Junkyu membuka pintu depan rumahnya dengan perlahan. Matanya menyipit memperhatikan sekitar. Jam masih menunjukkan pukul 05.30 pagi, tapi Junkyu sudah siap dengan seragam sekolahnya.
Junkyu melangkahkan kakinya keluar lalu menutup kembali pintu dengan perlahan. Ia menghembuskan napas lega saat apa yang ia khawatirkan tidak terjadi, “Huh.. akhirnya.”
“Sudah kuduga kau akan berangkat jam segini.” Junkyu yang baru saja bernapas lega terlonjak kaget saat mendengar suara seseorang dari arah samping.
“Hoamm.. sekolah mulai pukul delapan hyung? Biasanya jam segini aku masih tidur.”
Junkyu membelalakkan matanya tak percaya dengan apa yang ia lihat. Bagaimana bisa ia masih saja terciduk?! Padahal dirinya sudah memantapkan niat untuk berangkat pagi-pagi sekali agar tidak bertemu dengan lelaki itu!
“Haruto?! Kenapa kau bisa-”
Haruto yang juga sudah siap dengan seragam sekolahnya berjalan mengambil tas milik Junkyu untuk ia bawa. “Ayo berangkat.” Ucap lelaki itu lalu berjalan menuju halte bis lebih dulu.
Junkyu menganga tak percaya, “Aish!” Rutuk lelaki manis itu seraya memukul kepalanya sendiri dengan kuat. Usahanya sia-sia, Haruto tetap berhasil menempelinya.
Junkyu menghela napas kasar, kemudian berjalan menyusul Haruto, “Yak Haruto! Tunggu!”
.
.
.
Sudah bukan rahasia umum lagi jika Watanabe Haruto adalah bucin nomer satu Kim Junkyu. Semua murid di sekolahnya tahu akan hal itu.
Bagaimana tidak? Haruto yang notabene merupakan seorang kapten tim basket dan Junkyu yang juga merupakan mantan ketua osis hampir dikenal seluruh penghuni sekolah.
Dan Haruto juga secara terang-terangan selalu menunjukkan rasa ketertarikannya kepada Junkyu sejak dia masuk kesekolah itu, membuat mereka berdua terkenal sebagai pasangan love-hate paling hits disekolah.
Sejujurnya, Haruto sudah menyukai Junkyu sedari mereka berdua duduk di bangku junior highschool, meskipun Haruto satu tingkat dibawah Junkyu, Haruto dan Junkyu juga tinggal di lingkungan yang sama, membuat benih-benih cinta tumbuh dengan liar di hati Haruto.
Tapi Haruto harus banyak-banyak bersabar dan elus dada. Pasalnya Junkyu tidak menyukainya seperti dirinya menyukai lelaki manis itu.
Iya, kisah cinta seorang Watanabe Haruto yang tampan rupawan hanya sebatas menyukai tapi tidak disukai balik.
Tapi Haruto tidak mau patah semangat. Ada sebuah pepatah mengatakan, selama bendera kuning belum berkibar, jangan sampai menyerah mendekati pujaan hati.
Haruto sangat berpegang teguh pada prinsipnya itu. Ia tidak menyerah memberikan sinyal-sinyal cintanya yang sudah 4G kepada Junkyu, walaupun akhirnya Junkyu tidak menanggapinya.
Buktinya ia bersedia bangun pagi supaya bisa berangkat sekolah bersama pujaan hati. Yah.. walaupun beberapa kali ia kecolongan, Junkyu bisa lolos berangkat ke sekolah tanpa dirinya.
Walau begitu, Haruto tidak mau menyerah begitu saja. Haruto akan tetap merecoki Junkyu sampai Junkyu mau melirik wajah tampannya ini lalu mereka menjadi sepasang kekasih. Kira-kira begitulah keyakinan sesat yang Haruto anut selama ini.
“Bagaimana kau tahu aku berangkat jam segini?” Junkyu bertanya dengan wajah sebal, membuat Haruto yang duduk disebelahnya tertawa kecil.
“Firasat saja. Belajar dari pengalaman beberapa kali kau tinggal berangkat lebih dulu.” Balas Haruto dengan senyum lebar khasnya.
Junkyu mencibir pelan, “Niat sekali.”
Haruto mengusap pelan matanya yang masih terasa sangat berat, “Apapun akan aku lakukan asal bisa terus bersamamu.” Haruto menjatuhkan kepalanya ke pundak Junkyu, membuat yang lebih tua sedikit terlonjak.
“Ya! Singkirkan kepalamu. Berat!” Junkyu memekik lalu berusahan menyingkirkan kepala Haruto yang sudah mengambil posisi wenak di pundaknya.
“Kepalaku tidak ada isinya, jadi tidak berat.” Balas Haruto ngawur.
Junkyu mencebikkan bibirnya saat Haruto malah menyamankan posisinya. Ia melirik sekilas ke arah tetangganya itu lalu mendengus pelan, “Kalau kau susah kubangunkan nanti akan langsung ku tinggal.” Ucap Junkyu yang hanya di balas dengan gumaman tidak jelas dari Haruto.
Junkyu mengalihkan pandangannya ke arah jendela bis. Ia menghela napas kasar lalu bergumam pelan, “Apa yang harus aku lakukan untuk membuatmu berhenti menyukaiku, Haruto?”
.
.
.
Haruto berlari secepat kilat menuju kelas Junkyu. Beruntung dirinya merupakan pemain basket handal, jadi berlari sudah jadi makanan sehari-hari.
Haruto benar-benar tidak habis pikir, ia tahu jika Junkyu adalah orang yang tegas dan selalu menepati kata-katanya, tidak heran jika dirinya dulu terpilih menjadi ketua osis. Tapi tetap saja Haruto tidak menyangka jika lelaki manis pujaan hatinya itu benar-benar meninggalkannya di bis karena tidak bisa dibangunkan. Membuat Haruto harus terlambat kesekolah karena terlewat 3 pemberhentian dari pemberhentian yang berada di dekat sekolahnya.
Beruntung, ada seorang wanita tua yang tidak sengaja menyodok perutnya dengan payung saat akan duduk disebelahnya, membuat dirinya seketika terbangun dan segera turun dari bis itu sebelum ia bablas sampai ke luar kota.
“YAK! JUNKYU HYUNG!”
Junkyu yang sedang berbincang dengan teman sebangkunya terlonjak kaget saat mendengar namanya di teriaki dengan keras dari arah pintu. Begitu juga dengan teman sekelasnya yang lain, seketika langsung berubah menjadi mode senyap saat mendengar teriakan itu.
Junkyu mengerjabkan matanya beberapa kali saat melihat Haruto sudah berdiri di depan mejanya.
“Kau!” Haruto menggebrak meja Junkyu dengan kuat. Membuat Ryujin, teman sebangkunya gemetar ketakutan.
“Apa?” Junkyu mencoba bersikap tenang. Meskipun ia sedikit kaget melihat Haruto yang terlihat begitu marah.
Padahal biasanya Haruto ia apakan saja tidak marah.
Bahkan sampai handphone boba yang baru Haruto beli tak sengaja jatuh ke dalam sumur karena dirinya Haruto tidak marah sama sekali.
“Kenapa kau tidak membangunkanku tadi?”
“Kan aku sudah bilang, jika kau susah dibangunkan akan aku tinggal. Aku sudah mencoba membangunkanmu, tapi kau tidak mau bangun. Kau tidur apa latihan meninggal?” Balas Junkyu dengan wajah datar yang anehnya terlihat menggemaskan di mata Haruto.
Haruto mengerucutkan bibirnya lalu memalingkan wajahnya ke arah lain, “Tetap saja...”
Junkyu menghela napas jengah, kalau diladeni pasti tidak akan selesai sampai besok, Junkyu akan mengalah untuk kali ini.
“Baiklah, aku minta maaf “
Seluruh penghuni kelas langsung menatap Junkyu dengan pandangan kaget sesaat setelah mendengar apa yang baru saja Junkyu katakan.
Seorang Kim Junkyu? Meminta maaf lebih dulu kepada Haruto?! Itu adalah sebuah keajaiban!
Haruto menganga tidak percaya, tangannya naik lalu mencubit pipinya sendiri dengan keras, “Aw. Ini bukan mimpi.”
“Aku akan mentraktirmu makan siang sebagai permintaan maaf.”
Haruto semakin tidak bisa berkata-kata. Matanya berbinar-binar seperti orang yang baru saja mendapatkan mukzijat. “Serius Hyung??”
Junkyu menganggukkkan kepalanya mengiyakan.
Ryujin yang sedari tadi menyimak akhirnya tidak tahan untuk berbicara, “Kyu!” Ryujin menyenggol lengan Junkyu pelan, “Kepalamu tidak habis terbentur dijalan kan?”
Junkyu mendelik lalu menjitak pelan kepala teman sebangkunya itu, “Berhenti mengatakan omong kosong.”
Junkyu mengalihkan pandangannya ke arah Haruto, “Sekarang kembalilah kekelasmu. Nanti jam makan siang aku tunggu di cafetaria.”
Senyum Haruto langsung melebar mendengar perkataan Junkyu, “Siap komandan!” Ucap Haruto dengan penuh suka-cita lalu berjalan pergi meninggalkan kelas Junkyu.
“Tidak sadarkah dirimu baru saja memberi harapan palsu pada Haruto?” Ryujin menggelengkan kepalanya tak habis pikir, “Bukannya sudah ku katakan, kau harus menolaknya secara tegas.”
Junkyu menundukkan kepalanya, “Aku sudah sering menolaknya.. tapi dirinya tidak mau menyerah.”
Ryujin menatap Junkyu seraya bertopang dagu, “Karena sifatmu yang seperti mau tidak mau itu jadi Haruto masih merasa ada kesempatan.”
Gadis itu menendang-nendang kaki Junkyu pelan, “Kau terlihat jahat jika terus membuat Haruto mengejarmu dengan gila seperti itu.”
“Apa kau merasa tidak enak karena Haruto merupakan teman kecilmu?”
Junkyu sedikit tersentak mendengar perkataan Ryujin, “Bisa dibilang begitu.”
“Kalau begitu kau harus berhenti membuatnya berharap. Karena hal itu bisa membuatnya terus terluka. Jika kau tidak suka, tolak dengan tegas.”
Apa yang Ryujin katakan memang benar. Seharusnya dirinya tidak boleh terus membiarkan Haruto terluka karena mengharapkan dirinya. Sebagai sahabat Junkyu tidak boleh melakukan hal itu. Tapi jika ia melihat senyum Haruto yang begitu cerah saat ia membiarkan lelaki itu berada di sisinya membuat Junkyu merasa tidak tega.
Junkyu mengepalkan tangannya erat, lalu menarik napas dalam, “Baiklah. Aku akan menolaknya dengan tegas kali ini.”
Apapun resikonya, Junkyu harus membuat Haruto berhenti menyukainya. Walaupun ia mungkin harus kehilangan sahabat kecilnya itu selamanya.
.
.
.
.
Tbc