Junkyu menenggak sebotol air mineral yang baru saja ia ambil dari lemari pendingin hingga tandas. Wajahnya terlihat sangat kelelahan. Bulir keringat sebesar biji jagung terus menetes dari pelipisnya.

“Latihan hari ini selesai! Dan karena besok kalian mendapat hari libur, beristirahatlah dengan baik!” Perkataan dari sang guru tari membuat semua orang yang ada di ruangan itu menghela nafas lega, begitu juga dengan Junkyu.

“Kyu, ayo ke dorm-ku dulu. Aku, Haruto, Junghwan dan Hyunsuk hyung akan bermain game.”

Junkyu menolehkan kepalanya menatap Jihoon, yang juga merupakan seorang leader di timnya sekaligus sahabatnya. “Maaf, aku ingin pulang ke dormku dan beristirahat.”

Jihoon menaikkan sebelah alisnya, “Kau yakin?”

Junkyu menganggukkan kepalanya pelan, “Sebentar lagi kita akan comeback, dan aku tidak mahir menghafal gerakan dance dan semacamnya seperti kau, Haruto, Junghwan ataupun Hyunsuk hyung. Jadi aku harus berlatih lebih keras dan tidak membuang-buang waktuku.”

Jihoon tertawa sumbang lalu mengibaskan tangannya pelan, “Eyy.. ayolah sebentar saja. Kau butuh refreshing. Lagipula besok libur, kapan lagi kita bisa bermain game semalaman? Bukannya kau sangat senang bermain game?”

“Tidak Jihoon. Aku akan pulang saja.”

“Tapi Kyu- Oke, tapi jangan lupa minum obatmu.”

Junkyu mengabaikan perkataan Jihoon dan berlalu begitu saja. Membuat lelaki bermarga Park itu menghela napas sedih, “Sampai kapan kau akan seperti ini Kim Junkyu?”

Junkyu berjalan memasuki kamarnya, menyalakan lampu lalu duduk di meja kerjanya. Junkyu menatap layar komputernya yang mati dengan pandangan kosong. Raut wajahnya terlihat sangat lelah, mungkin karena faktor latihan gila-gilaan jelang comeback dan sulitnya beristirahat karena insomnia parah yang ia derita.

Junkyu mengusap wajahnya kasar, lalu menolehkan pandangannya pada sebuah bingkai foto. Junkyu meraih foto tersebut lalu menatapnya lamat. Difoto tersebut, terlihat dirinya, Jihoon, dan Noa.

Noa.. hanya dengan mengingat namanya saja membuat Junkyu menitikkan air matanya tanpa sadar. Noa merupakan teman seperjuangan sejak semasa trainee bersama Jihoon. Mereka bertiga berlatih dengan keras agar bisa debut bersama. Walaupun pada akhirnya takdir tidak menyambut keinginan mereka bertiga. Noa gagal, dan hanya dirinya dan Jihoon yang berhasil debut.

Junkyu meletakkan kembali foto itu ditempat semula. Lalu tanpa sengaja matanya melirik ke arah sebotol obat dengan sticky note yang diletakkan dengan manis di samping lampu tidurnya.

Junkyu mengambil obat itu lalu tersenyum hambar saat membaca tulisan yang ada di sticky note itu, “Jangan lupa minum obatmu my kyu? Park Jihoon, mau sampai kapan kau terus mengingatkanku?” Gumam Junkyu lalu membuang obat itu begitu saja di tempat sampah.

Junkyu bangkit dari duduknya lalu berjalan menuju ranjang. Junkyu menatap langit-langit kamarnya lalu menghela napas pelan. Dirinya sangat lelah, benar-benar lelah.

.

.

.

.

Jam alarm berbunyi tepat jam 09.00 pagi. Sebuah tangan menyembul dari balik selimut lalu menggapai-gapai meja nakas yang ada disampingnya mencoba untuk meraih alarm yang berbunyi ribut. Alarm itu berhasil dimatikan, namun orang itu malah menarik selimutnya dan kembali tidur.

“Ya Kim Junkyu, kau tak mau bangun?”

Junkyu merasakan ada seseorang yang menarik selimutnya dan mengguncang-guncangkan badannya. Setelah membuka sedikit matanya, ia melihat wajah seseorang yang ditekuk berada di tepat di depan wajahnya.

Karena terkejut, Junkyu refleks mendorong tubuh orang itu dengan kuat kebelakang. Membuat orang yang didorong memekik kesal.

“YAK!”

Junkyu segera bangun terduduk. Matanya mengerjab beberapa kali seakan tak percaya dengan apa yang sedang ia lihat sekarang, “Noa?”

“Ya, ini aku! Dan apa yang sedang kau lakukan sekarang ini?! Kau tidak lihat jam berapa sekarang?! Oh! Mentang-mentang kau sudah debut kau jadi bermalas-malasan begini?” Omel lelaki yang dipanggil Noa itu panjang lebar.

Junkyu masih setia memasang wajah kebingungan, “Bagaimana bisa kau berada disini?” Tanya Junkyu.

Noa menghendikkan bahunya singkat, “Tentu saja karena aku rindu padamu dan Jihoon. Kalian sangat sibuk hingga sangat sulit untuk dihubungi.”

Junkyu menundukkan wajahnya, “Maaf.”

Noa tersenyum lalu memukul pundak Junkyu pelan, “Ey.. aku hanya bercanda. Berhenti meminta maaf untuk hal yang tidak perlu seperti itu.” Noa mendudukkan dirinya disamping ranjang, tepat disebelah Junkyu.

“Omong-omong, kemana semua orang? Di dorm ini hanya ada dirimu sendirian.” Tanya Noa.

“Mungkin mereka semua menginap di dorm Jihoon.” Balas Junkyu seadanya.

Noa membelalakkan matanya tak percaya mendengar perkataan Junkyu, “Lalu apa yang kau lakukan sendirian disini? Kenapa kau tak ikut mereka? Jangan bilang kau masih menjadi Junkyu si penyendiri??!” Pekik Noa.

Junkyu hanya merespon pertanyaan Noa dengan hendikkan bahu, membuat Noa menghela napas pelan, “Huft, berhentilah jadi seorang penyindiri. Kau tidak kasihan dengan Jihoon yang kesusahan buat mengurusimu sendiri?”

“Jihoon tidak kesusahan mengurusku.” Balas Junkyu.

Noa hanya memutar bola matanya malas, “Ayo bangun.”

Junkyu mengernyit, “Aku sudah bangun.”

Noa menghela napas panjang lalu menarik tubuh Junkyu agar bangkit berdiri, “Pergi mandi! Kita akan pergi bermain.”

Junkyu menaikkan sebelah alisnya, “Kemana? Aku lebih senang dirumah saja. Aku sudah debut Noa, tidak mungkin aku pergi keluar sembarangan.”

Noa memasang wajah jengah lalu kembali memukul pundak Junkyu dengan kuat, “Ya! Kau pikir aku akan mengajakmu kemana huh? Sudah sana cepat mandi!”

Noa mendorong tubuh Junkyu ke dalam kamar mandi, membuat lelaki bermarga Kim itu tersenyum kecil, “Bukan aku saja yang tidak berubah dan masih menjadi penyindiri sampai sekarang. Kau pun sama saja, kau masih sangat berisik dan pemaksa.” Ucap Junkyu sedikit berteriak dari dalam kamar mandi.

Terdengar suara kekehan dari luar, “Haha kau benar. Dan aku bertaruh Jihoon pasti masih mempunyai lidah yang begitu tajam.”

Junkyu tersenyum tipis, “Lidahnya makin tajam. Kau harus berhati-hati.”

“Tentu saja! Sudah cepat sana mandi!”

Selang beberapa menit kemudian, Junkyu selesai dengan kegiatan mandinya. Usai berpakaian, ia keluar menuju ruang makan. Terlihat Noa sedang memakan roti bakar yang entah ia dapatkan dari mana.

“Sepertinya Jihoon tadi pagi kesini.” Ucap Noa sambil mengangkat roti bakar yang ada tangannya, “Dia menyiapkan sarapan untukmu dan juga itu..” Noa menunjuk sebuah botol transparant yang berisi beberapa kapsul obat yang disertai sebuah sticky note bertuliskan 'Jangan lupa minum obatmu.'

“Kau sakit?” Tanya Noa.

Junkyu menggeleng pelan, menundukkan diri lalu mengambil botol obat itu dan segera membuangnya begitu saja ke tempat sampah.

“Hey, kenapa dibuang? Itu obatmu.” Tanya Noa panik.

“Aku tidak sakit. Kau lihat bukan aku sehat-sehat saja?” Junkyu mengambil sebotol air mineral lalu meminumnya hingga tandas, “Jihoon memperlakukanku seperti bayi.”

Noa terkekeh pelan, “Itu sudah menjadi tugasnya. Dia seorang leader bukan? Memimpin 10 orang bersama Hyunsuk hyung bukanlah pekerjaan yang mudah.”

“Dia melupakanmu. Bahkan dia tidak pernah menyebut namamu lagi.” Ucap Junkyu.

Noa tertawa mendengar perkataan Junkyu, “Ya mungkin karena dia sangat merindukanku makannya tidak mau mengingatku lagi.”

Junkyu mengernyit heran, “Apa maksudmu?”

Bukannya menjawab, Noa malah bangkit dari duduknya lalu menatap Junkyu seraya menaik-turunkan kedua alisnya, “Ayo main basket diatap.”

Junkyu melotot, “Kau gila? Kita tidak boleh ke atap lagi oleh agensi!”

Noa menghendikkan bahunya singkat, “Tapi kan sekarang hari libur, tidak ada staff Kyu! Lagipula aku sudah tidak berada di agensi ini lagi, jadi apa masalahnya? Ayolah sebentar saja, 2 ronde lalu kita turun. Kau tidak rindu bermain basket denganku lagi?”

Junkyu terdiam. Raut wajahnya menampakkan jika lelaki itu sedang berpikir, “Baiklah, hanya 2 ronde lalu kita turun.”

Noa tersenyum lebar, “Oke!”

.

.

.

“Ya! Kau bilang 2 ronde saja!” Junkyu menjatuhkan tubuhnya disamping Noa. Mereka kini tengah berbaring bersisihan di atas atap seraya menatap langit yang sudah mulai berwarna jingga. Niat awal yang hanya bermain 2 ronde saja berubah menjadi beronde-ronde.

Noa terkekeh pelan, “Rasanya sangat menyenangkan bisa bermain seperti ini bersamamu lagi.” Noa memejamkan matanya, menikmati semilir angin yang menerpa wajahnya yang kini telah basah oleh keringat, “Dulu, kau sangat sulit untuk didekati.”

Junkyu berdecih pelan, “Tiba-tiba membicarakan masa lalu?”

Noa membuka matanya lalu menatap ke langit, “Dulu, aku dan Jihoon benar-benar sangat kesulitan untuk mendekatimu. Kita berdua benar-benar berkerja keras untuk bisa dekat denganmu karena kau benar-benar seorang penyindiri sejati.”

Junkyu tersenyum tipis, “Kau benar.”

Noa menoleh sekilas kesamping lalu tertawa terbahak-bahak, “Aku ingat saat kita masih trainee, dan saat aku mengajakmu berbicara pasti kau akan langsung pergi atau mengatakan 'Tinggalkan aku sendiri!'.” Ucap Noa seraya meniru gaya bicara Junkyu.

“Kim Junkyu, aku benar-benar berharap kita bisa bersama-sama sedikit lama. Aku, kau, Jihoon, dan teman-teman lainnya.” Lirih Noa.

Junkyu bangun terduduk lalu menatap Noa yang sedang berbaring seraya menatap langit senja dengan pandangan sedih, “Kau selalu diterima disini Noa. Aku, Jihoon, dan teman-teman lainnya selalu menerimamu disini. Selalu merindukanmu. Karena hari-hari yang kita lewati bersama bukanlah sesuatu yang bisa dilupakan begitu saja.” Ucap Junkyu.

Noa tersenyum lalu ikut bangun terduduk, “Waktu terus berjalan. Tak akan berhenti meskipun kau menginginkannya.” Noa menjeda kalimatnya lalu bangkit berdiri, “Dan waktuku bersama kalian semua disini sudah habis. Aku tidak bisa menghentikan ataupun mengulangnya meskipun aku ingin.”

Noa berjalan menuju pagar pembatas yang membatasi pinggiran atap. Lelaki itu menoleh ke arah Junkyu lalu mengulas senyum tipis, “Langit sore ini kali ini benar-benar indah. Warna oranye mengingatkanku dengan kebersamaan kita semua.”

“Kau bisa tetap disini beberapa saat. Aku akan bilang apa manager hyung dan hyunsuk hyung untuk bisa mengizinkanmu tinggal lebih lama.” Ucap Junkyu

Noa tersenyum, “Kau memang anak yang baik Kim Junkyu. Aku tidak menyesal bisa berteman denganmu.”

Dilain tempat, Jihoon yang ikut Hyunsuk, Haruto dan Yoshi ke dorm mereka memasang raut kebingungan saat mendapati kamar sahabatnya kosong.

“Kenapa Hoon?” Tanya Hyunsuk.

“Junkyu! Junkyu kemana hyung??!” Tanya Jihoon dengan nada panik.

“Dia tidak ada dikamarnya?” Hyunsuk memasang raut wajah terkejut, lalu segera masuk ke dalam kamar Junkyu, dengan Jihoon yang mengintili dibelakangnya.

“Kemana dia?” Jihoon mengusap wajahnya kasar. Junkyu tidak ada di dorm, dan bocah itu tidak pernah pergi kemanapun tanpa mengabarinya sama sekali.

“Hoon..”

Jihoon menolehkan kepalanya kearah Hyunsuk yang kini tengah berjongkok disebelah tempat sampah, “Ini-”

Jihoon membelalakkan matanya terkejut saat melihat Hyunsuk menujukkan botol transparant dengan beberapa kapsul obat di dalamnya yang baru saja diambil dari tempat sampah kamar sahabatnya itu.

“Itu obat Junkyu yang aku siapkan untuk dia minum malam kemarin! Dia tidak meminumnya?!” Pekik Jihoon panik. Lalu ia segera berlari menuju ruang makan.

Jihoon mengedarkan pandangangannya ke seluruh penjuru ruang makan. Terlihat seporsi roti bakar yang ia buat tadi pagi masih utuh tak tersentuh sama sekali, tapi dimana obatnya?

Jihoon berjalan menuju tempat sampah yang berada di sebelah lemari pendingin, dan alangkah terkejutnya dia saat melihat obat yang ia siapkan tadi pagi juga dibuang oleh Junkyu.

Wajah Jihoon berubah pucat pasi. Dengan segera ia berlari keluar dari dorm Junkyu. Junkyu tidak meminum obatnya dan Jihoon yakin sekali jika sahabatnya itu sedang berada di tempat itu. Diatas atap gedung, ditempat Noa mengakhiri hidupnya 7 bulan lalu.

Junkyu bangkit berdiri secara perlahan, raut wajahnya berubah menjadi panik. Junkyu merasa tubuh Noa semakin pudar seiring dengan matahari yang mulai terbenam. Junkyu berlari menghampiri Noa yang berdiri di pinggir atap, memberanikan tangannya untuk menyentuh tangan tubuh Noa, tapi hanya angin yang terasa. Junkyu menatap kedua tangannya tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.

Seberapa keras Junkyu mencoba untuk memegang tangannya, tubuh Noa hanya menjadi lebih pudar. “Ti-tidak, Jangan pergi, Noa! Kumohon.”

“KIM JUNKYU! MENJAUH DARI SANA!” Terdengar suara Jihoon dari pintu atap berteriak memohon.

Noa menoleh ke arah Jihoon yang tengah berlari menghampiri Junkyu, “Ah Park Jihoon.. aku merindukanmu juga.”

“Tidak Noa! Jangan menghilang... Jangan pergi..”

Air mata Junkyu mulai menetes, semakin dan semakin deras. Kaki Junkyu semakin maju mendekat ke arah pinggir atap untuk meraih Noa. Cahaya matahari terbenam menembus wajah Noa. Junkyu mohon, jangan menghilang.

Tepat saat matahari terbenam, tubuh Noa benar- benar menghilang. Meninggalkan Junkyu, “NOA!!!!!” Junkyu berteriak frustasi. Tepat saat Junkyu hendak melompat mengejar sisa-sisa cahaya matahari yang membawa pergi tubuh Noa, Jihoon berhasil menahannya.

Jihoon menarik tubuh Junkyu dan membawanya menjauh dari pinggir atap. Jihoon memeluk erat tubuh Junkyu yang kini bergetar hebat. “Noa.. tadi dia ada disini bersamaku Hoon, dia bermain basket denganku seharian. Di-dia..” suara Junkyu tercekat karena menahan isakan, “Di-dia pergi lagi Hoon..”

Jihoon semakin mengeratkan pelukannya. Hatinya ikut merasakan kesedihan saat mendengar perkataan Junkyu. Sebagai seorang leader, dirinya tidak boleh terlihat bersedih berlarut-larut. Dirinya berusah tegar dan bersikap seakan-akan sudah melupakan segalanya tentang Noa di hadapan para member, termasuk dihadapan Junkyu. Membuat Junkyu marah dan sedikit demi sedikit menjauhi dirinya dan berubah menjadi penyindiri seperti dulu lagi karena mengira dirinya tidak menghargai Noa. Padahal yang sebenarnya Jihoon hancur, seperti Junkyu.

“Noa akan sedih jika melihatmu seperti ini Junkyu.. Ikhlaskan Noa..” Jihoon melepaskan pelukannya lalu menepuk pundak sahabatnya itu pelan, “Kau ingat apa kata Noa dulu? Dimanapun dia berada, dia akan selalu mengawasi kita berdua bukan? Itu artinya Noa selalu berada disini Kyu, Noa bersama kita.” Ucap Jihoon.

Jihoon menghela napas pelan saat melihat Junkyu yang sudah mulai bisa mengendalikan dirinya. Jihoon menarik tangan Junkyu mengajaknya berdiri, “Kau ingin mengunjungi Noa?”

Junkyu menganggukkan kepalanya pelan, membuat Jihoon tersenyum, “Kalau begitu ayo kita turun darisini, kau minum obatmu lalu beristirahat. Besok pagi aku akan berbicara dengan manager hyung agar mengantarkan kita mengunjungi Noa.”

Junkyu kembali menganggukkan kepalanya. “Kalau begitu ayo kembali.” Ucap Jihoon lalu menggandeng tangan Junkyu pergi meninggalkan atap.

.

.

.

7 bulan yang lalu..

Di tempat ini, dipinggir atap yang sama, Noa berdiri tepat di pinggir atap itu. Wajahnya terlihat begitu letih, kedua matanya bengkak karena terlalu banyak menangis. Pandangannya menatap lurus kedepan, memandang indahnya warna oranye langit senja. Di dalam hatinya, Noa merasa lelah dan putus asa.

Gagal debut setelah menjadi trainee bertahun-tahun benar-benar menjadi pukulan telak untuk dirinya. Noa tidak mampu bertemu dengan kedua orang tuanya ataupun teman-temannya. Noa tidak sanggup menahannya.

Drrrt ddrrrtt

“Noa, kau dimana? Aku sudah sampai hampir sampai di atap. “

“Kim Junkyu, selamat tinggal. Sampaikan salamku pada Jihoon juga.”

Tidak ada jawaban dari Junkyu. Noa segera memutuskan panggilannya dan menyimpan ponselnya didalam saku jaketnya. Dengan tegap ia berdiri semakin ke pinggir. Ia lalu menoleh sekilas kebelakang, dan ia melihat Junkyu yang sedang berlari ke arahnya.

“NOA! JANGAN! PERGI DARI SITU!!!”

Bibir Noa mengulum senyum tipis ke arah Junkyu. Noa mengambil ancang-ancang untuk melompat dari atap, “Selamat tinggal sahabatku.”

“NOA!!!”