Junkyu menatap Haruto yang kini tengah duduk diatas ranjangnya seraya mengerucutkan bibir.
“Maksudmu kita akan kencan dirumahmu?” Tanya Junkyu.
Haruto menganggukkan kepalanya, “Ya, dan kau akan kuberi uang saku setelah ini.”
Mendengar kata uang, senyum Junkyu seketika merekah.
“Berapa uang yang aku dapatkan setelah ini?” tanya Junkyu sembari memperhatikan penampilannya dari atas kepala hingga ujung kaki di cermin.
“Pakaian yang kau berikan bagus, berapa harganya?” Tanya Junkyu lagi.
Bukannya menjawab, Haruto malah melirik pada jam yang melingkar di tangannya.
“Sebentar lagi waktunya makan malam. Ayo pergi. ” Haruto bangkit dari atas ranjang Junkyu lalu segera menyeret lelaki manis itu keluar.
“Hey! Dompet dan ponselku tertinggal!” Pekik Junkyu heboh.
Haruto hanya menampilkan raut tidak perduli. Ia tetap mendorong tubuh Junkyu untuk memasuki mobilnya.
“Kau tidak perlu dompet dan ponselmu selama bersamaku.” ucap Haruto.
Junkyu menganggukkan kepalanya setuju lalu bergumam, “Benar juga, kau kan ATM berjalan.”
Haruto mendencih pelan lalu segera melajukan mobilnya.
Di sepanjang perjalanan, tidak ada seorangpun diantara mereka berdua yang membuka obrolan. Sebenarnya Junkyu ingin, mulutnya sudah gatal sedari tadi ingin berbicara. Tapi setiap dirinya ingin mengatakan sesuatu, entah kenapa dirinya merasa takut dan canggung.
Entahlah, Junkyu merasa aura bocah kaya di sebelahnya ini sangat menakutkan. Rasanya seperti 'jangan bicara sedikitpun atau kupukul wajahmu!'
Benar-benar mengintimidasi.
“Aku harap kau tidak menangis dan merasa tertekan saat bertemu dengan Ibuku.” Haruto membuka suara.
Junkyu menoleh menatap Haruto, sebelah alisnya terangkat mendengar perkataan Haruto yang terdengar sedikit aneh, “Kita hanya makan malam dengan Ibumu?” Tanya Junkyu tidak mengerti.
“Tidak, tentu saja tidak. Kita akan makan dengan orang tuaku dan adikku. Tapi kau hanya perlu mengkhawatirkan Ibuku. Ayah dan Junghwan bukanlah masalah. Ayah tidak banyak bicara dan berkomentar, sedangkan Junghwan aku rasa dia akan menyukaimu.” Jelas Haruto panjang lebar. Ini kali pertama Junkyu mendengar bocah kaya itu berbicara sebanyak itu. Seharusnya Junkyu hitung berapa kata tadi.
“Adikmu benar-benar mempunyai selera yang bagus.” Ucap Junkyu seraya meniup poninya keatas.
Haruto berdecak sinis, “Sejujurnya tidak. Dia pernah menggunakan jaket dan celana training berwarna hijau neon saat acara welcome greeting di sekolahnya pada tahun pertama. Karena itu dia dijuluki lumut terang berjalan sampai sekarang. “
Junkyu langsung mencebikkan bibirnya kesal. Secara tidak langsung Junkyu merasa bocah kaya kelebihan kalsium satu ini baru saja mengolok-olok dirinya. Benar-benar menjengkelkan.
Setelah kurang dari satu jam berkendara, Haruto menghentikan mobilnya di halaman sebuah rumah mewah. Membuat Junkyu menganga takjub.
“Ini rumahmu?”
Haruto menganggukan kepalanya singkat, membuat Junkyu seketika melebarkan matanya, “Daebak!”
Haruto melepaskan sabuk pengamannya lalu keluar dari mobil yang diikuti oleh Junkyu yang masih menganga takjub.
“Aku yakin kau tidak bodoh. Kau pasti tahu apa yang harus kau lakukan. ” ucap Haruto sebelum mereka memasuki rumah mewah itu.
Junkyu berdecih pelan kemudian mengibaskan tangannya, “Kau tak perlu khawatir, walaupun sekarang aku merasa seperti kekasih bayaran, aku tidak masalah.”
“Aku harap kau tak kan mengacaukannya. “
Junkyu terkekeh pelan lalu secara tiba-tiba menggengam tangan Haruto. Hal itu sontak membuat Haruto terkejut dan menatap Junkyu dengan pandangan kaget.
“Jangan khawatir bocah, mari kita mulai. It's show time. ” ucap Junkyu kepada Haruto lalu membawa lelaki tampan itu melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumahnya sendiri.
“Wow.” Untuk kesekian kalinya, Junghwan mengatakan kata itu. Matanya menatap orang yang diketahuinya sebagai pacar dari hyung-nya itu dengan pandangan berbinar.
“Kau dipelet Haruto hyung ya? Kenapa orang semanis hyung mau dengan Haruto hyung yang sangat dingin seperti rumah suku eskimo?!” Racau Junghwan masih tak percaya.
“Junghwan, tidak sopan mengatai Hyung-mu seperti itu.” Tegur Hanbin.
“Bukannya begitu Ayah.. Tapi tidakkah Ayah lihat kesenjangan visual di depan mata Ayah?!” Junghwan menggelengkan kepalanya sendiri tidak percaya. “Haruto Hyung bermain dukun!”
Haruto tidak bereaksi sama sekali mendengar ocehan adiknya yang seakan-akan tidak terima kenyataan jika Junkyu adalah kekasihnya. Ia lebih berminat mengamati ekpresi sang Ibu yang duduk dihadapannya sembari menatap tajam ke arah Junkyu.
Haruto menoleh kesamping, Junkyu tampak tak terusik sama sekali. Malah lelaki itu tampak begitu menikmati hidangan yang ada di hadapannya, tak peduli tekanan dan atmosfir tak enak yang berada di sekelilingnya.
“Ekhem. ” Lisa berdehem pelan.
Tak ada respon.
“Jadi, kau kekasihnya Haruto?”
Junkyu menelan makanan yang sedang ia kunyah lalu mengangkat wajahnya menatap Ibunya Haruto.
Jujur Junkyu sangat cemas sekarang. Rasanya ia ingin berlari pulang saja ke flatnya. Dirinya sedari tadi merasa tercekik, tatapan mata tajam dari Ibu Haruto serasa ingin melubangi wajahnya.
Maksud Junkyu, kenapa wanita dengan wajah secantik itu harus menatapnya begitu bengis? Oh tentu saja karena dia adalah kekasih dari anaknya, tapi kan tidak sopan memelototi tamu seperti ini?? Ayolah, Junkyu yang orang miskin saja tahu.
“Iya nyonya. ” balas Junkyu sopan, dibarengi dengan seulas senyum manis yang membuat Junghwan semakin terkagum-kagum.
Lisa mengerutkan dahinya, ia sedari tadi terus men-scanning lelaki yang anak sulungnya itu bawa.
Wajahnya manis.
Kulitnya halus dan berwarna putih bersih.
Suaranya lembut.
Semuanya tampak sempurna. Tapi instingnya sangat yakin jika pemuda yang diakui anaknya sebagai kekasih adalah orang miskin.
“Sayang, biarkan dia makan dengan tenang. ” tegur Hanbin yang merasa tak enak melihat cara pandang istrinya kepada kekasih putra sulungnya itu.
“Itu kan keahlian Ibu. Membuat orang lain merasa seperti sedang didalam acara uji nyali.” Kesal Junghwan.
Junkyu meringis di dalam hati. Di benaknya ia menyetujui perkataan Junghwan tentang Ibunya.
Lisa semakin memicingkan matanya tajam. “Haruto..” panggil Lisa sembari meletakkan sumpitnya, “Ibu mau bicara. “
Haruto menaikkan sebelah alisnya kemudian melirik kearah Junkyu yang tengah menatapnya juga dengan wajah bingung.
“Pasti ibu mau marah-marah.” Gumam Junghwan seraya memasang raut sebal.
Haruto meraih tangan Junkyu yang berada diatas meja lalu meremasnya pelan, “Aku akan segera kembali. ” ucap Haruto lalu berdiri menyusul Ibunya yang telah meninggalkan ruang makan.
Lisa berjalan menuju taman yang berada di belakang rumahnya diikuti dengan Haruto. Lisa menghela nafas berat lalu berbalik menatap sang putra sulung dengan tatapan tidak percaya.
“Haruto? Kau bercanda?!! Dia??! Kekasihmu?!”
Haruto menganggukkan kepalanya singkat sebagai jawaban.
“Apa dia miskin?” Tanya Lisa lagi.
Haruto lagi-lagi menganggukkan kepalanya seraya memasang raut wajah andalannya. Wajah datar seolah-olah tak bersalah yang ditampilkan Haruto membuat Lisa semakin merasa kesal.
“Woahh!” Lisa memukul pelan tengkuknya seraya berdecak tidak percaya. Dirinya benar-benar tidak habis pikir. Kenapa anaknya yang sempuran ini harus mempunyai kekasih dari kalangan bawah seperti pemuda itu?!
Okelah.. Haruto memang tak salah pilih jika dilihat dari visualnya pemuda itu memang sangat luar biasa menawan. Tapi karena status miskinnya itu yang sangat berlawanan dengan keluarganya yang terpandang membuat dirinya tidak terima.
“Kenapa kau mau berpacaran dengan lelaki miskin seperti itu?! Kau di guna-guna atau bagaimana Haruto?!” Gemas Lisa
Haruto menghendikkan bahunya singkat, “Memangnya kenapa kalau dia miskin? Jika dia menikah denganku bukannya dia akan menjadi kaya? Tidak miskin lagi?”
Lisa menganga tidak bisa berkata-kata mendengar perkataan anaknya.
“Aku tidak perduli walaupun dia gelandangan.” Tambah Haruto.
Mata Lisa berkedut kesal. Ia meremat rambutnya frustasi lalu berteriak keras, “Tapi Nona Nako lebih baik dari dirinya Haruto!!”
Haruto bersedekap dada lalu menampilkan raut seperti tengah berpikir, “Aku pikir Junkyu lebih baik. “
Lisa mengusap wajahnya pelan, berbicara dengan Haruto itu begitu menjengkelkan. Jika dengan kata-kata saja ia tidak bisa membuat Haruto menuruti kemaunnya, maka ia akan melakukan rencana lain yang sudah ia siapkan.
“Yasudah! Jika kau tidak mau meninggalkan kekasihmu itu, Ibu tidak akan mau makan!” Ancam Lisa.
Haruto tertawa kecil lalu menggelengkan kepalanya, “Ibu tidak akan melakukan hal itu.”
Lisa mengangkat dagunya lalu menampilkan raut wajah menantang, “Ibu serius!”
“Yasudah, mau bagaimana lagi.” Ucap Haruto.
“Anggap saja Ibu sedang berdiet. Aku lihat ibu bertambah gemuk.” Haruto tersenyum tipis lalu berjalan kembali menuju ruang makan, meninggalkan sang Ibu yang sedang menahan dongkol setengah mati.
“YAK HARUTO!! ANAK DURHAKA!!”