya, tubuhnya langsung gemetar merasa ketakutan saat kedua tangannya di cengkram ke atas dan pinggangnya di remas dengan kuat.

“Cukup bocah.”

“Kau yang cukup, Sir!” Pekik Junkyu. Gawat, benar-benar gawat.

“Bocah sepertimu benar-benar harus diberi pelajaran.” Ucap lelaki Pillatepark itu sebelum ia melepaskan cengkramannya pada kedua tangan Junkyu dan melepas paksa dasi dan tiga kancing teratas kemeja Junkyu.

Dengan satu gerakan yang akurat yang terkakulasi, lelaki Pillatepark itu menarik kemeja Junkyu hingga mengekpos leher jenjang dan tulang selangka milik lelaki manis itu.

Napas hangat berhembus di permukaan leher Junkyu, dan Junkyu tidak bisa menahan pekikannya saat merasa sesuatu yang lunak dan panas melakukan kontak dengan lehernya.

“Mendesah.”

“A-apa yang kau lakuk- Akh!”

Junkyu terkesiap.

Benda lunak dan panas itu terasa seperti menari-nari di atas lehernya, membuat Junkyu menggeliat panik sekaligus ketakutan.

Dapat Junkyu rasa lelaki itu semakin mengeratkan pelukan pada pinggangnya. Sebelah tangannya yang bebas meraba dan meremas tubuh Junkyu yang masih terlapisi kemeja putih polos dan jas klasik berwarna hitam.

Junkyu memejamkan matanya erat saat ketakutan menjalar cepat keseluruh tubuhnya.

“He-hentikan!” Junkyu menepis tangan lelaki itu dengan kasar.

Berdecih pelan, lelaki itu malah membalas Junkyu dengan membenamkan deretan giginya pada kulit bahu Junkyu.

“Akhh!!” Junkyu merasa kepalanya berputar pening, “Sakit!”

“Intropeksi bocah.”

“Sir!”

Lelaki itu terus melumat dan menggigit garis leher dan bahu Junkyu, meninggalkan motif dan jejak kemerahan.

Bibir panas lelaki itu mengecap titik-titik darah yang muncul dari luka gigitan. Bunyi kecipak basah dan isapan rakus membuat mata Junkyu semakin berkunang-kunang.

Punggungnya melengkung, kedua tangannya mencengkram bahu lelaki itu dengan kuat sehingga membuat pakaian basah lelaki itu mengkerut kusut.

Tubuh Junkyu seperti tersengat listrik saat lelaki Pillatepark itu menarik kemeja Junkyu keluar dari celananya dan menyelundupkan tangannya masuk. Junkyu meronta diatas pangkuan lelaki itu, membuat rengkuhan lelaki itu mengerat.

Lelaki itu meremas pinggang Junkyu keras lalu melepaskan dekapannya.

Kesadaran Junkyu yang hampir lepas dari tempatnya tersambung kembali. Dengan dramatisir, Junkyu melompat dari atas pangkuan lelaki itu sampai nyaris menabrak pintu kloset.

Dengan gerakan tergesa-gesa seperti dikejar hantu, Junkyu segera keluar dari bilik kloset itu.

Lelaki itu juga ikut keluar, menjilat bibir lalu menatap Junkyu tajam, “Bagaimana hukumanku bocah? Sudah sadar akan kesalahanmu?”

Junkyu langsung mundur beberapa langkah. Wajah merah terbakar dan melotot selebar-lebarnya, “Kesalahan apa yang kau maksud hah?! D-dan apa yang barusan itu?!”

Delikan Junkyu dibalas empat kali lebih tajam, “Bocah tolol masih belum mengerti juga.”

Merasa tidak terima Junkyu maju selangkah dan menatap nyalang lelaki Pillatepark itu dengan sisa-sisa keberaniannya, “Aku tidak mengerti maksudmu! Disini kau yang bersalah! Dan barusan- barusan kau melakukan tindakan tidak terpuji! Dasar om-om byuntae!”

“Aku yang bersalah?” Lelaki itu maju selangkah, aura hitam dan mencekam menyeruak dari tubuhnya, “Sepertinya kau tidak tahu siapa sebenarnya yang sedang kau maki-maki sekarang.”

Nyali Junkyu menciut, tapi tidak dengan rasa tidak terimanya, “Siapa kau aku tidak perduli! Dasar byuntae tidak punya adab!”

Setelah berteriak seperti itu, Junkyu langsung menghambur keluar dari toilet. Dirinya harus kabur sekarang sebelum sesuatu yang lebih mengerikan dari yang ia alami terjadi. Persetan dengan kontrak!

Yoshi mengunyah kasar makan siangnya di cafetaria perusahaan. Mata obsidiannya menatap lurus kearah lelaki yang sedang duduk gelisah seraya menghela nafas berat sedari tadi dihadapannya.

“Junkyu, kalau kau ada masalah kau bisa cerita padaku.”

Junkyu, lelaki manis yang terlihat tengah galau berat itu kembali meghela nafas sambil menggaruk tengkuknya, “Tidak.. maksudku entahlah. Aku bingung.”

Yoshi menelan roti panggang yang ada di mulutnya lalu menyipitkan matanya melihat Junkyu yang malah terdiam sibuk dengan pikirannya, “Kau sedang jatuh cinta?”

Junkyu tersentak kaget. Mata bulatnya mengerjab dan bergerak panik, “Apa?! Atas dasar apa kau menuduhku begitu!”

Yoshi menghendikkan bahu singkat, “Akhir-akhir ini kau berubah jadi lebih diam, lalu mendadak marah-marah sendiri. Moodmu juga naik turun. Itu gejala orang jatuh cinta bukan?”

“Mana kutahu!”

“Benar kau tak mau cerita?”

Junkyu menundukkan kepalanya lalu kembali menghela napas berat. “Ya.. sejujurnya ada yang ingin aku ceritakan padamu.”

Yoshi menenggak air mineralnya dengan cepat, kilat matanya berubah antusias. Yoshi sangat suka mendengar keluhan orang dan memberikan solusi, meskipun solusinya kadang menyesatkan, “Kubantu sebisaku.”

Junkyu menghela nafas pelan lalu memulai ceritanya.

Saat itu, tepatnya 3 hari yang lalu disebuah cafe ternama yang berada di Seoul, Junkyu mengerang frustasi. Jam sudah menunjukkan pukul 7 malam, sudah lewat 2 jam dari janji temu, dan orang yang ia tunggu-tunggu tidak kunjung menampakkan dirinya.

“Dasar klien bedebah!” Junkyu membereskan berkas-berkas model product dari perusahannya yang akan ia perlihatkan pada klien-nya kali ini dengan wajah tertekuk marah. Lebih baik ia pulang saja, persetan dengan kontrak!

“Kim Junkyu-sshi?”

Junkyu yang baru saja hendak pergi seketika mengurungkan niatnya saat melihat sesosok pria yang terlihat sangat tampan -walau nampak sudah begitu dewasa mengenakan setelan jas hitam dari brand mahal ternama tengah berdiri di hadapannya.

Aroma citrus dan menthol yang maskulin langsung menyapa indera penciuman Junkyu.

Junkyu memiringkan kepalanya sedikit, mencoba menganalisa siapakah gerangan lelaki itu.

“Anda benar Kim Junkyu dari perusahaan Artech Corp?” Nada suaranya dingin, ditambah dengan sorot mata yang tajam dan angkuh membuat Junkyu sedikit bergidik.

Junkyu mengangguk patah-patah, ia tiba-tiba merasa gugup “I-iya.”

Lelaki itu mengangguk lalu menarik kursi yang ada tepat di hadapan Junkyu, “Maaf atas keterlambatan saya. Janji temu pukul 5 sore, tapi karena ada sedikit hambatan saya baru bisa menemui anda sekarang.”

“Oh jadi anda perwakilan dari Pillatepark Corp?”

Lelaki itu mengangguk, matanya lurus menatap Junkyu seakan-akan tengah mengamati setiap inci wajah lelaki manis itu.

Diperhatikan se-intens itu membuat Junkyu sedikit tak nyaman, wajahnya mengkerut tak suka tapi ditahan.

Di hadapannya kini adalah seorang klien, dan SOP di perusahaannya berkerja jelas-jelas menekankan perlunya pengendalian ekspresi agar klien tidak merasa tersinggung.

“Jadi..” Junkyu membuka suara, lalu berdeham karena suaranya hampir hilang karena terlalu gugup. “Bisa kita mulai, Sir?”

Bukannya menjawab, Lelaki itu malah tetap memandangi Junkyu lekat, membuat Junkyu gatal ingin mendelik atau mengumpati kliennya itu.

“Sir?” Panggil Junkyu sekali lagi.

“Berapa usiamu?”

Junkyu hampir tersedak ludahnya sendiri saat mendengar pertanyaan random yang tiba-tiba terlontar dari mulut kliennya itu.

“Maaf?”

“Kau sudah punya kekasih?”

Wajah Junkyu semakin mengkerut heran. Sebenarnya apa maksud dari om-om di depannya ini.

“Sepertinya pertanyaan personal tidak diperlukan pada pertemuan kali ini. Disini saya ingin menunjukkan kepada and-”

“Tidak masalah. Perusahaan kami akan menandatangi kontrak dengan Artech. Asal-” lelaki itu menaikkan sebelah kakinya diatas kakinya yang lain lalu bersedekap dada seraya menatap tajam Junkyu yang tengah dilanda kebingungan. “Kau mau menjawab pertanyaanku. Kau sudah punya kekasih?”

“B-belum.” Junkyu menjawab sekenanya.

Lelaki berwajah dingin itu mengangguk kecil, “Kau suka perempuan atau laki-laki?”

Junkyu kembali tersedak ludahnya sendiri saat mendengar pertanyaan yang semakin random dan menyinggung perasaannya. “Tentu saja perempuan!”

“Oh.. well,” lelaki itu menyandarkan punggung tegapnya pada sandaran kursi. “Jadi product apa yang ingin Artech tawarkan pada perusaan kami?”

Junkyu sedikit merasa tak suka melihat tingkah orang di hadapannya. Lagaknya seperti bos saja padahal Junkyu yakin dia hanyalah karyawan biasa seperti dirinya.

“Ini, Sir,” Junkyu menyodorkan berkas yang sedari tadi menganggur kehadapan lelaki itu, “Jika ada yang kurang jelas, anda bisa menanyakannya pada saya.”

Lelaki itu mengambil berkas dari tangan Junkyu. Mata tajamnnya terlihat sangat fokus melihat isi dari berkas itu, “Pillatepark akan menandatangi kontrak dengan Artech.”

Junkyu langsung melebarkan matanya, “Benarkah?!”

Lelaki itu menaruh berkasnya ke atas meja lalu mengangguk kecil tanpa ekspresi, membuat Junkyu langsung memekik riang di dalam hati.

“Terimakasih, Sir!” Seru Junkyu dengan semangat. Saking semangatnya sampai ia membuat kaget seorang pelayan yang sedang berjalan tepat di samping kliennya, sehingga minuman yang dibawa pelayan itu berpindah membasahi pakaian kliennya itu.

“Astaga!”

Junkyu membekap mulutnya, wajahnya seketika panik saat melihat lelaki dari perusahaan Pillatepark itu basah kuyup karena teh susu jahe.

Pelayan itu juga tak kalah panik, dia meminta maaf dan segera memberikan lelaki itu serbet bersih dan berusaha membantu membersihkan minuman yang membasahi wajah dan pakaiannya tapi langsung di tepis oleh lelaki itu.

“Aku tidak apa-apa. Kau pergilah.”

Pelayan itu kembali meminta maaf dan langsung meninggalkan mereka.

Wajah lelaki itu tampak menggelap. Ekspresinya langsung berubah menjadi suram. Mencekam.

“S-sir?”

Lelaki itu tiba-tiba bangkit dan berjalan menuju ke toilet tanpa sepatah katapun.

Merasa khawatir, Junkyu mengikuti lelaki itu ke toilet.

“Sir?”

Lelaki dari perusahaan Pillatepark itu menoleh menatap Junkyu yang sudah berada di belakangnya.

“Mau apa kau kesini bocah?”

Junkyu melotot kaget mendengar perkataan yang terdengar sangat ketus dari lelaki itu. Perasaannya tadi lelaki itu lumayan sopan walaupun sedikit random dan tidak banyak bicara. Ia merasa seperti melihat orang lain bukan lelaki super rapi dan dingin dari perusahaan Pillatepark yang tadi menemuinya.

“Maaf?”

“Benar-benar merepotkan.” Gerutu lelaki itu pelan, tapi masih bisa Junkyu dengar, “Harusnya aku tidak datang saja.”

Junkyu yang sudah menahan kekesalannya sedari tadi akhirnya mencapai limit-nya. Sudah bertanya-tanya random, dan sekarang malah berbicara seperti itu. Walaupun Junkyu tahu kalau secara tidak langsung dialah menyebabkan pakaian lelaki itu basah kuyup, tapi kan tidak seharusnya orang itu berbicara seperti itu kepada Junkyu.

Mereka kan sedang meeting, harusnya orang itu jaga sikap. Junkyu saja yang menunggu sampai 2 jam bisa tahan dan mencoba bersikap ramah!

Jika lelaki dari perusahaan Pillatepark itu tidak jadi menandatangi kontrak ya terserah. Junkyu sudah tidak perduli lagi, toh masih banyak perusahaan selain Pillatepark yang mau berkejasama dengan Artech!

“Sebelumnya saya mohon maaf jika secara tidak langsung sayalah yang membuat pakaian anda kotor. Tapi perkataan dan kelakuan anda sedari tadi terus menyinggung saya, jadi lebih baik kita akhiri saja pertemuan kali ini. Jika anda tidak berkenan menandatangi kontrak dengan kami, saya tidak masalah. Kalau begitu saya permisi dulu.”

Tanpa menunggu jawaban dari lelaki itu, Junkyu berbalik. Bermaksud untuk pergi.

Tapi sebelum maksud Junkyu itu terlaksana, tubuh Junkyu ditarik ke salah satu sudut toilet, di dorong masuk ke pintu kloset terujung.

Klik, suara pintu dikunci.

Junkyu melebarkan matanya, mau teriak tapi syok. Jadi suaranya tidak keluar dan hanya bisa menganga.

Lelaki itu semakin maju memojokkan Junkyu, sehingga sekarang Junkyu duduk di atas kloset dengan lelaki itu mengkungku di atasnya.

“Bocah.”

Junkyu mendongak, sedikit terkesiap saat melihat lelaki itu kini tengah menatapnya dengan pandangan dingin.

“Sepertinya mulut kurang ajar-mu itu perlu diisi dengan pelumasku, tapi itu nanti. Sekarang renungkanlah apa kesalahanmu sebelum aku memberikanmu sanksi karena telah berbicara dengan begitu lancangnya di depanku.”

Junkyu memejamkan matanya erat, wajah lelaki itu semakin mendekat dan sialnya Junkyu belum bisa mengucapkan sepatah katapun karena syok.

Dapat Junkyu dengar lelaki itu mendecih kasar, “Dasar bocah.”

“A-apa maksudmu?” Akhirnya Junkyu dapat bersuara.

Meskipun dalam keadaan syok, Junkyu sadar jika situasi yang dialaminya benar-benar berbahaya.

“Kau sudah keterlaluan, Sir!”

Lelaki itu hanya mengangkat sebelah alisnya remeh. “Aku menyuruhmu instropeksi, tapi kau malah mengataiku keterlaluan? Artech memang payah mencari karyawan.”

Junkyu semakin merasa tidak terima, dengan sekuat tenaganya ia mendorong tubuh lelaki yang mengkungkungnya itu.

Karena dorongan Junkyu yang mendadak, lelaki itu sedikit terdorong kebelakang, dan hal itu tentu saja dimamfaatkan oleh Junkyu. Ia segera bangkit dan menghambur ke pintu kloset.

Tapi, belum sempat tangannya menggapai gagang pintu, tubuhnya kembali tertarik kebelakang dan jatuh di pangkuan lelaki itu.

Junkyu membelalakkan matanya, tubuhnya langsung gemetar merasa ketakutan saat kedua tangannya di cengkram ke atas dan pinggangnya di remas dengan kuat.

“Cukup bocah.”

“Kau yang cukup, Sir!” Pekik Junkyu. Gawat, benar-benar gawat.

“Bocah sepertimu benar-benar harus diberi pelajaran.” Ucap lelaki Pillatepark itu sebelum ia melepaskan cengkramannya pada kedua tangan Junkyu dan melepas paksa dasi dan tiga kancing teratas kemeja Junkyu.

Dengan satu gerakan yang akurat yang terkakulasi, lelaki Pillatepark itu menarik kemeja Junkyu hingga mengekpos leher jenjang dan tulang selangka milik lelaki manis itu.

Napas hangat berhembus di permukaan leher Junkyu, dan Junkyu tidak bisa menahan pekikannya saat merasa sesuatu yang lunak dan panas melakukan kontak dengan lehernya.

“Mendesah.”

“A-apa yang kau lakuk- Akh!”

Junkyu terkesiap.

Benda lunak dan panas itu terasa seperti menari-nari di atas lehernya, membuat Junkyu menggeliat panik sekaligus ketakutan.

Dapat Junkyu rasa lelaki itu semakin mengeratkan pelukan pada pinggangnya. Sebelah tangannya yang bebas meraba dan meremas tubuh Junkyu yang masih terlapisi kemeja putih polos dan jas klasik berwarna hitam.

Junkyu memejamkan matanya erat saat ketakutan menjalar cepat keseluruh tubuhnya.

“He-hentikan!” Junkyu menepis tangan lelaki itu dengan kasar.

Berdecih pelan, lelaki itu malah membalas Junkyu dengan membenamkan deretan giginya pada kulit bahu Junkyu.

“Akhh!!” Junkyu merasa kepalanya berputar pening, “Sakit!”

“Intropeksi bocah.”

“Sir!”

Lelaki itu terus melumat dan menggigit garis leher dan bahu Junkyu, meninggalkan motif dan jejak kemerahan.

Bibir panas lelaki itu mengecap titik-titik darah yang muncul dari luka gigitan. Bunyi kecipak basah dan isapan rakus membuat mata Junkyu semakin berkunang-kunang.

Punggungnya melengkung, kedua tangannya mencengkram bahu lelaki itu dengan kuat sehingga membuat pakaian basah lelaki itu mengkerut kusut.

Tubuh Junkyu seperti tersengat listrik saat lelaki Pillatepark itu menarik kemeja Junkyu keluar dari celananya dan menyelundupkan tangannya masuk. Junkyu meronta diatas pangkuan lelaki itu, membuat rengkuhan lelaki itu mengerat.

Lelaki itu meremas pinggang Junkyu keras lalu melepaskan dekapannya.

Kesadaran Junkyu yang hampir lepas dari tempatnya tersambung kembali. Dengan dramatisir, Junkyu melompat dari atas pangkuan lelaki itu sampai nyaris menabrak pintu kloset.

Dengan gerakan tergesa-gesa seperti dikejar hantu, Junkyu segera keluar dari bilik kloset itu.

Lelaki itu juga ikut keluar, menjilat bibir lalu menatap Junkyu tajam, “Bagaimana hukumanku bocah? Sudah sadar akan kesalahanmu?”

Junkyu langsung mundur beberapa langkah. Wajah merah terbakar dan melotot selebar-lebarnya, “Kesalahan apa yang kau maksud hah?! D-dan apa yang barusan itu?!”

Delikan Junkyu dibalas empat kali lebih tajam, “Bocah tolol masih belum mengerti juga.”

Merasa tidak terima Junkyu maju selangkah dan menatap nyalang lelaki Pillatepark itu dengan sisa-sisa keberaniannya, “Aku tidak mengerti maksudmu! Disini kau yang bersalah! Dan barusan- barusan kau melakukan tindakan tidak terpuji! Dasar om-om byuntae!”

“Aku yang bersalah?” Lelaki itu maju selangkah, aura hitam dan mencekam menyeruak dari tubuhnya, “Sepertinya kau tidak tahu siapa sebenarnya yang sedang kau maki-maki sekarang.”

Nyali Junkyu menciut, tapi tidak dengan rasa tidak terimanya, “Siapa kau aku tidak perduli! Dasar byuntae tidak punya adab!”

Setelah berteriak seperti itu, Junkyu langsung menghambur keluar dari toilet. Dirinya harus kabur sekarang sebelum sesuatu yang lebih mengerikan dari yang ia alami terjadi. Persetan dengan kontrak!

Yoshi mengunyah kasar makan siangnya di cafetaria perusahaan. Mata obsidiannya menatap lurus kearah lelaki yang sedang duduk gelisah seraya menghela nafas berat sedari tadi dihadapannya.

“Junkyu, kalau kau ada masalah kau bisa cerita padaku.”

Junkyu, lelaki manis yang terlihat tengah galau berat itu kembali meghela nafas sambil menggaruk tengkuknya, “Tidak.. maksudku entahlah. Aku bingung.”

Yoshi menelan roti panggang yang ada di mulutnya lalu menyipitkan matanya melihat Junkyu yang malah terdiam sibuk dengan pikirannya, “Kau sedang jatuh cinta?”

Junkyu tersentak kaget. Mata bulatnya mengerjab dan bergerak panik, “Apa?! Atas dasar apa kau menuduhku begitu!”

Yoshi menghendikkan bahu singkat, “Akhir-akhir ini kau berubah jadi lebih diam, lalu mendadak marah-marah sendiri. Moodmu juga naik turun. Itu gejala orang jatuh cinta bukan?”

“Mana kutahu!”

“Benar kau tak mau cerita?”

Junkyu menundukkan kepalanya lalu kembali menghela napas berat. “Ya.. sejujurnya ada yang ingin aku ceritakan padamu.”

Yoshi menenggak air mineralnya dengan cepat, kilat matanya berubah antusias. Yoshi sangat suka mendengar keluhan orang dan memberikan solusi, meskipun solusinya kadang menyesatkan, “Kubantu sebisaku.”

Junkyu menghela nafas pelan lalu memulai ceritanya.

Saat itu, tepatnya 3 hari yang lalu disebuah cafe ternama yang berada di Seoul, Junkyu mengerang frustasi. Jam sudah menunjukkan pukul 7 malam, sudah lewat 2 jam dari janji temu, dan orang yang ia tunggu-tunggu tidak kunjung menampakkan dirinya.

“Dasar klien bedebah!” Junkyu membereskan berkas-berkas model product dari perusahannya yang akan ia perlihatkan pada klien-nya kali ini dengan wajah tertekuk marah. Lebih baik ia pulang saja, persetan dengan kontrak!

“Kim Junkyu-sshi?”

Junkyu yang baru saja hendak pergi seketika mengurungkan niatnya saat melihat sesosok pria yang terlihat sangat tampan -walau nampak sudah begitu dewasa mengenakan setelan jas hitam dari brand mahal ternama tengah berdiri di hadapannya.

Aroma citrus dan menthol yang maskulin langsung menyapa indera penciuman Junkyu.

Junkyu memiringkan kepalanya sedikit, mencoba menganalisa siapakah gerangan lelaki itu.

“Anda benar Kim Junkyu dari perusahaan Artech Corp?” Nada suaranya dingin, ditambah dengan sorot mata yang tajam dan angkuh membuat Junkyu sedikit bergidik.

Junkyu mengangguk patah-patah, ia tiba-tiba merasa gugup “I-iya.”

Lelaki itu mengangguk lalu menarik kursi yang ada tepat di hadapan Junkyu, “Maaf atas keterlambatan saya. Janji temu pukul 5 sore, tapi karena ada sedikit hambatan saya baru bisa menemui anda sekarang.”

“Oh jadi anda perwakilan dari Pillatepark Corp?”

Lelaki itu mengangguk, matanya lurus menatap Junkyu seakan-akan tengah mengamati setiap inci wajah lelaki manis itu.

Diperhatikan se-intens itu membuat Junkyu sedikit tak nyaman, wajahnya mengkerut tak suka tapi ditahan.

Di hadapannya kini adalah seorang klien, dan SOP di perusahaannya berkerja jelas-jelas menekankan perlunya pengendalian ekspresi agar klien tidak merasa tersinggung.

“Jadi..” Junkyu membuka suara, lalu berdeham karena suaranya hampir hilang karena terlalu gugup. “Bisa kita mulai, Sir?”

Bukannya menjawab, Lelaki itu malah tetap memandangi Junkyu lekat, membuat Junkyu gatal ingin mendelik atau mengumpati kliennya itu.

“Sir?” Panggil Junkyu sekali lagi.

“Berapa usiamu?”

Junkyu hampir tersedak ludahnya sendiri saat mendengar pertanyaan random yang tiba-tiba terlontar dari mulut kliennya itu.

“Maaf?”

“Kau sudah punya kekasih?”

Wajah Junkyu semakin mengkerut heran. Sebenarnya apa maksud dari om-om di depannya ini.

“Sepertinya pertanyaan personal tidak diperlukan pada pertemuan kali ini. Disini saya ingin menunjukkan kepada and-”

“Tidak masalah. Perusahaan kami akan menandatangi kontrak dengan Artech. Asal-” lelaki itu menaikkan sebelah kakinya diatas kakinya yang lain lalu bersedekap dada seraya menatap tajam Junkyu yang tengah dilanda kebingungan. “Kau mau menjawab pertanyaanku. Kau sudah punya kekasih?”

“B-belum.” Junkyu menjawab sekenanya.

Lelaki berwajah dingin itu mengangguk kecil, “Kau suka perempuan atau laki-laki?”

Junkyu kembali tersedak ludahnya sendiri saat mendengar pertanyaan yang semakin random dan menyinggung perasaannya. “Tentu saja perempuan!”

“Oh.. well,” lelaki itu menyandarkan punggung tegapnya pada sandaran kursi. “Jadi product apa yang ingin Artech tawarkan pada perusaan kami?”

Junkyu sedikit merasa tak suka melihat tingkah orang di hadapannya. Lagaknya seperti bos saja padahal Junkyu yakin dia hanyalah karyawan biasa seperti dirinya.

“Ini, Sir,” Junkyu menyodorkan berkas yang sedari tadi menganggur kehadapan lelaki itu, “Jika ada yang kurang jelas, anda bisa menanyakannya pada saya.”

Lelaki itu mengambil berkas dari tangan Junkyu. Mata tajamnnya terlihat sangat fokus melihat isi dari berkas itu, “Pillatepark akan menandatangi kontrak dengan Artech.”

Junkyu langsung melebarkan matanya, “Benarkah?!”

Lelaki itu menaruh berkasnya ke atas meja lalu mengangguk kecil tanpa ekspresi, membuat Junkyu langsung memekik riang di dalam hati.

“Terimakasih, Sir!” Seru Junkyu dengan semangat. Saking semangatnya sampai ia membuat kaget seorang pelayan yang sedang berjalan tepat di samping kliennya, sehingga minuman yang dibawa pelayan itu berpindah membasahi pakaian kliennya itu.

“Astaga!”

Junkyu membekap mulutnya, wajahnya seketika panik saat melihat lelaki dari perusahaan Pillatepark itu basah kuyup karena teh susu jahe.

Pelayan itu juga tak kalah panik, dia meminta maaf dan segera memberikan lelaki itu serbet bersih dan berusaha membantu membersihkan minuman yang membasahi wajah dan pakaiannya tapi langsung di tepis oleh lelaki itu.

“Aku tidak apa-apa. Kau pergilah.”

Pelayan itu kembali meminta maaf dan langsung meninggalkan mereka.

Wajah lelaki itu tampak menggelap. Ekspresinya langsung berubah menjadi suram. Mencekam.

“S-sir?”

Lelaki itu tiba-tiba bangkit dan berjalan menuju ke toilet tanpa sepatah katapun.

Merasa khawatir, Junkyu mengikuti lelaki itu ke toilet.

“Sir?”

Lelaki dari perusahaan Pillatepark itu menoleh menatap Junkyu yang sudah berada di belakangnya.

“Mau apa kau kesini bocah?”

Junkyu melotot kaget mendengar perkataan yang terdengar sangat ketus dari lelaki itu. Perasaannya tadi lelaki itu lumayan sopan walaupun sedikit random dan tidak banyak bicara. Ia merasa seperti melihat orang lain bukan lelaki super rapi dan dingin dari perusahaan Pillatepark yang tadi menemuinya.

“Maaf?”

“Benar-benar merepotkan.” Gerutu lelaki itu pelan, tapi masih bisa Junkyu dengar, “Harusnya aku tidak datang saja.”

Junkyu yang sudah menahan kekesalannya sedari tadi akhirnya mencapai limit-nya. Sudah bertanya-tanya random, dan sekarang malah berbicara seperti itu. Walaupun Junkyu tahu kalau secara tidak langsung dialah menyebabkan pakaian lelaki itu basah kuyup, tapi kan tidak seharusnya orang itu berbicara seperti itu kepada Junkyu.

Mereka kan sedang meeting, harusnya orang itu jaga sikap. Junkyu saja yang menunggu sampai 2 jam bisa tahan dan mencoba bersikap ramah!

Jika lelaki dari perusahaan Pillatepark itu tidak jadi menandatangi kontrak ya terserah. Junkyu sudah tidak perduli lagi, toh masih banyak perusahaan selain Pillatepark yang mau berkejasama dengan Artech!

“Sebelumnya saya mohon maaf jika secara tidak langsung sayalah yang membuat pakaian anda kotor. Tapi perkataan dan kelakuan anda sedari tadi terus menyinggung saya, jadi lebih baik kita akhiri saja pertemuan kali ini. Jika anda tidak berkenan menandatangi kontrak dengan kami, saya tidak masalah. Kalau begitu saya permisi dulu.”

Tanpa menunggu jawaban dari lelaki itu, Junkyu berbalik. Bermaksud untuk pergi.

Tapi sebelum maksud Junkyu itu terlaksana, tubuh Junkyu ditarik ke salah satu sudut toilet, di dorong masuk ke pintu kloset terujung.

Klik, suara pintu dikunci.

Junkyu melebarkan matanya, mau teriak tapi syok. Jadi suaranya tidak keluar dan hanya bisa menganga.

Lelaki itu semakin maju memojokkan Junkyu, sehingga sekarang Junkyu duduk di atas kloset dengan lelaki itu mengkungku di atasnya.

“Bocah.”

Junkyu mendongak, sedikit terkesiap saat melihat lelaki itu kini tengah menatapnya dengan pandangan dingin.

“Sepertinya mulut kurang ajar-mu itu perlu diisi dengan pelumasku, tapi itu nanti. Sekarang renungkanlah apa kesalahanmu sebelum aku memberikanmu sanksi karena telah berbicara dengan begitu lancangnya di depanku.”

Junkyu memejamkan matanya erat, wajah lelaki itu semakin mendekat dan sialnya Junkyu belum bisa mengucapkan sepatah katapun karena syok.

Dapat Junkyu dengar lelaki itu mendecih kasar, “Dasar bocah.”

“A-apa maksudmu?” Akhirnya Junkyu dapat bersuara.

Meskipun dalam keadaan syok, Junkyu sadar jika situasi yang dialaminya benar-benar berbahaya.

“Kau sudah keterlaluan, Sir!”

Lelaki itu hanya mengangkat sebelah alisnya remeh. “Aku menyuruhmu instropeksi, tapi kau malah mengataiku keterlaluan? Artech memang payah mencari karyawan.”

Junkyu semakin merasa tidak terima, dengan sekuat tenaganya ia mendorong tubuh lelaki yang mengkungkungnya itu.

Karena dorongan Junkyu yang mendadak, lelaki itu sedikit terdorong kebelakang, dan hal itu tentu saja dimamfaatkan oleh Junkyu. Ia segera bangkit dan menghambur ke pintu kloset.

Tapi, belum sempat tangannya menggapai gagang pintu, tubuhnya kembali tertarik kebelakang dan jatuh di pangkuan lelaki itu.

Junkyu membelalakkan matanya, tubuhnya langsung gemetar merasa ketakutan saat kedua tangannya di cengkram ke atas dan pinggangnya di remas dengan kuat.

“Cukup bocah.”

“Kau yang cukup, Sir!” Pekik Junkyu. Gawat, benar-benar gawat.

“Bocah sepertimu benar-benar harus diberi pelajaran.” Ucap lelaki Pillatepark itu sebelum ia melepaskan cengkramannya pada kedua tangan Junkyu dan melepas paksa dasi dan tiga kancing teratas kemeja Junkyu.

Dengan satu gerakan yang akurat yang terkakulasi, lelaki Pillatepark itu menarik kemeja Junkyu hingga mengekpos leher jenjang dan tulang selangka milik lelaki manis itu.

Napas hangat berhembus di permukaan leher Junkyu, dan Junkyu tidak bisa menahan pekikannya saat merasa sesuatu yang lunak dan panas melakukan kontak dengan lehernya.

“Mendesah.”

“A-apa yang kau lakuk- Akh!”

Junkyu terkesiap.

Benda lunak dan panas itu terasa seperti menari-nari di atas lehernya, membuat Junkyu menggeliat panik sekaligus ketakutan.

Dapat Junkyu rasa lelaki itu semakin mengeratkan pelukan pada pinggangnya. Sebelah tangannya yang bebas meraba dan meremas tubuh Junkyu yang masih terlapisi kemeja putih polos dan jas klasik berwarna hitam.

Junkyu memejamkan matanya erat saat ketakutan menjalar cepat keseluruh tubuhnya.

“He-hentikan!” Junkyu menepis tangan lelaki itu dengan kasar.

Berdecih pelan, lelaki itu malah membalas Junkyu dengan membenamkan deretan giginya pada kulit bahu Junkyu.

“Akhh!!” Junkyu merasa kepalanya berputar pening, “Sakit!”

“Intropeksi bocah.”

“Sir!”

Lelaki itu terus melumat dan menggigit garis leher dan bahu Junkyu, meninggalkan motif dan jejak kemerahan.

Bibir panas lelaki itu mengecap titik-titik darah yang muncul dari luka gigitan. Bunyi kecipak basah dan isapan rakus membuat mata Junkyu semakin berkunang-kunang.

Punggungnya melengkung, kedua tangannya mencengkram bahu lelaki itu dengan kuat sehingga membuat pakaian basah lelaki itu mengkerut kusut.

Tubuh Junkyu seperti tersengat listrik saat lelaki Pillatepark itu menarik kemeja Junkyu keluar dari celananya dan menyelundupkan tangannya masuk. Junkyu meronta diatas pangkuan lelaki itu, membuat rengkuhan lelaki itu mengerat.

Lelaki itu meremas pinggang Junkyu keras lalu melepaskan dekapannya.

Kesadaran Junkyu yang hampir lepas dari tempatnya tersambung kembali. Dengan dramatisir, Junkyu melompat dari atas pangkuan lelaki itu sampai nyaris menabrak pintu kloset.

Dengan gerakan tergesa-gesa seperti dikejar hantu, Junkyu segera keluar dari bilik kloset itu.

Lelaki itu juga ikut keluar, menjilat bibir lalu menatap Junkyu tajam, “Bagaimana hukumanku bocah? Sudah sadar akan kesalahanmu?”

Junkyu langsung mundur beberapa langkah. Wajah merah terbakar dan melotot selebar-lebarnya, “Kesalahan apa yang kau maksud hah?! D-dan apa yang barusan itu?!”

Delikan Junkyu dibalas empat kali lebih tajam, “Bocah tolol masih belum mengerti juga.”

Merasa tidak terima Junkyu maju selangkah dan menatap nyalang lelaki Pillatepark itu dengan sisa-sisa keberaniannya, “Aku tidak mengerti maksudmu! Disini kau yang bersalah! Dan barusan- barusan kau melakukan tindakan tidak terpuji! Dasar om-om byuntae!”

“Aku yang bersalah?” Lelaki itu maju selangkah, aura hitam dan mencekam menyeruak dari tubuhnya, “Sepertinya kau tidak tahu siapa sebenarnya yang sedang kau maki-maki sekarang.”

Nyali Junkyu menciut, tapi tidak dengan rasa tidak terimanya, “Siapa kau aku tidak perduli! Dasar byuntae tidak punya adab!”

Setelah berteriak seperti itu, Junkyu langsung menghambur keluar dari toilet. Dirinya harus kabur sekarang sebelum sesuatu yang lebih mengerikan dari yang ia alami terjadi. Persetan dengan kontrak!

Yoshi mengunyah kasar makan siangnya di cafetaria perusahaan. Mata obsidiannya menatap lurus kearah lelaki yang sedang duduk gelisah seraya menghela nafas berat sedari tadi dihadapannya.

“Junkyu, kalau kau ada masalah kau bisa cerita padaku.”

Junkyu, lelaki manis yang terlihat tengah galau berat itu kembali meghela nafas sambil menggaruk tengkuknya, “Tidak.. maksudku entahlah. Aku bingung.”

Yoshi menelan roti panggang yang ada di mulutnya lalu menyipitkan matanya melihat Junkyu yang malah terdiam sibuk dengan pikirannya, “Kau sedang jatuh cinta?”

Junkyu tersentak kaget. Mata bulatnya mengerjab dan bergerak panik, “Apa?! Atas dasar apa kau menuduhku begitu!”

Yoshi menghendikkan bahu singkat, “Akhir-akhir ini kau berubah jadi lebih diam, lalu mendadak marah-marah sendiri. Moodmu juga naik turun. Itu gejala orang jatuh cinta bukan?”

“Mana kutahu!”

“Benar kau tak mau cerita?”

Junkyu menundukkan kepalanya lalu kembali menghela napas berat. “Ya.. sejujurnya ada yang ingin aku ceritakan padamu.”

Yoshi menenggak air mineralnya dengan cepat, kilat matanya berubah antusias. Yoshi sangat suka mendengar keluhan orang dan memberikan solusi, meskipun solusinya kadang menyesatkan, “Kubantu sebisaku.”

Junkyu menghela nafas pelan lalu memulai ceritanya.

Saat itu, tepatnya 3 hari yang lalu disebuah cafe ternama yang berada di Seoul, Junkyu mengerang frustasi. Jam sudah menunjukkan pukul 7 malam, sudah lewat 2 jam dari janji temu, dan orang yang ia tunggu-tunggu tidak kunjung menampakkan dirinya.

“Dasar klien bedebah!” Junkyu membereskan berkas-berkas model product dari perusahannya yang akan ia perlihatkan pada klien-nya kali ini dengan wajah tertekuk marah. Lebih baik ia pulang saja, persetan dengan kontrak!

“Kim Junkyu-sshi?”

Junkyu yang baru saja hendak pergi seketika mengurungkan niatnya saat melihat sesosok pria yang terlihat sangat tampan -walau nampak sudah begitu dewasa mengenakan setelan jas hitam dari brand mahal ternama tengah berdiri di hadapannya.

Aroma citrus dan menthol yang maskulin langsung menyapa indera penciuman Junkyu.

Junkyu memiringkan kepalanya sedikit, mencoba menganalisa siapakah gerangan lelaki itu.

“Anda benar Kim Junkyu dari perusahaan Artech Corp?” Nada suaranya dingin, ditambah dengan sorot mata yang tajam dan angkuh membuat Junkyu sedikit bergidik.

Junkyu mengangguk patah-patah, ia tiba-tiba merasa gugup “I-iya.”

Lelaki itu mengangguk lalu menarik kursi yang ada tepat di hadapan Junkyu, “Maaf atas keterlambatan saya. Janji temu pukul 5 sore, tapi karena ada sedikit hambatan saya baru bisa menemui anda sekarang.”

“Oh jadi anda perwakilan dari Pillatepark Corp?”

Lelaki itu mengangguk, matanya lurus menatap Junkyu seakan-akan tengah mengamati setiap inci wajah lelaki manis itu.

Diperhatikan se-intens itu membuat Junkyu sedikit tak nyaman, wajahnya mengkerut tak suka tapi ditahan.

Di hadapannya kini adalah seorang klien, dan SOP di perusahaannya berkerja jelas-jelas menekankan perlunya pengendalian ekspresi agar klien tidak merasa tersinggung.

“Jadi..” Junkyu membuka suara, lalu berdeham karena suaranya hampir hilang karena terlalu gugup. “Bisa kita mulai, Sir?”

Bukannya menjawab, Lelaki itu malah tetap memandangi Junkyu lekat, membuat Junkyu gatal ingin mendelik atau mengumpati kliennya itu.

“Sir?” Panggil Junkyu sekali lagi.

“Berapa usiamu?”

Junkyu hampir tersedak ludahnya sendiri saat mendengar pertanyaan random yang tiba-tiba terlontar dari mulut kliennya itu.

“Maaf?”

“Kau sudah punya kekasih?”

Wajah Junkyu semakin mengkerut heran. Sebenarnya apa maksud dari om-om di depannya ini.

“Sepertinya pertanyaan personal tidak diperlukan pada pertemuan kali ini. Disini saya ingin menunjukkan kepada and-”

“Tidak masalah. Perusahaan kami akan menandatangi kontrak dengan Artech. Asal-” lelaki itu menaikkan sebelah kakinya diatas kakinya yang lain lalu bersedekap dada seraya menatap tajam Junkyu yang tengah dilanda kebingungan. “Kau mau menjawab pertanyaanku. Kau sudah punya kekasih?”

“B-belum.” Junkyu menjawab sekenanya.

Lelaki berwajah dingin itu mengangguk kecil, “Kau suka perempuan atau laki-laki?”

Junkyu kembali tersedak ludahnya sendiri saat mendengar pertanyaan yang semakin random dan menyinggung perasaannya. “Tentu saja perempuan!”

“Oh.. well,” lelaki itu menyandarkan punggung tegapnya pada sandaran kursi. “Jadi product apa yang ingin Artech tawarkan pada perusaan kami?”

Junkyu sedikit merasa tak suka melihat tingkah orang di hadapannya. Lagaknya seperti bos saja padahal Junkyu yakin dia hanyalah karyawan biasa seperti dirinya.

“Ini, Sir,” Junkyu menyodorkan berkas yang sedari tadi menganggur kehadapan lelaki itu, “Jika ada yang kurang jelas, anda bisa menanyakannya pada saya.”

Lelaki itu mengambil berkas dari tangan Junkyu. Mata tajamnnya terlihat sangat fokus melihat isi dari berkas itu, “Pillatepark akan menandatangi kontrak dengan Artech.”

Junkyu langsung melebarkan matanya, “Benarkah?!”

Lelaki itu menaruh berkasnya ke atas meja lalu mengangguk kecil tanpa ekspresi, membuat Junkyu langsung memekik riang di dalam hati.

“Terimakasih, Sir!” Seru Junkyu dengan semangat. Saking semangatnya sampai ia membuat kaget seorang pelayan yang sedang berjalan tepat di samping kliennya, sehingga minuman yang dibawa pelayan itu berpindah membasahi pakaian kliennya itu.

“Astaga!”

Junkyu membekap mulutnya, wajahnya seketika panik saat melihat lelaki dari perusahaan Pillatepark itu basah kuyup karena teh susu jahe.

Pelayan itu juga tak kalah panik, dia meminta maaf dan segera memberikan lelaki itu serbet bersih dan berusaha membantu membersihkan minuman yang membasahi wajah dan pakaiannya tapi langsung di tepis oleh lelaki itu.

“Aku tidak apa-apa. Kau pergilah.”

Pelayan itu kembali meminta maaf dan langsung meninggalkan mereka.

Wajah lelaki itu tampak menggelap. Ekspresinya langsung berubah menjadi suram. Mencekam.

“S-sir?”

Lelaki itu tiba-tiba bangkit dan berjalan menuju ke toilet tanpa sepatah katapun.

Merasa khawatir, Junkyu mengikuti lelaki itu ke toilet.

“Sir?”

Lelaki dari perusahaan Pillatepark itu menoleh menatap Junkyu yang sudah berada di belakangnya.

“Mau apa kau kesini bocah?”

Junkyu melotot kaget mendengar perkataan yang terdengar sangat ketus dari lelaki itu. Perasaannya tadi lelaki itu lumayan sopan walaupun sedikit random dan tidak banyak bicara. Ia merasa seperti melihat orang lain bukan lelaki super rapi dan dingin dari perusahaan Pillatepark yang tadi menemuinya.

“Maaf?”

“Benar-benar merepotkan.” Gerutu lelaki itu pelan, tapi masih bisa Junkyu dengar, “Harusnya aku tidak datang saja.”

Junkyu yang sudah menahan kekesalannya sedari tadi akhirnya mencapai limit-nya. Sudah bertanya-tanya random, dan sekarang malah berbicara seperti itu. Walaupun Junkyu tahu kalau secara tidak langsung dialah menyebabkan pakaian lelaki itu basah kuyup, tapi kan tidak seharusnya orang itu berbicara seperti itu kepada Junkyu.

Mereka kan sedang meeting, harusnya orang itu jaga sikap. Junkyu saja yang menunggu sampai 2 jam bisa tahan dan mencoba bersikap ramah!

Jika lelaki dari perusahaan Pillatepark itu tidak jadi menandatangi kontrak ya terserah. Junkyu sudah tidak perduli lagi, toh masih banyak perusahaan selain Pillatepark yang mau berkejasama dengan Artech!

“Sebelumnya saya mohon maaf jika secara tidak langsung sayalah yang membuat pakaian anda kotor. Tapi perkataan dan kelakuan anda sedari tadi terus menyinggung saya, jadi lebih baik kita akhiri saja pertemuan kali ini. Jika anda tidak berkenan menandatangi kontrak dengan kami, saya tidak masalah. Kalau begitu saya permisi dulu.”

Tanpa menunggu jawaban dari lelaki itu, Junkyu berbalik. Bermaksud untuk pergi.

Tapi sebelum maksud Junkyu itu terlaksana, tubuh Junkyu ditarik ke salah satu sudut toilet, di dorong masuk ke pintu kloset terujung.

Klik, suara pintu dikunci.

Junkyu melebarkan matanya, mau teriak tapi syok. Jadi suaranya tidak keluar dan hanya bisa menganga.

Lelaki itu semakin maju memojokkan Junkyu, sehingga sekarang Junkyu duduk di atas kloset dengan lelaki itu mengkungku di atasnya.

“Bocah.”

Junkyu mendongak, sedikit terkesiap saat melihat lelaki itu kini tengah menatapnya dengan pandangan dingin.

“Sepertinya mulut kurang ajar-mu itu perlu diisi dengan pelumasku, tapi itu nanti. Sekarang renungkanlah apa kesalahanmu sebelum aku memberikanmu sanksi karena telah berbicara dengan begitu lancangnya di depanku.”

Junkyu memejamkan matanya erat, wajah lelaki itu semakin mendekat dan sialnya Junkyu belum bisa mengucapkan sepatah katapun karena syok.

Dapat Junkyu dengar lelaki itu mendecih kasar, “Dasar bocah.”

“A-apa maksudmu?” Akhirnya Junkyu dapat bersuara.

Meskipun dalam keadaan syok, Junkyu sadar jika situasi yang dialaminya benar-benar berbahaya.

“Kau sudah keterlaluan, Sir!”

Lelaki itu hanya mengangkat sebelah alisnya remeh. “Aku menyuruhmu instropeksi, tapi kau malah mengataiku keterlaluan? Artech memang payah mencari karyawan.”

Junkyu semakin merasa tidak terima, dengan sekuat tenaganya ia mendorong tubuh lelaki yang mengkungkungnya itu.

Karena dorongan Junkyu yang mendadak, lelaki itu sedikit terdorong kebelakang, dan hal itu tentu saja dimamfaatkan oleh Junkyu. Ia segera bangkit dan menghambur ke pintu kloset.

Tapi, belum sempat tangannya menggapai gagang pintu, tubuhnya kembali tertarik kebelakang dan jatuh di pangkuan lelaki itu.

Junkyu membelalakkan matanya, tubuhnya langsung gemetar merasa ketakutan saat kedua tangannya di cengkram ke atas dan pinggangnya di remas dengan kuat.

“Cukup bocah.”

“Kau yang cukup, Sir!” Pekik Junkyu. Gawat, benar-benar gawat.

“Bocah sepertimu benar-benar harus diberi pelajaran.” Ucap lelaki Pillatepark itu sebelum ia melepaskan cengkramannya pada kedua tangan Junkyu dan melepas paksa dasi dan tiga kancing teratas kemeja Junkyu.

Dengan satu gerakan yang akurat yang terkakulasi, lelaki Pillatepark itu menarik kemeja Junkyu hingga mengekpos leher jenjang dan tulang selangka milik lelaki manis itu.

Napas hangat berhembus di permukaan leher Junkyu, dan Junkyu tidak bisa menahan pekikannya saat merasa sesuatu yang lunak dan panas melakukan kontak dengan lehernya.

“Mendesah.”

“A-apa yang kau lakuk- Akh!”

Junkyu terkesiap.

Benda lunak dan panas itu terasa seperti menari-nari di atas lehernya, membuat Junkyu menggeliat panik sekaligus ketakutan.

Dapat Junkyu rasa lelaki itu semakin mengeratkan pelukan pada pinggangnya. Sebelah tangannya yang bebas meraba dan meremas tubuh Junkyu yang masih terlapisi kemeja putih polos dan jas klasik berwarna hitam.

Junkyu memejamkan matanya erat saat ketakutan menjalar cepat keseluruh tubuhnya.

“He-hentikan!” Junkyu menepis tangan lelaki itu dengan kasar.

Berdecih pelan, lelaki itu malah membalas Junkyu dengan membenamkan deretan giginya pada kulit bahu Junkyu.

“Akhh!!” Junkyu merasa kepalanya berputar pening, “Sakit!”

“Intropeksi bocah.”

“Sir!”

Lelaki itu terus melumat dan menggigit garis leher dan bahu Junkyu, meninggalkan motif dan jejak kemerahan.

Bibir panas lelaki itu mengecap titik-titik darah yang muncul dari luka gigitan. Bunyi kecipak basah dan isapan rakus membuat mata Junkyu semakin berkunang-kunang.

Punggungnya melengkung, kedua tangannya mencengkram bahu lelaki itu dengan kuat sehingga membuat pakaian basah lelaki itu mengkerut kusut.

Tubuh Junkyu seperti tersengat listrik saat lelaki Pillatepark itu menarik kemeja Junkyu keluar dari celananya dan menyelundupkan tangannya masuk. Junkyu meronta diatas pangkuan lelaki itu, membuat rengkuhan lelaki itu mengerat.

Lelaki itu meremas pinggang Junkyu keras lalu melepaskan dekapannya.

Kesadaran Junkyu yang hampir lepas dari tempatnya tersambung kembali. Dengan dramatisir, Junkyu melompat dari atas pangkuan lelaki itu sampai nyaris menabrak pintu kloset.

Dengan gerakan tergesa-gesa seperti dikejar hantu, Junkyu segera keluar dari bilik kloset itu.

Lelaki itu juga ikut keluar, menjilat bibir lalu menatap Junkyu tajam, “Bagaimana hukumanku bocah? Sudah sadar akan kesalahanmu?”

Junkyu langsung mundur beberapa langkah. Wajah merah terbakar dan melotot selebar-lebarnya, “Kesalahan apa yang kau maksud hah?! D-dan apa yang barusan itu?!”

Delikan Junkyu dibalas empat kali lebih tajam, “Bocah tolol masih belum mengerti juga.”

Merasa tidak terima Junkyu maju selangkah dan menatap nyalang lelaki Pillatepark itu dengan sisa-sisa keberaniannya, “Aku tidak mengerti maksudmu! Disini kau yang bersalah! Dan barusan- barusan kau melakukan tindakan tidak terpuji! Dasar om-om byuntae!”

“Aku yang bersalah?” Lelaki itu maju selangkah, aura hitam dan mencekam menyeruak dari tubuhnya, “Sepertinya kau tidak tahu siapa sebenarnya yang sedang kau maki-maki sekarang.”

Nyali Junkyu menciut, tapi tidak dengan rasa tidak terimanya, “Siapa kau aku tidak perduli! Dasar byuntae tidak punya adab!”

Setelah berteriak seperti itu, Junkyu langsung menghambur keluar dari toilet. Dirinya harus kabur sekarang sebelum sesuatu yang lebih mengerikan dari yang ia alami terjadi. Persetan dengan kontrak!

Yoshi mengunyah kasar makan siangnya di cafetaria perusahaan. Mata obsidiannya menatap lurus kearah lelaki yang sedang duduk gelisah seraya menghela nafas berat sedari tadi dihadapannya.

“Junkyu, kalau kau ada masalah kau bisa cerita padaku.”

Junkyu, lelaki manis yang terlihat tengah galau berat itu kembali meghela nafas sambil menggaruk tengkuknya, “Tidak.. maksudku entahlah. Aku bingung.”

Yoshi menelan roti panggang yang ada di mulutnya lalu menyipitkan matanya melihat Junkyu yang malah terdiam sibuk dengan pikirannya, “Kau sedang jatuh cinta?”

Junkyu tersentak kaget. Mata bulatnya mengerjab dan bergerak panik, “Apa?! Atas dasar apa kau menuduhku begitu!”

Yoshi menghendikkan bahu singkat, “Akhir-akhir ini kau berubah jadi lebih diam, lalu mendadak marah-marah sendiri. Moodmu juga naik turun. Itu gejala orang jatuh cinta bukan?”

“Mana kutahu!”

“Benar kau tak mau cerita?”

Junkyu menundukkan kepalanya lalu kembali menghela napas berat. “Ya.. sejujurnya ada yang ingin aku ceritakan padamu.”

Yoshi menenggak air mineralnya dengan cepat, kilat matanya berubah antusias. Yoshi sangat suka mendengar keluhan orang dan memberikan solusi, meskipun solusinya kadang menyesatkan, “Kubantu sebisaku.”

Junkyu menghela nafas pelan lalu memulai ceritanya.

Saat itu, tepatnya 3 hari yang lalu disebuah cafe ternama yang berada di Seoul, Junkyu mengerang frustasi. Jam sudah menunjukkan pukul 7 malam, sudah lewat 2 jam dari janji temu, dan orang yang ia tunggu-tunggu tidak kunjung menampakkan dirinya.

“Dasar klien bedebah!” Junkyu membereskan berkas-berkas model product dari perusahannya yang akan ia perlihatkan pada klien-nya kali ini dengan wajah tertekuk marah. Lebih baik ia pulang saja, persetan dengan kontrak!

“Kim Junkyu-sshi?”

Junkyu yang baru saja hendak pergi seketika mengurungkan niatnya saat melihat sesosok pria yang terlihat sangat tampan -walau nampak sudah begitu dewasa mengenakan setelan jas hitam dari brand mahal ternama tengah berdiri di hadapannya.

Aroma citrus dan menthol yang maskulin langsung menyapa indera penciuman Junkyu.

Junkyu memiringkan kepalanya sedikit, mencoba menganalisa siapakah gerangan lelaki itu.

“Anda benar Kim Junkyu dari perusahaan Artech Corp?” Nada suaranya dingin, ditambah dengan sorot mata yang tajam dan angkuh membuat Junkyu sedikit bergidik.

Junkyu mengangguk patah-patah, ia tiba-tiba merasa gugup “I-iya.”

Lelaki itu mengangguk lalu menarik kursi yang ada tepat di hadapan Junkyu, “Maaf atas keterlambatan saya. Janji temu pukul 5 sore, tapi karena ada sedikit hambatan saya baru bisa menemui anda sekarang.”

“Oh jadi anda perwakilan dari Pillatepark Corp?”

Lelaki itu mengangguk, matanya lurus menatap Junkyu seakan-akan tengah mengamati setiap inci wajah lelaki manis itu.

Diperhatikan se-intens itu membuat Junkyu sedikit tak nyaman, wajahnya mengkerut tak suka tapi ditahan.

Di hadapannya kini adalah seorang klien, dan SOP di perusahaannya berkerja jelas-jelas menekankan perlunya pengendalian ekspresi agar klien tidak merasa tersinggung.

“Jadi..” Junkyu membuka suara, lalu berdeham karena suaranya hampir hilang karena terlalu gugup. “Bisa kita mulai, Sir?”

Bukannya menjawab, Lelaki itu malah tetap memandangi Junkyu lekat, membuat Junkyu gatal ingin mendelik atau mengumpati kliennya itu.

“Sir?” Panggil Junkyu sekali lagi.

“Berapa usiamu?”

Junkyu hampir tersedak ludahnya sendiri saat mendengar pertanyaan random yang tiba-tiba terlontar dari mulut kliennya itu.

“Maaf?”

“Kau sudah punya kekasih?”

Wajah Junkyu semakin mengkerut heran. Sebenarnya apa maksud dari om-om di depannya ini.

“Sepertinya pertanyaan personal tidak diperlukan pada pertemuan kali ini. Disini saya ingin menunjukkan kepada and-”

“Tidak masalah. Perusahaan kami akan menandatangi kontrak dengan Artech. Asal-” lelaki itu menaikkan sebelah kakinya diatas kakinya yang lain lalu bersedekap dada seraya menatap tajam Junkyu yang tengah dilanda kebingungan. “Kau mau menjawab pertanyaanku. Kau sudah punya kekasih?”

“B-belum.” Junkyu menjawab sekenanya.

Lelaki berwajah dingin itu mengangguk kecil, “Kau suka perempuan atau laki-laki?”

Junkyu kembali tersedak ludahnya sendiri saat mendengar pertanyaan yang semakin random dan menyinggung perasaannya. “Tentu saja perempuan!”

“Oh.. well,” lelaki itu menyandarkan punggung tegapnya pada sandaran kursi. “Jadi product apa yang ingin Artech tawarkan pada perusaan kami?”

Junkyu sedikit merasa tak suka melihat tingkah orang di hadapannya. Lagaknya seperti bos saja padahal Junkyu yakin dia hanyalah karyawan biasa seperti dirinya.

“Ini, Sir,” Junkyu menyodorkan berkas yang sedari tadi menganggur kehadapan lelaki itu, “Jika ada yang kurang jelas, anda bisa menanyakannya pada saya.”

Lelaki itu mengambil berkas dari tangan Junkyu. Mata tajamnnya terlihat sangat fokus melihat isi dari berkas itu, “Pillatepark akan menandatangi kontrak dengan Artech.”

Junkyu langsung melebarkan matanya, “Benarkah?!”

Lelaki itu menaruh berkasnya ke atas meja lalu mengangguk kecil tanpa ekspresi, membuat Junkyu langsung memekik riang di dalam hati.

“Terimakasih, Sir!” Seru Junkyu dengan semangat. Saking semangatnya sampai ia membuat kaget seorang pelayan yang sedang berjalan tepat di samping kliennya, sehingga minuman yang dibawa pelayan itu berpindah membasahi pakaian kliennya itu.

“Astaga!”

Junkyu membekap mulutnya, wajahnya seketika panik saat melihat lelaki dari perusahaan Pillatepark itu basah kuyup karena teh susu jahe.

Pelayan itu juga tak kalah panik, dia meminta maaf dan segera memberikan lelaki itu serbet bersih dan berusaha membantu membersihkan minuman yang membasahi wajah dan pakaiannya tapi langsung di tepis oleh lelaki itu.

“Aku tidak apa-apa. Kau pergilah.”

Pelayan itu kembali meminta maaf dan langsung meninggalkan mereka.

Wajah lelaki itu tampak menggelap. Ekspresinya langsung berubah menjadi suram. Mencekam.

“S-sir?”

Lelaki itu tiba-tiba bangkit dan berjalan menuju ke toilet tanpa sepatah katapun.

Merasa khawatir, Junkyu mengikuti lelaki itu ke toilet.

“Sir?”

Lelaki dari perusahaan Pillatepark itu menoleh menatap Junkyu yang sudah berada di belakangnya.

“Mau apa kau kesini bocah?”

Junkyu melotot kaget mendengar perkataan yang terdengar sangat ketus dari lelaki itu. Perasaannya tadi lelaki itu lumayan sopan walaupun sedikit random dan tidak banyak bicara. Ia merasa seperti melihat orang lain bukan lelaki super rapi dan dingin dari perusahaan Pillatepark yang tadi menemuinya.

“Maaf?”

“Benar-benar merepotkan.” Gerutu lelaki itu pelan, tapi masih bisa Junkyu dengar, “Harusnya aku tidak datang saja.”

Junkyu yang sudah menahan kekesalannya sedari tadi akhirnya mencapai limit-nya. Sudah bertanya-tanya random, dan sekarang malah berbicara seperti itu. Walaupun Junkyu tahu kalau secara tidak langsung dialah menyebabkan pakaian lelaki itu basah kuyup, tapi kan tidak seharusnya orang itu berbicara seperti itu kepada Junkyu.

Mereka kan sedang meeting, harusnya orang itu jaga sikap. Junkyu saja yang menunggu sampai 2 jam bisa tahan dan mencoba bersikap ramah!

Jika lelaki dari perusahaan Pillatepark itu tidak jadi menandatangi kontrak ya terserah. Junkyu sudah tidak perduli lagi, toh masih banyak perusahaan selain Pillatepark yang mau berkejasama dengan Artech!

“Sebelumnya saya mohon maaf jika secara tidak langsung sayalah yang membuat pakaian anda kotor. Tapi perkataan dan kelakuan anda sedari tadi terus menyinggung saya, jadi lebih baik kita akhiri saja pertemuan kali ini. Jika anda tidak berkenan menandatangi kontrak dengan kami, saya tidak masalah. Kalau begitu saya permisi dulu.”

Tanpa menunggu jawaban dari lelaki itu, Junkyu berbalik. Bermaksud untuk pergi.

Tapi sebelum maksud Junkyu itu terlaksana, tubuh Junkyu ditarik ke salah satu sudut toilet, di dorong masuk ke pintu kloset terujung.

Klik, suara pintu dikunci.

Junkyu melebarkan matanya, mau teriak tapi syok. Jadi suaranya tidak keluar dan hanya bisa menganga.

Lelaki itu semakin maju memojokkan Junkyu, sehingga sekarang Junkyu duduk di atas kloset dengan lelaki itu mengkungku di atasnya.

“Bocah.”

Junkyu mendongak, sedikit terkesiap saat melihat lelaki itu kini tengah menatapnya dengan pandangan dingin.

“Sepertinya mulut kurang ajar-mu itu perlu diisi dengan pelumasku, tapi itu nanti. Sekarang renungkanlah apa kesalahanmu sebelum aku memberikanmu sanksi karena telah berbicara dengan begitu lancangnya di depanku.”

Junkyu memejamkan matanya erat, wajah lelaki itu semakin mendekat dan sialnya Junkyu belum bisa mengucapkan sepatah katapun karena syok.

Dapat Junkyu dengar lelaki itu mendecih kasar, “Dasar bocah.”

“A-apa maksudmu?” Akhirnya Junkyu dapat bersuara.

Meskipun dalam keadaan syok, Junkyu sadar jika situasi yang dialaminya benar-benar berbahaya.

“Kau sudah keterlaluan, Sir!”

Lelaki itu hanya mengangkat sebelah alisnya remeh. “Aku menyuruhmu instropeksi, tapi kau malah mengataiku keterlaluan? Artech memang payah mencari karyawan.”

Junkyu semakin merasa tidak terima, dengan sekuat tenaganya ia mendorong tubuh lelaki yang mengkungkungnya itu.

Karena dorongan Junkyu yang mendadak, lelaki itu sedikit terdorong kebelakang, dan hal itu tentu saja dimamfaatkan oleh Junkyu. Ia segera bangkit dan menghambur ke pintu kloset.

Tapi, belum sempat tangannya menggapai gagang pintu, tubuhnya kembali tertarik kebelakang dan jatuh di pangkuan lelaki itu.

Junkyu membelalakkan matanya, tubuhnya langsung gemetar merasa ketakutan saat kedua tangannya di cengkram ke atas dan pinggangnya di remas dengan kuat.

“Cukup bocah.”

“Kau yang cukup, Sir!” Pekik Junkyu. Gawat, benar-benar gawat.

“Bocah sepertimu benar-benar harus diberi pelajaran.” Ucap lelaki Pillatepark itu sebelum ia melepaskan cengkramannya pada kedua tangan Junkyu dan melepas paksa dasi dan tiga kancing teratas kemeja Junkyu.

Dengan satu gerakan yang akurat yang terkakulasi, lelaki Pillatepark itu menarik kemeja Junkyu hingga mengekpos leher jenjang dan tulang selangka milik lelaki manis itu.

Napas hangat berhembus di permukaan leher Junkyu, dan Junkyu tidak bisa menahan pekikannya saat merasa sesuatu yang lunak dan panas melakukan kontak dengan lehernya.

“Mendesah.”

“A-apa yang kau lakuk- Akh!”

Junkyu terkesiap.

Benda lunak dan panas itu terasa seperti menari-nari di atas lehernya, membuat Junkyu menggeliat panik sekaligus ketakutan.

Dapat Junkyu rasa lelaki itu semakin mengeratkan pelukan pada pinggangnya. Sebelah tangannya yang bebas meraba dan meremas tubuh Junkyu yang masih terlapisi kemeja putih polos dan jas klasik berwarna hitam.

Junkyu memejamkan matanya erat saat ketakutan menjalar cepat keseluruh tubuhnya.

“He-hentikan!” Junkyu menepis tangan lelaki itu dengan kasar.

Berdecih pelan, lelaki itu malah membalas Junkyu dengan membenamkan deretan giginya pada kulit bahu Junkyu.

“Akhh!!” Junkyu merasa kepalanya berputar pening, “Sakit!”

“Intropeksi bocah.”

“Sir!”

Lelaki itu terus melumat dan menggigit garis leher dan bahu Junkyu, meninggalkan motif dan jejak kemerahan.

Bibir panas lelaki itu mengecap titik-titik darah yang muncul dari luka gigitan. Bunyi kecipak basah dan isapan rakus membuat mata Junkyu semakin berkunang-kunang.

Punggungnya melengkung, kedua tangannya mencengkram bahu lelaki itu dengan kuat sehingga membuat pakaian basah lelaki itu mengkerut kusut.

Tubuh Junkyu seperti tersengat listrik saat lelaki Pillatepark itu menarik kemeja Junkyu keluar dari celananya dan menyelundupkan tangannya masuk. Junkyu meronta diatas pangkuan lelaki itu, membuat rengkuhan lelaki itu mengerat.

Lelaki itu meremas pinggang Junkyu keras lalu melepaskan dekapannya.

Kesadaran Junkyu yang hampir lepas dari tempatnya tersambung kembali. Dengan dramatisir, Junkyu melompat dari atas pangkuan lelaki itu sampai nyaris menabrak pintu kloset.

Dengan gerakan tergesa-gesa seperti dikejar hantu, Junkyu segera keluar dari bilik kloset itu.

Lelaki itu juga ikut keluar, menjilat bibir lalu menatap Junkyu tajam, “Bagaimana hukumanku bocah? Sudah sadar akan kesalahanmu?”

Junkyu langsung mundur beberapa langkah. Wajah merah terbakar dan melotot selebar-lebarnya, “Kesalahan apa yang kau maksud hah?! D-dan apa yang barusan itu?!”

Delikan Junkyu dibalas empat kali lebih tajam, “Bocah tolol masih belum mengerti juga.”

Merasa tidak terima Junkyu maju selangkah dan menatap nyalang lelaki Pillatepark itu dengan sisa-sisa keberaniannya, “Aku tidak mengerti maksudmu! Disini kau yang bersalah! Dan barusan- barusan kau melakukan tindakan tidak terpuji! Dasar om-om byuntae!”

“Aku yang bersalah?” Lelaki itu maju selangkah, aura hitam dan mencekam menyeruak dari tubuhnya, “Sepertinya kau tidak tahu siapa sebenarnya yang sedang kau maki-maki sekarang.”

Nyali Junkyu menciut, tapi tidak dengan rasa tidak terimanya, “Siapa kau aku tidak perduli! Dasar byuntae tidak punya adab!”

Setelah berteriak seperti itu, Junkyu langsung menghambur keluar dari toilet. Dirinya harus kabur sekarang sebelum sesuatu yang lebih mengerikan dari yang ia alami terjadi. Persetan dengan kontrak!

Yoshi mengunyah kasar makan siangnya di cafetaria perusahaan. Mata obsidiannya menatap lurus kearah lelaki yang sedang duduk gelisah seraya menghela nafas berat sedari tadi dihadapannya.

“Junkyu, kalau kau ada masalah kau bisa cerita padaku.”

Junkyu, lelaki manis yang terlihat tengah galau berat itu kembali meghela nafas sambil menggaruk tengkuknya, “Tidak.. maksudku entahlah. Aku bingung.”

Yoshi menelan roti panggang yang ada di mulutnya lalu menyipitkan matanya melihat Junkyu yang malah terdiam sibuk dengan pikirannya, “Kau sedang jatuh cinta?”

Junkyu tersentak kaget. Mata bulatnya mengerjab dan bergerak panik, “Apa?! Atas dasar apa kau menuduhku begitu!”

Yoshi menghendikkan bahu singkat, “Akhir-akhir ini kau berubah jadi lebih diam, lalu mendadak marah-marah sendiri. Moodmu juga naik turun. Itu gejala orang jatuh cinta bukan?”

“Mana kutahu!”

“Benar kau tak mau cerita?”

Junkyu menundukkan kepalanya lalu kembali menghela napas berat. “Ya.. sejujurnya ada yang ingin aku ceritakan padamu.”

Yoshi menenggak air mineralnya dengan cepat, kilat matanya berubah antusias. Yoshi sangat suka mendengar keluhan orang dan memberikan solusi, meskipun solusinya kadang menyesatkan, “Kubantu sebisaku.”

Junkyu menghela nafas pelan lalu memulai ceritanya.

Saat itu, tepatnya 3 hari yang lalu disebuah cafe ternama yang berada di Seoul, Junkyu mengerang frustasi. Jam sudah menunjukkan pukul 7 malam, sudah lewat 2 jam dari janji temu, dan orang yang ia tunggu-tunggu tidak kunjung menampakkan dirinya.

“Dasar klien bedebah!” Junkyu membereskan berkas-berkas model product dari perusahannya yang akan ia perlihatkan pada klien-nya kali ini dengan wajah tertekuk marah. Lebih baik ia pulang saja, persetan dengan kontrak!

“Kim Junkyu-sshi?”

Junkyu yang baru saja hendak pergi seketika mengurungkan niatnya saat melihat sesosok pria yang terlihat sangat tampan -walau nampak sudah begitu dewasa mengenakan setelan jas hitam dari brand mahal ternama tengah berdiri di hadapannya.

Aroma citrus dan menthol yang maskulin langsung menyapa indera penciuman Junkyu.

Junkyu memiringkan kepalanya sedikit, mencoba menganalisa siapakah gerangan lelaki itu.

“Anda benar Kim Junkyu dari perusahaan Artech Corp?” Nada suaranya dingin, ditambah dengan sorot mata yang tajam dan angkuh membuat Junkyu sedikit bergidik.

Junkyu mengangguk patah-patah, ia tiba-tiba merasa gugup “I-iya.”

Lelaki itu mengangguk lalu menarik kursi yang ada tepat di hadapan Junkyu, “Maaf atas keterlambatan saya. Janji temu pukul 5 sore, tapi karena ada sedikit hambatan saya baru bisa menemui anda sekarang.”

“Oh jadi anda perwakilan dari Pillatepark Corp?”

Lelaki itu mengangguk, matanya lurus menatap Junkyu seakan-akan tengah mengamati setiap inci wajah lelaki manis itu.

Diperhatikan se-intens itu membuat Junkyu sedikit tak nyaman, wajahnya mengkerut tak suka tapi ditahan.

Di hadapannya kini adalah seorang klien, dan SOP di perusahaannya berkerja jelas-jelas menekankan perlunya pengendalian ekspresi agar klien tidak merasa tersinggung.

“Jadi..” Junkyu membuka suara, lalu berdeham karena suaranya hampir hilang karena terlalu gugup. “Bisa kita mulai, Sir?”

Bukannya menjawab, Lelaki itu malah tetap memandangi Junkyu lekat, membuat Junkyu gatal ingin mendelik atau mengumpati kliennya itu.

“Sir?” Panggil Junkyu sekali lagi.

“Berapa usiamu?”

Junkyu hampir tersedak ludahnya sendiri saat mendengar pertanyaan random yang tiba-tiba terlontar dari mulut kliennya itu.

“Maaf?”

“Kau sudah punya kekasih?”

Wajah Junkyu semakin mengkerut heran. Sebenarnya apa maksud dari om-om di depannya ini.

“Sepertinya pertanyaan personal tidak diperlukan pada pertemuan kali ini. Disini saya ingin menunjukkan kepada and-”

“Tidak masalah. Perusahaan kami akan menandatangi kontrak dengan Artech. Asal-” lelaki itu menaikkan sebelah kakinya diatas kakinya yang lain lalu bersedekap dada seraya menatap tajam Junkyu yang tengah dilanda kebingungan. “Kau mau menjawab pertanyaanku. Kau sudah punya kekasih?”

“B-belum.” Junkyu menjawab sekenanya.

Lelaki berwajah dingin itu mengangguk kecil, “Kau suka perempuan atau laki-laki?”

Junkyu kembali tersedak ludahnya sendiri saat mendengar pertanyaan yang semakin random dan menyinggung perasaannya. “Tentu saja perempuan!”

“Oh.. well,” lelaki itu menyandarkan punggung tegapnya pada sandaran kursi. “Jadi product apa yang ingin Artech tawarkan pada perusaan kami?”

Junkyu sedikit merasa tak suka melihat tingkah orang di hadapannya. Lagaknya seperti bos saja padahal Junkyu yakin dia hanyalah karyawan biasa seperti dirinya.

“Ini, Sir,” Junkyu menyodorkan berkas yang sedari tadi menganggur kehadapan lelaki itu, “Jika ada yang kurang jelas, anda bisa menanyakannya pada saya.”

Lelaki itu mengambil berkas dari tangan Junkyu. Mata tajamnnya terlihat sangat fokus melihat isi dari berkas itu, “Pillatepark akan menandatangi kontrak dengan Artech.”

Junkyu langsung melebarkan matanya, “Benarkah?!”

Lelaki itu menaruh berkasnya ke atas meja lalu mengangguk kecil tanpa ekspresi, membuat Junkyu langsung memekik riang di dalam hati.

“Terimakasih, Sir!” Seru Junkyu dengan semangat. Saking semangatnya sampai ia membuat kaget seorang pelayan yang sedang berjalan tepat di samping kliennya, sehingga minuman yang dibawa pelayan itu berpindah membasahi pakaian kliennya itu.

“Astaga!”

Junkyu membekap mulutnya, wajahnya seketika panik saat melihat lelaki dari perusahaan Pillatepark itu basah kuyup karena teh susu jahe.

Pelayan itu juga tak kalah panik, dia meminta maaf dan segera memberikan lelaki itu serbet bersih dan berusaha membantu membersihkan minuman yang membasahi wajah dan pakaiannya tapi langsung di tepis oleh lelaki itu.

“Aku tidak apa-apa. Kau pergilah.”

Pelayan itu kembali meminta maaf dan langsung meninggalkan mereka.

Wajah lelaki itu tampak menggelap. Ekspresinya langsung berubah menjadi suram. Mencekam.

“S-sir?”

Lelaki itu tiba-tiba bangkit dan berjalan menuju ke toilet tanpa sepatah katapun.

Merasa khawatir, Junkyu mengikuti lelaki itu ke toilet.

“Sir?”

Lelaki dari perusahaan Pillatepark itu menoleh menatap Junkyu yang sudah berada di belakangnya.

“Mau apa kau kesini bocah?”

Junkyu melotot kaget mendengar perkataan yang terdengar sangat ketus dari lelaki itu. Perasaannya tadi lelaki itu lumayan sopan walaupun sedikit random dan tidak banyak bicara. Ia merasa seperti melihat orang lain bukan lelaki super rapi dan dingin dari perusahaan Pillatepark yang tadi menemuinya.

“Maaf?”

“Benar-benar merepotkan.” Gerutu lelaki itu pelan, tapi masih bisa Junkyu dengar, “Harusnya aku tidak datang saja.”

Junkyu yang sudah menahan kekesalannya sedari tadi akhirnya mencapai limit-nya. Sudah bertanya-tanya random, dan sekarang malah berbicara seperti itu. Walaupun Junkyu tahu kalau secara tidak langsung dialah menyebabkan pakaian lelaki itu basah kuyup, tapi kan tidak seharusnya orang itu berbicara seperti itu kepada Junkyu.

Mereka kan sedang meeting, harusnya orang itu jaga sikap. Junkyu saja yang menunggu sampai 2 jam bisa tahan dan mencoba bersikap ramah!

Jika lelaki dari perusahaan Pillatepark itu tidak jadi menandatangi kontrak ya terserah. Junkyu sudah tidak perduli lagi, toh masih banyak perusahaan selain Pillatepark yang mau berkejasama dengan Artech!

“Sebelumnya saya mohon maaf jika secara tidak langsung sayalah yang membuat pakaian anda kotor. Tapi perkataan dan kelakuan anda sedari tadi terus menyinggung saya, jadi lebih baik kita akhiri saja pertemuan kali ini. Jika anda tidak berkenan menandatangi kontrak dengan kami, saya tidak masalah. Kalau begitu saya permisi dulu.”

Tanpa menunggu jawaban dari lelaki itu, Junkyu berbalik. Bermaksud untuk pergi.

Tapi sebelum maksud Junkyu itu terlaksana, tubuh Junkyu ditarik ke salah satu sudut toilet, di dorong masuk ke pintu kloset terujung.

Klik, suara pintu dikunci.

Junkyu melebarkan matanya, mau teriak tapi syok. Jadi suaranya tidak keluar dan hanya bisa menganga.

Lelaki itu semakin maju memojokkan Junkyu, sehingga sekarang Junkyu duduk di atas kloset dengan lelaki itu mengkungku di atasnya.

“Bocah.”

Junkyu mendongak, sedikit terkesiap saat melihat lelaki itu kini tengah menatapnya dengan pandangan dingin.

“Sepertinya mulut kurang ajar-mu itu perlu diisi dengan pelumasku, tapi itu nanti. Sekarang renungkanlah apa kesalahanmu sebelum aku memberikanmu sanksi karena telah berbicara dengan begitu lancangnya di depanku.”

Junkyu memejamkan matanya erat, wajah lelaki itu semakin mendekat dan sialnya Junkyu belum bisa mengucapkan sepatah katapun karena syok.

Dapat Junkyu dengar lelaki itu mendecih kasar, “Dasar bocah.”

“A-apa maksudmu?” Akhirnya Junkyu dapat bersuara.

Meskipun dalam keadaan syok, Junkyu sadar jika situasi yang dialaminya benar-benar berbahaya.

“Kau sudah keterlaluan, Sir!”

Lelaki itu hanya mengangkat sebelah alisnya remeh. “Aku menyuruhmu instropeksi, tapi kau malah mengataiku keterlaluan? Artech memang payah mencari karyawan.”

Junkyu semakin merasa tidak terima, dengan sekuat tenaganya ia mendorong tubuh lelaki yang mengkungkungnya itu.

Karena dorongan Junkyu yang mendadak, lelaki itu sedikit terdorong kebelakang, dan hal itu tentu saja dimamfaatkan oleh Junkyu. Ia segera bangkit dan menghambur ke pintu kloset.

Tapi, belum sempat tangannya menggapai gagang pintu, tubuhnya kembali tertarik kebelakang dan jatuh di pangkuan lelaki itu.

Junkyu membelalakkan matanya, tubuhnya langsung gemetar merasa ketakutan saat kedua tangannya di cengkram ke atas dan pinggangnya di remas dengan kuat.

“Cukup bocah.”

“Kau yang cukup, Sir!” Pekik Junkyu. Gawat, benar-benar gawat.

“Bocah sepertimu benar-benar harus diberi pelajaran.” Ucap lelaki Pillatepark itu sebelum ia melepaskan cengkramannya pada kedua tangan Junkyu dan melepas paksa dasi dan tiga kancing teratas kemeja Junkyu.

Dengan satu gerakan yang akurat yang terkakulasi, lelaki Pillatepark itu menarik kemeja Junkyu hingga mengekpos leher jenjang dan tulang selangka milik lelaki manis itu.

Napas hangat berhembus di permukaan leher Junkyu, dan Junkyu tidak bisa menahan pekikannya saat merasa sesuatu yang lunak dan panas melakukan kontak dengan lehernya.

“Mendesah.”

“A-apa yang kau lakuk- Akh!”

Junkyu terkesiap.

Benda lunak dan panas itu terasa seperti menari-nari di atas lehernya, membuat Junkyu menggeliat panik sekaligus ketakutan.

Dapat Junkyu rasa lelaki itu semakin mengeratkan pelukan pada pinggangnya. Sebelah tangannya yang bebas meraba dan meremas tubuh Junkyu yang masih terlapisi kemeja putih polos dan jas klasik berwarna hitam.

Junkyu memejamkan matanya erat saat ketakutan menjalar cepat keseluruh tubuhnya.

“He-hentikan!” Junkyu menepis tangan lelaki itu dengan kasar.

Berdecih pelan, lelaki itu malah membalas Junkyu dengan membenamkan deretan giginya pada kulit bahu Junkyu.

“Akhh!!” Junkyu merasa kepalanya berputar pening, “Sakit!”

“Intropeksi bocah.”

“Sir!”

Lelaki itu terus melumat dan menggigit garis leher dan bahu Junkyu, meninggalkan motif dan jejak kemerahan.

Bibir panas lelaki itu mengecap titik-titik darah yang muncul dari luka gigitan. Bunyi kecipak basah dan isapan rakus membuat mata Junkyu semakin berkunang-kunang.

Punggungnya melengkung, kedua tangannya mencengkram bahu lelaki itu dengan kuat sehingga membuat pakaian basah lelaki itu mengkerut kusut.

Tubuh Junkyu seperti tersengat listrik saat lelaki Pillatepark itu menarik kemeja Junkyu keluar dari celananya dan menyelundupkan tangannya masuk. Junkyu meronta diatas pangkuan lelaki itu, membuat rengkuhan lelaki itu mengerat.

Lelaki itu meremas pinggang Junkyu keras lalu melepaskan dekapannya.

Kesadaran Junkyu yang hampir lepas dari tempatnya tersambung kembali. Dengan dramatisir, Junkyu melompat dari atas pangkuan lelaki itu sampai nyaris menabrak pintu kloset.

Dengan gerakan tergesa-gesa seperti dikejar hantu, Junkyu segera keluar dari bilik kloset itu.

Lelaki itu juga ikut keluar, menjilat bibir lalu menatap Junkyu tajam, “Bagaimana hukumanku bocah? Sudah sadar akan kesalahanmu?”

Junkyu langsung mundur beberapa langkah. Wajah merah terbakar dan melotot selebar-lebarnya, “Kesalahan apa yang kau maksud hah?! D-dan apa yang barusan itu?!”

Delikan Junkyu dibalas empat kali lebih tajam, “Bocah tolol masih belum mengerti juga.”

Merasa tidak terima Junkyu maju selangkah dan menatap nyalang lelaki Pillatepark itu dengan sisa-sisa keberaniannya, “Aku tidak mengerti maksudmu! Disini kau yang bersalah! Dan barusan- barusan kau melakukan tindakan tidak terpuji! Dasar om-om byuntae!”

“Aku yang bersalah?” Lelaki itu maju selangkah, aura hitam dan mencekam menyeruak dari tubuhnya, “Sepertinya kau tidak tahu siapa sebenarnya yang sedang kau maki-maki sekarang.”

Nyali Junkyu menciut, tapi tidak dengan rasa tidak terimanya, “Siapa kau aku tidak perduli! Dasar byuntae tidak punya adab!”

Setelah berteriak seperti itu, Junkyu langsung menghambur keluar dari toilet. Dirinya harus kabur sekarang sebelum sesuatu yang lebih mengerikan dari yang ia alami terjadi. Persetan dengan kontrak!

Yoshi mengunyah kasar makan siangnya di cafetaria perusahaan. Mata obsidiannya menatap lurus kearah lelaki yang sedang duduk gelisah seraya menghela nafas berat sedari tadi dihadapannya.

“Junkyu, kalau kau ada masalah kau bisa cerita padaku.”

Junkyu, lelaki manis yang terlihat tengah galau berat itu kembali meghela nafas sambil menggaruk tengkuknya, “Tidak.. maksudku entahlah. Aku bingung.”

Yoshi menelan roti panggang yang ada di mulutnya lalu menyipitkan matanya melihat Junkyu yang malah terdiam sibuk dengan pikirannya, “Kau sedang jatuh cinta?”

Junkyu tersentak kaget. Mata bulatnya mengerjab dan bergerak panik, “Apa?! Atas dasar apa kau menuduhku begitu!”

Yoshi menghendikkan bahu singkat, “Akhir-akhir ini kau berubah jadi lebih diam, lalu mendadak marah-marah sendiri. Moodmu juga naik turun. Itu gejala orang jatuh cinta bukan?”

“Mana kutahu!”

“Benar kau tak mau cerita?”

Junkyu menundukkan kepalanya lalu kembali menghela napas berat. “Ya.. sejujurnya ada yang ingin aku ceritakan padamu.”

Yoshi menenggak air mineralnya dengan cepat, kilat matanya berubah antusias. Yoshi sangat suka mendengar keluhan orang dan memberikan solusi, meskipun solusinya kadang menyesatkan, “Kubantu sebisaku.”

Junkyu menghela nafas pelan lalu memulai ceritanya.

Saat itu, tepatnya 3 hari yang lalu disebuah cafe ternama yang berada di Seoul, Junkyu mengerang frustasi. Jam sudah menunjukkan pukul 7 malam, sudah lewat 2 jam dari janji temu, dan orang yang ia tunggu-tunggu tidak kunjung menampakkan dirinya.

“Dasar klien bedebah!” Junkyu membereskan berkas-berkas model product dari perusahannya yang akan ia perlihatkan pada klien-nya kali ini dengan wajah tertekuk marah. Lebih baik ia pulang saja, persetan dengan kontrak!

“Kim Junkyu-sshi?”

Junkyu yang baru saja hendak pergi seketika mengurungkan niatnya saat melihat sesosok pria yang terlihat sangat tampan -walau nampak sudah begitu dewasa mengenakan setelan jas hitam dari brand mahal ternama tengah berdiri di hadapannya.

Aroma citrus dan menthol yang maskulin langsung menyapa indera penciuman Junkyu.

Junkyu memiringkan kepalanya sedikit, mencoba menganalisa siapakah gerangan lelaki itu.

“Anda benar Kim Junkyu dari perusahaan Artech Corp?” Nada suaranya dingin, ditambah dengan sorot mata yang tajam dan angkuh membuat Junkyu sedikit bergidik.

Junkyu mengangguk patah-patah, ia tiba-tiba merasa gugup “I-iya.”

Lelaki itu mengangguk lalu menarik kursi yang ada tepat di hadapan Junkyu, “Maaf atas keterlambatan saya. Janji temu pukul 5 sore, tapi karena ada sedikit hambatan saya baru bisa menemui anda sekarang.”

“Oh jadi anda perwakilan dari Pillatepark Corp?”

Lelaki itu mengangguk, matanya lurus menatap Junkyu seakan-akan tengah mengamati setiap inci wajah lelaki manis itu.

Diperhatikan se-intens itu membuat Junkyu sedikit tak nyaman, wajahnya mengkerut tak suka tapi ditahan.

Di hadapannya kini adalah seorang klien, dan SOP di perusahaannya berkerja jelas-jelas menekankan perlunya pengendalian ekspresi agar klien tidak merasa tersinggung.

“Jadi..” Junkyu membuka suara, lalu berdeham karena suaranya hampir hilang karena terlalu gugup. “Bisa kita mulai, Sir?”

Bukannya menjawab, Lelaki itu malah tetap memandangi Junkyu lekat, membuat Junkyu gatal ingin mendelik atau mengumpati kliennya itu.

“Sir?” Panggil Junkyu sekali lagi.

“Berapa usiamu?”

Junkyu hampir tersedak ludahnya sendiri saat mendengar pertanyaan random yang tiba-tiba terlontar dari mulut kliennya itu.

“Maaf?”

“Kau sudah punya kekasih?”

Wajah Junkyu semakin mengkerut heran. Sebenarnya apa maksud dari om-om di depannya ini.

“Sepertinya pertanyaan personal tidak diperlukan pada pertemuan kali ini. Disini saya ingin menunjukkan kepada and-”

“Tidak masalah. Perusahaan kami akan menandatangi kontrak dengan Artech. Asal-” lelaki itu menaikkan sebelah kakinya diatas kakinya yang lain lalu bersedekap dada seraya menatap tajam Junkyu yang tengah dilanda kebingungan. “Kau mau menjawab pertanyaanku. Kau sudah punya kekasih?”

“B-belum.” Junkyu menjawab sekenanya.

Lelaki berwajah dingin itu mengangguk kecil, “Kau suka perempuan atau laki-laki?”

Junkyu kembali tersedak ludahnya sendiri saat mendengar pertanyaan yang semakin random dan menyinggung perasaannya. “Tentu saja perempuan!”

“Oh.. well,” lelaki itu menyandarkan punggung tegapnya pada sandaran kursi. “Jadi product apa yang ingin Artech tawarkan pada perusaan kami?”

Junkyu sedikit merasa tak suka melihat tingkah orang di hadapannya. Lagaknya seperti bos saja padahal Junkyu yakin dia hanyalah karyawan biasa seperti dirinya.

“Ini, Sir,” Junkyu menyodorkan berkas yang sedari tadi menganggur kehadapan lelaki itu, “Jika ada yang kurang jelas, anda bisa menanyakannya pada saya.”

Lelaki itu mengambil berkas dari tangan Junkyu. Mata tajamnnya terlihat sangat fokus melihat isi dari berkas itu, “Pillatepark akan menandatangi kontrak dengan Artech.”

Junkyu langsung melebarkan matanya, “Benarkah?!”

Lelaki itu menaruh berkasnya ke atas meja lalu mengangguk kecil tanpa ekspresi, membuat Junkyu langsung memekik riang di dalam hati.

“Terimakasih, Sir!” Seru Junkyu dengan semangat. Saking semangatnya sampai ia membuat kaget seorang pelayan yang sedang berjalan tepat di samping kliennya, sehingga minuman yang dibawa pelayan itu berpindah membasahi pakaian kliennya itu.

“Astaga!”

Junkyu membekap mulutnya, wajahnya seketika panik saat melihat lelaki dari perusahaan Pillatepark itu basah kuyup karena teh susu jahe.

Pelayan itu juga tak kalah panik, dia meminta maaf dan segera memberikan lelaki itu serbet bersih dan berusaha membantu membersihkan minuman yang membasahi wajah dan pakaiannya tapi langsung di tepis oleh lelaki itu.

“Aku tidak apa-apa. Kau pergilah.”

Pelayan itu kembali meminta maaf dan langsung meninggalkan mereka.

Wajah lelaki itu tampak menggelap. Ekspresinya langsung berubah menjadi suram. Mencekam.

“S-sir?”

Lelaki itu tiba-tiba bangkit dan berjalan menuju ke toilet tanpa sepatah katapun.

Merasa khawatir, Junkyu mengikuti lelaki itu ke toilet.

“Sir?”

Lelaki dari perusahaan Pillatepark itu menoleh menatap Junkyu yang sudah berada di belakangnya.

“Mau apa kau kesini bocah?”

Junkyu melotot kaget mendengar perkataan yang terdengar sangat ketus dari lelaki itu. Perasaannya tadi lelaki itu lumayan sopan walaupun sedikit random dan tidak banyak bicara. Ia merasa seperti melihat orang lain bukan lelaki super rapi dan dingin dari perusahaan Pillatepark yang tadi menemuinya.

“Maaf?”

“Benar-benar merepotkan.” Gerutu lelaki itu pelan, tapi masih bisa Junkyu dengar, “Harusnya aku tidak datang saja.”

Junkyu yang sudah menahan kekesalannya sedari tadi akhirnya mencapai limit-nya. Sudah bertanya-tanya random, dan sekarang malah berbicara seperti itu. Walaupun Junkyu tahu kalau secara tidak langsung dialah menyebabkan pakaian lelaki itu basah kuyup, tapi kan tidak seharusnya orang itu berbicara seperti itu kepada Junkyu.

Mereka kan sedang meeting, harusnya orang itu jaga sikap. Junkyu saja yang menunggu sampai 2 jam bisa tahan dan mencoba bersikap ramah!

Jika lelaki dari perusahaan Pillatepark itu tidak jadi menandatangi kontrak ya terserah. Junkyu sudah tidak perduli lagi, toh masih banyak perusahaan selain Pillatepark yang mau berkejasama dengan Artech!

“Sebelumnya saya mohon maaf jika secara tidak langsung sayalah yang membuat pakaian anda kotor. Tapi perkataan dan kelakuan anda sedari tadi terus menyinggung saya, jadi lebih baik kita akhiri saja pertemuan kali ini. Jika anda tidak berkenan menandatangi kontrak dengan kami, saya tidak masalah. Kalau begitu saya permisi dulu.”

Tanpa menunggu jawaban dari lelaki itu, Junkyu berbalik. Bermaksud untuk pergi.

Tapi sebelum maksud Junkyu itu terlaksana, tubuh Junkyu ditarik ke salah satu sudut toilet, di dorong masuk ke pintu kloset terujung.

Klik, suara pintu dikunci.

Junkyu melebarkan matanya, mau teriak tapi syok. Jadi suaranya tidak keluar dan hanya bisa menganga.

Lelaki itu semakin maju memojokkan Junkyu, sehingga sekarang Junkyu duduk di atas kloset dengan lelaki itu mengkungku di atasnya.

“Bocah.”

Junkyu mendongak, sedikit terkesiap saat melihat lelaki itu kini tengah menatapnya dengan pandangan dingin.

“Sepertinya mulut kurang ajar-mu itu perlu diisi dengan pelumasku, tapi itu nanti. Sekarang renungkanlah apa kesalahanmu sebelum aku memberikanmu sanksi karena telah berbicara dengan begitu lancangnya di depanku.”

Junkyu memejamkan matanya erat, wajah lelaki itu semakin mendekat dan sialnya Junkyu belum bisa mengucapkan sepatah katapun karena syok.

Dapat Junkyu dengar lelaki itu mendecih kasar, “Dasar bocah.”

“A-apa maksudmu?” Akhirnya Junkyu dapat bersuara.

Meskipun dalam keadaan syok, Junkyu sadar jika situasi yang dialaminya benar-benar berbahaya.

“Kau sudah keterlaluan, Sir!”

Lelaki itu hanya mengangkat sebelah alisnya remeh. “Aku menyuruhmu instropeksi, tapi kau malah mengataiku keterlaluan? Artech memang payah mencari karyawan.”

Junkyu semakin merasa tidak terima, dengan sekuat tenaganya ia mendorong tubuh lelaki yang mengkungkungnya itu.

Karena dorongan Junkyu yang mendadak, lelaki itu sedikit terdorong kebelakang, dan hal itu tentu saja dimamfaatkan oleh Junkyu. Ia segera bangkit dan menghambur ke pintu kloset.

Tapi, belum sempat tangannya menggapai gagang pintu, tubuhnya kembali tertarik kebelakang dan jatuh di pangkuan lelaki itu.

Junkyu membelalakkan matanya, tubuhnya langsung gemetar merasa ketakutan saat kedua tangannya di cengkram ke atas dan pinggangnya di remas dengan kuat.

“Cukup bocah.”

“Kau yang cukup, Sir!” Pekik Junkyu. Gawat, benar-benar gawat.

“Bocah sepertimu benar-benar harus diberi pelajaran.” Ucap lelaki Pillatepark itu sebelum ia melepaskan cengkramannya pada kedua tangan Junkyu dan melepas paksa dasi dan tiga kancing teratas kemeja Junkyu.

Dengan satu gerakan yang akurat yang terkakulasi, lelaki Pillatepark itu menarik kemeja Junkyu hingga mengekpos leher jenjang dan tulang selangka milik lelaki manis itu.

Napas hangat berhembus di permukaan leher Junkyu, dan Junkyu tidak bisa menahan pekikannya saat merasa sesuatu yang lunak dan panas melakukan kontak dengan lehernya.

“Mendesah.”

“A-apa yang kau lakuk- Akh!”

Junkyu terkesiap.

Benda lunak dan panas itu terasa seperti menari-nari di atas lehernya, membuat Junkyu menggeliat panik sekaligus ketakutan.

Dapat Junkyu rasa lelaki itu semakin mengeratkan pelukan pada pinggangnya. Sebelah tangannya yang bebas meraba dan meremas tubuh Junkyu yang masih terlapisi kemeja putih polos dan jas klasik berwarna hitam.

Junkyu memejamkan matanya erat saat ketakutan menjalar cepat keseluruh tubuhnya.

“He-hentikan!” Junkyu menepis tangan lelaki itu dengan kasar.

Berdecih pelan, lelaki itu malah membalas Junkyu dengan membenamkan deretan giginya pada kulit bahu Junkyu.

“Akhh!!” Junkyu merasa kepalanya berputar pening, “Sakit!”

“Intropeksi bocah.”

“Sir!”

Lelaki itu terus melumat dan menggigit garis leher dan bahu Junkyu, meninggalkan motif dan jejak kemerahan.

Bibir panas lelaki itu mengecap titik-titik darah yang muncul dari luka gigitan. Bunyi kecipak basah dan isapan rakus membuat mata Junkyu semakin berkunang-kunang.

Punggungnya melengkung, kedua tangannya mencengkram bahu lelaki itu dengan kuat sehingga membuat pakaian basah lelaki itu mengkerut kusut.

Tubuh Junkyu seperti tersengat listrik saat lelaki Pillatepark itu menarik kemeja Junkyu keluar dari celananya dan menyelundupkan tangannya masuk. Junkyu meronta diatas pangkuan lelaki itu, membuat rengkuhan lelaki itu mengerat.

Lelaki itu meremas pinggang Junkyu keras lalu melepaskan dekapannya.

Kesadaran Junkyu yang hampir lepas dari tempatnya tersambung kembali. Dengan dramatisir, Junkyu melompat dari atas pangkuan lelaki itu sampai nyaris menabrak pintu kloset.

Dengan gerakan tergesa-gesa seperti dikejar hantu, Junkyu segera keluar dari bilik kloset itu.

Lelaki itu juga ikut keluar, menjilat bibir lalu menatap Junkyu tajam, “Bagaimana hukumanku bocah? Sudah sadar akan kesalahanmu?”

Junkyu langsung mundur beberapa langkah. Wajah merah terbakar dan melotot selebar-lebarnya, “Kesalahan apa yang kau maksud hah?! D-dan apa yang barusan itu?!”

Delikan Junkyu dibalas empat kali lebih tajam, “Bocah tolol masih belum mengerti juga.”

Merasa tidak terima Junkyu maju selangkah dan menatap nyalang lelaki Pillatepark itu dengan sisa-sisa keberaniannya, “Aku tidak mengerti maksudmu! Disini kau yang bersalah! Dan barusan- barusan kau melakukan tindakan tidak terpuji! Dasar om-om byuntae!”

“Aku yang bersalah?” Lelaki itu maju selangkah, aura hitam dan mencekam menyeruak dari tubuhnya, “Sepertinya kau tidak tahu siapa sebenarnya yang sedang kau maki-maki sekarang.”

Nyali Junkyu menciut, tapi tidak dengan rasa tidak terimanya, “Siapa kau aku tidak perduli! Dasar byuntae tidak punya adab!”

Setelah berteriak seperti itu, Junkyu langsung menghambur keluar dari toilet. Dirinya harus kabur sekarang sebelum sesuatu yang lebih mengerikan dari yang ia alami terjadi. Persetan dengan kontrak!


Junkyu menatap Haruto yang kini tengah duduk diatas ranjangnya seraya mengerucutkan bibir.

“Maksudmu kita akan kencan dirumahmu?” Tanya Junkyu.

Haruto menganggukkan kepalanya, “Ya, dan kau akan kuberi uang saku setelah ini.”

Mendengar kata uang, senyum Junkyu seketika merekah.

“Berapa uang yang aku dapatkan setelah ini?” tanya Junkyu sembari memperhatikan penampilannya dari atas kepala hingga ujung kaki di cermin.

“Pakaian yang kau berikan bagus, berapa harganya?” Tanya Junkyu lagi.

Bukannya menjawab, Haruto malah melirik pada jam yang melingkar di tangannya.

“Sebentar lagi waktunya makan malam. Ayo pergi. ” Haruto bangkit dari atas ranjang Junkyu lalu segera menyeret lelaki manis itu keluar.

“Hey! Dompet dan ponselku tertinggal!” Pekik Junkyu heboh.

Haruto hanya menampilkan raut tidak perduli. Ia tetap mendorong tubuh Junkyu untuk memasuki mobilnya.

“Kau tidak perlu dompet dan ponselmu selama bersamaku.” ucap Haruto.

Junkyu menganggukkan kepalanya setuju lalu bergumam, “Benar juga, kau kan ATM berjalan.”

Haruto mendencih pelan lalu segera melajukan mobilnya.

Di sepanjang perjalanan, tidak ada seorangpun diantara mereka berdua yang membuka obrolan. Sebenarnya Junkyu ingin, mulutnya sudah gatal sedari tadi ingin berbicara. Tapi setiap dirinya ingin mengatakan sesuatu, entah kenapa dirinya merasa takut dan canggung.

Entahlah, Junkyu merasa aura bocah kaya di sebelahnya ini sangat menakutkan. Rasanya seperti 'jangan bicara sedikitpun atau kupukul wajahmu!'

Benar-benar mengintimidasi.

“Aku harap kau tidak menangis dan merasa tertekan saat bertemu dengan Ibuku.” Haruto membuka suara.

Junkyu menoleh menatap Haruto, sebelah alisnya terangkat mendengar perkataan Haruto yang terdengar sedikit aneh, “Kita hanya makan malam dengan Ibumu?” Tanya Junkyu tidak mengerti.

“Tidak, tentu saja tidak. Kita akan makan dengan orang tuaku dan adikku. Tapi kau hanya perlu mengkhawatirkan Ibuku. Ayah dan Junghwan bukanlah masalah. Ayah tidak banyak bicara dan berkomentar, sedangkan Junghwan aku rasa dia akan menyukaimu.” Jelas Haruto panjang lebar. Ini kali pertama Junkyu mendengar bocah kaya itu berbicara sebanyak itu. Seharusnya Junkyu hitung berapa kata tadi.

“Adikmu benar-benar mempunyai selera yang bagus.” Ucap Junkyu seraya meniup poninya keatas.

Haruto berdecak sinis, “Sejujurnya tidak. Dia pernah menggunakan jaket dan celana training berwarna hijau neon saat acara welcome greeting di sekolahnya pada tahun pertama. Karena itu dia dijuluki lumut terang berjalan sampai sekarang. “

Junkyu langsung mencebikkan bibirnya kesal. Secara tidak langsung Junkyu merasa bocah kaya kelebihan kalsium satu ini baru saja mengolok-olok dirinya. Benar-benar menjengkelkan.

Setelah kurang dari satu jam berkendara, Haruto menghentikan mobilnya di halaman sebuah rumah mewah. Membuat Junkyu menganga takjub.

“Ini rumahmu?”

Haruto menganggukan kepalanya singkat, membuat Junkyu seketika melebarkan matanya, “Daebak!”

Haruto melepaskan sabuk pengamannya lalu keluar dari mobil yang diikuti oleh Junkyu yang masih menganga takjub.

“Aku yakin kau tidak bodoh. Kau pasti tahu apa yang harus kau lakukan. ” ucap Haruto sebelum mereka memasuki rumah mewah itu.

Junkyu berdecih pelan kemudian mengibaskan tangannya, “Kau tak perlu khawatir, walaupun sekarang aku merasa seperti kekasih bayaran, aku tidak masalah.”

“Aku harap kau tak kan mengacaukannya. “

Junkyu terkekeh pelan lalu secara tiba-tiba menggengam tangan Haruto. Hal itu sontak membuat Haruto terkejut dan menatap Junkyu dengan pandangan kaget.

“Jangan khawatir bocah, mari kita mulai. It's show time. ” ucap Junkyu kepada Haruto lalu membawa lelaki tampan itu melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumahnya sendiri.


“Wow.” Untuk kesekian kalinya, Junghwan mengatakan kata itu. Matanya menatap orang yang diketahuinya sebagai pacar dari hyung-nya itu dengan pandangan berbinar.

“Kau dipelet Haruto hyung ya? Kenapa orang semanis hyung mau dengan Haruto hyung yang sangat dingin seperti rumah suku eskimo?!” Racau Junghwan masih tak percaya.

“Junghwan, tidak sopan mengatai Hyung-mu seperti itu.” Tegur Hanbin.

“Bukannya begitu Ayah.. Tapi tidakkah Ayah lihat kesenjangan visual di depan mata Ayah?!” Junghwan menggelengkan kepalanya sendiri tidak percaya. “Haruto Hyung bermain dukun!”

Haruto tidak bereaksi sama sekali mendengar ocehan adiknya yang seakan-akan tidak terima kenyataan jika Junkyu adalah kekasihnya. Ia lebih berminat mengamati ekpresi sang Ibu yang duduk dihadapannya sembari menatap tajam ke arah Junkyu.

Haruto menoleh kesamping, Junkyu tampak tak terusik sama sekali. Malah lelaki itu tampak begitu menikmati hidangan yang ada di hadapannya, tak peduli tekanan dan atmosfir tak enak yang berada di sekelilingnya.

“Ekhem. ” Lisa berdehem pelan.

Tak ada respon.

“Jadi, kau kekasihnya Haruto?”

Junkyu menelan makanan yang sedang ia kunyah lalu mengangkat wajahnya menatap Ibunya Haruto.

Jujur Junkyu sangat cemas sekarang. Rasanya ia ingin berlari pulang saja ke flatnya. Dirinya sedari tadi merasa tercekik, tatapan mata tajam dari Ibu Haruto serasa ingin melubangi wajahnya.

Maksud Junkyu, kenapa wanita dengan wajah secantik itu harus menatapnya begitu bengis? Oh tentu saja karena dia adalah kekasih dari anaknya, tapi kan tidak sopan memelototi tamu seperti ini?? Ayolah, Junkyu yang orang miskin saja tahu.

“Iya nyonya. ” balas Junkyu sopan, dibarengi dengan seulas senyum manis yang membuat Junghwan semakin terkagum-kagum.

Lisa mengerutkan dahinya, ia sedari tadi terus men-scanning lelaki yang anak sulungnya itu bawa.

Wajahnya manis.

Kulitnya halus dan berwarna putih bersih.

Suaranya lembut.

Semuanya tampak sempurna. Tapi instingnya sangat yakin jika pemuda yang diakui anaknya sebagai kekasih adalah orang miskin.

“Sayang, biarkan dia makan dengan tenang. ” tegur Hanbin yang merasa tak enak melihat cara pandang istrinya kepada kekasih putra sulungnya itu.

“Itu kan keahlian Ibu. Membuat orang lain merasa seperti sedang didalam acara uji nyali.” Kesal Junghwan.

Junkyu meringis di dalam hati. Di benaknya ia menyetujui perkataan Junghwan tentang Ibunya.

Lisa semakin memicingkan matanya tajam. “Haruto..” panggil Lisa sembari meletakkan sumpitnya, “Ibu mau bicara. “

Haruto menaikkan sebelah alisnya kemudian melirik kearah Junkyu yang tengah menatapnya juga dengan wajah bingung.

“Pasti ibu mau marah-marah.” Gumam Junghwan seraya memasang raut sebal.

Haruto meraih tangan Junkyu yang berada diatas meja lalu meremasnya pelan, “Aku akan segera kembali. ” ucap Haruto lalu berdiri menyusul Ibunya yang telah meninggalkan ruang makan.

Lisa berjalan menuju taman yang berada di belakang rumahnya diikuti dengan Haruto. Lisa menghela nafas berat lalu berbalik menatap sang putra sulung dengan tatapan tidak percaya.

“Haruto? Kau bercanda?!! Dia??! Kekasihmu?!”

Haruto menganggukkan kepalanya singkat sebagai jawaban.

“Apa dia miskin?” Tanya Lisa lagi.

Haruto lagi-lagi menganggukkan kepalanya seraya memasang raut wajah andalannya. Wajah datar seolah-olah tak bersalah yang ditampilkan Haruto membuat Lisa semakin merasa kesal.

“Woahh!” Lisa memukul pelan tengkuknya seraya berdecak tidak percaya. Dirinya benar-benar tidak habis pikir. Kenapa anaknya yang sempuran ini harus mempunyai kekasih dari kalangan bawah seperti pemuda itu?!

Okelah.. Haruto memang tak salah pilih jika dilihat dari visualnya pemuda itu memang sangat luar biasa menawan. Tapi karena status miskinnya itu yang sangat berlawanan dengan keluarganya yang terpandang membuat dirinya tidak terima.

“Kenapa kau mau berpacaran dengan lelaki miskin seperti itu?! Kau di guna-guna atau bagaimana Haruto?!” Gemas Lisa

Haruto menghendikkan bahunya singkat, “Memangnya kenapa kalau dia miskin? Jika dia menikah denganku bukannya dia akan menjadi kaya? Tidak miskin lagi?”

Lisa menganga tidak bisa berkata-kata mendengar perkataan anaknya.

“Aku tidak perduli walaupun dia gelandangan.” Tambah Haruto.

Mata Lisa berkedut kesal. Ia meremat rambutnya frustasi lalu berteriak keras, “Tapi Nona Nako lebih baik dari dirinya Haruto!!”

Haruto bersedekap dada lalu menampilkan raut seperti tengah berpikir, “Aku pikir Junkyu lebih baik. “

Lisa mengusap wajahnya pelan, berbicara dengan Haruto itu begitu menjengkelkan. Jika dengan kata-kata saja ia tidak bisa membuat Haruto menuruti kemaunnya, maka ia akan melakukan rencana lain yang sudah ia siapkan.

“Yasudah! Jika kau tidak mau meninggalkan kekasihmu itu, Ibu tidak akan mau makan!” Ancam Lisa.

Haruto tertawa kecil lalu menggelengkan kepalanya, “Ibu tidak akan melakukan hal itu.”

Lisa mengangkat dagunya lalu menampilkan raut wajah menantang, “Ibu serius!”

“Yasudah, mau bagaimana lagi.” Ucap Haruto.

“Anggap saja Ibu sedang berdiet. Aku lihat ibu bertambah gemuk.” Haruto tersenyum tipis lalu berjalan kembali menuju ruang makan, meninggalkan sang Ibu yang sedang menahan dongkol setengah mati.

“YAK HARUTO!! ANAK DURHAKA!!”