Rahang Jihoon mengeras melihat Hyunjin yang ternyata masuk ke sekolahnya. Dirinya seratus persen yakin, jika lelaki itu hanya ingin mengusik Junkyu.
Jihoon menolehkan kepalanya kebelakang, menatap ke arah bangku tempat dimana Jeno dan Junkyu duduk. Terlihat lelaki manis itu mencengkram erat lengan Jeno sambil menatap takut ke arah depan, kearah Hyunjin.
“Dia benar-benar nekat rupanya. ” gumam Jaemin pelan.
Jihoon menolehkan kepalanya kesamping, menatap Jaemin, “Apa maksudmu?”
“Dia, ” Jaemin menunjuk Hyunjin yang masih berdiri di depan mengenalkan diri dengan dagunya, “Dia sangat menyukai Junkyu, terobsesi lebih tepatnya. Dan dia itu sebenarnya saudara tiriku. “
“Apa?!” Jihoon terkejut bukan main mendengar perkataan Jaemin.
“Kau serius?!” Seru Jihoon tidak percaya.
Jaemin menganggukkan kepalanya singkat, “Tentu saja.”
Jihoon wajahnya menampilkan ekspresi berpikir. “Kau akan marah tidak jika aku menghajarnya?” Tanya Jihoon dengan nada polos.
“Hah?” Jaemin mengerutkan keningnya tidak mengerti mendengar perkataan Jihoon.
“Oh kau ingin menghajarnya? Silahkan saja.” Jaemin terkekeh pelan, “Aku bahkan ingin sekali menghajarnya. Tetapi tidak bisa.”
“Baiklah Hyunjin, kau bisa duduk disana, di samping Yoshi.”
Hyunjin tersenyum senang mendengar perkataan sang guru. Perfect!
Pegangan Junkyu pada Jeno mengencang saat melihat Hyunjin berjalan kearahnya.
“Hai Junkyu.” Sapa Hyunjin sesaat setelah Hyunjin mendudukan dirinya yang ternyata tepat di depan bangku Junkyu.
Jeno menatap Hyunjin tajam, “Jangan ganggu Junkyu.” Geram Jeno.
Hyunjin tersenyum sinis, “Oh tentu saja tidak, aku tidak akan mengganggunya. Kau tenang saja.” Balas Hyunjin.
Hyunjin mengalihkan pandangannya pada Junkyu. Ya Tuhan, wajah ketakutannya sangatlah sensual. Membuat Hyunjin bergairah saja.
“Kau semakin cantik dengan seragam sekolah.” Ucap Hyunjin lalu mengerlingkan sebelah matanya.
Di depan sana, Jihoon mengepalkan tangannya se-erat mungkin. Dirinya benar-benar tidak tahan melihat Hyunjin yang terus menatapi Junkyu hingga lelaki manis itu merasa tak nyaman.
“Ssaem!”
Kelas yang awalnya ribut seketika langsung berubah menjadi senyap.
“Ya Jihoon? Woah kau terlihat berbeda hari ini. Terlihat tampan.”
Jihoon menggaruk tengkuknya canggung, lalu tersenyum kikuk, “Terimakasih Ssaem, tapi sepertinya Kim Junkyu sedang sakit.”
Junkyu, Jeno, Jaemin dan Hyunjin seketika membelalakan matanya terkejut. Terutama Junkyu.
Para siswa kembali berbisik mendengar perkataan Junkyu yang sangat mengejutnya. Bagaimana tidak? Jihoon dan Junkyu itu tidak akur. Junkyu selalu merundung Jihoon.
Jihoon menolehkan kepalanya kebelakang untuk menatap Junkyu, senyum manis seketika langsung tertampang di wajah tampannya saat melihat Junkyu menatapnya.
“Benarkah Junkyu?” Tanya sang guru memastikan.
Junkyu hanya bisa terdiam, dirinya merasa ragu dan tidak tahu harus menjawab apa. Melihat itu, Jeno dengan baik hati menjawab pertanyaan sang guru. “Iya Ssaem! Junkyu sangat sakit. Jihoon, bisakah kau mengantar Junkyu pulang?”
Jihoon mengerjabkan matanya beberapa kali mendengar perkataan Jeno. Niatnya kan hanya ingin membawa Junkyu ke ruang kesehatan saja, bukan bolos satu hari penuh dan pulang kerumah.
“T-tentu saja.”
“Kalau begitu, kau antarkan Junkyu pulang. Biar saya nanti yang urus izin kalian berdua.” Ucap sang guru.
Hyunjin mengepalkan tangannya erat. Matanya menatap tajam Jihoon yang merangkul Junkyu dan membawa lelaki manisnya itu pergi.
Sialan sekali bocah itu, berani-beraninya dia mengacau dan mencari gara-gara dengannya lagi.
Jeno tertawa sinis lalu memajukan tubuhnya dan berbisik pada telinga Hyunjin, “Lebih baik kau berhenti mengejar Junkyu. Karena hatinya sudah di curi oleh orang lain.”
“Kau tak apa?” Tanya Jihoon saat melihat Junkyu hanya diam saja sedari mereka meninggalkan kelas.
Junkyu menggeleng pelan, “Aku baik-baik saja. Hanya merasa terkejut melihatnya muncul mendadak seperti itu.” Balas Junkyu tanpa mengalihkan pandangannya dari luar jendela bus yang sedang mereka berdua naiki.
Sekarang mereka berdua sedang menuju ke apartemen Jihoon. Dikarenakan Junkyu enggan mengatakan dimana ia tinggal, Jihoon dengan sangat senang hati membawa lelaki manis itu ke Apartemennya.
Junkyu bergerak gelisah. Jujur saja, merasa sangat lega bisa pergi dari kelas saat ini, tapi tetap saja dirinya merasa tidak nyaman berdua saja dengan Jihoon.
Melihat Jihoon dengan tampilannya yang sekarang, Junkyu seakan merasa diingatkan lagi dengan malam itu.
“Kau merasa tidak nyaman denganku?”
Junkyu terkesiap mendengar perkataan Jihoon yang se-akan-kan bisa membaca apa yang ada dipikirannya, “Tidak! Bukan begitu.” Elak Junkyu cepat.
“Hanya saja..”
“Hanya apa?”
Junkyu menolehkan kepalanya kesamping lalu menatap Jihoon, “Aku merasa bersalah padamu.”
Untuk beberapa detik Jihoon membeku, apa yang baru saja ia dengar? Junkyu merasa bersalah dengannya? Bukankah itu artinya Junkyu tidak akan merundungnya lagi?
“T-tapi aku tetap tidak suka padamu ya! Jangan berpasangka yang tidak-tidak dengan perkataanku yang tadi!” Selak Junkyu cepat saat melihat wajah Jihoon yang tersenyum tidak jelas.
Jihoon memekik di dalam hati. Bisa tidak Junkyu ia taruh di dalam saku kemejanya dan ia bawa pulang saja? Gemas sekali rasanya melihat wajah kesal lelaki manis itu.
“Aku mengerti. Kau masih tidak suka padaku kan? Maka aku akan mengintili sampai kau suka padaku.”
“Hey!” Protes Junkyu kesal.
Jihoon tersenyum lalu mengusak kepala Junkyu pelan, “Ada aku.” Lirih Jihoon pelan.
Junkyu menaikkan sebelah alisnya tidak mengerti, “Huh?”
Jihoon tersenyum lebar saat melihat raut kebingungan di wajah Junkyu. Jihoon memajukan wajahnya mendekati wajah Junkyu, membuat Junkyu refleks menutup kedua matanya erat.
Jihoon menghentikan gerakannya lalu tertawa melihat ekspresi wajah Junkyu. “Menggemaskan sekali sih.” Gelak Jihoon sembari mencubit pelan hidung Junkyu.
Junkyu membuka matanya dan melotot kesal, ia mengedarkan padangannya kesepenjuru bus karena malu. Kali saja ada yang melihat.
“Kau mempermainkanku!” Pekik Junkyu kesal.
Jihoon menghentikan tawanya lalu meraih kedua sisi wajah Junkyu. “Kim Junkyu. Aku tak peduli apa yang terjadi diantara kita pada masa lalu, yang aku pedulikan sekarang hanya kebahagianmu. Panggil aku jika kau takut, kau sedih, kau butuh seseorang untuk bersandar. Aku akan datang padamu. Karena sekarang kau adalah pusat duniaku. Kim Junkyu.”
“Aku selalu merasa trauma jika masuk ke apartemen ini.” Gumam Junkyu seraya meletakkan sepatunya pada rak sepatu.
Jihoon yang ternyata masih bisa mendengar gumaman Junkyu tertawa kecil, “Trauma kenapa? Trauma melihat ketampananku? Atau melihat tubuhk-”
“Diam!” Potong Junkyu cepat. Wajahnya terasa panas mendengar perkataan Jihoon.
Tawa Jihoon semakin keras, “Tidak perlu malu, aku sudah melihat semua bagian tubuhmu.” Ucapnya lalu berjalan mendahului Junkyu masuk ke dalam Apartemennya sembari terkekeh.
Mata Junkyu berkedut kesal. “Dasar sialan, lihat saja nanti.”
Setelah masuk ke dalam apartemen, Jihoon langsung berjalan menuju kamarnya. Ia membuka lemari dan mengambil sebuah handuk, sweater berwarna putih dan celana training.
“Lebih baik kau mandi terlebih dulu, aku akan buatkan sesuatu untuk makan siang.”
Junkyu yang baru saja masuk kedalam kamar menganggukkan kepalanya mengerti lalu mengambil handuk dan pakaian yang Jihoon sodorkan padanya.
Jihoon tak bisa berhenti tersenyum. Jantungnya terus berdegub kencang seperti akan meledak sedari tadi.
Dirinya tidak pernah menyangka bahwa Junkyu akan kembali ke apartemennya untuk yang kedua kalinya.
Junkyu yang baru saja selesai mandi berjalan menuju dapur. Wajahnya mengkerut heran melihat Jihoon yang sedang memasak dengan ekspresi sumringah.
Merasa di perhatikan, Jihoon mengangkat wajahnya. Dan sebuah senyum lebar seketika langsung tercetak jelas di wajahnya saat melihat Junkyu yang berjalan mendekatinya.
“Kau sudah selesai?” Tanya Jihoon seraya menuangkan sup iga sapi ke dalam mangkuk.
“Kau kan bisa lihat sendiri! Kenapa pakai tanya segala sih?!” Balas Junkyu sewot.
Jihoon mendengus pelan, sepertinya sifat pemarah Junkyu itu permanen.
“Oke-oke. Sekarang Ayo keruang tengah. Kita makan.”
Junkyu mengangguk malas lalu membantu Jihoon mengangkat makanan dan minuman menuju meja kecil yang berada di ruang tengah.
“Nah, sekarang kau makanlah.” Jihoon menaruh banyak sekali iga dan daging sapi di atas mangkuk nasi Junkyu. Membuat Junkyu mendelik kesal.
“Kau ingin membuatku seperti babi?!” Pekik Junkyu kesal. Sembarangan sekali Park Jihoon ini! Dirinya mati-matian berdiet malah diberi iga dan daging sapi sebanyak ini! Kalau dirinya goyah bagaimana?!
“Memangnya kenapa? Babi menggemaskan kok.” Balas Jihoon polos.
“Menggemaskan apanya?!” Sembur Junkyu semakin emosi.
Jihoon menghendikkan bahunya singkat lalu fokus pada makanannya.
Melihat itu Junkyu semakin jengkel. “Bagus! Kau tetap bisa makan dengan lahapnya setelah mengataiku babi! Dasar brengsek” pekik Junkyu semakin tidak karuan.
“Kau juga sering mengataiku dulu. Tapi aku biasa saja tuh.” Balas Jihoon enteng.
Junkyu menganga tidak percaya mendengar perkataan Jihoon.
“Oh kau sekarang berani menyindirku??! Kau cari gara-gara ya denganku?!”
Jihoon menghela nafas pelan lalu meletakkan sumpitnya.
“Makanlah, jika kau tidak mau makan maka aku akan membuat kita berdua tidak jadi makan sekalian.”
Junkyu mendengus keras, “Aku tidak lapar! Aku tidak mau menjadi seperti babi!”
Melihat Junkyu yang malah semakin keras kepala membuat Jihoon bangkit dari duduknya lalu beringsut mendekati Junkyu.
Junkyu yang tiba-tiba saja merasakan aura bahaya segera memundurkan tubuhnya.
Benar saja, dengan sekali gerakan Jihoon berhasil membanting tubuhnya ke lantai kemudian menindihnya.
Mata Junkyu terbuka lebar saat secara mendadak Jihoon menyambar bibirnya. Melumatnya dengan gerakan yang awalnya lembut lalu berubah menjadi kasar.
Jihoon menghisap dalam bibir bawah Junkyu seraya menggigit-gigit kecil benda kenyal itu. Nafas Junkyu menipis, ia memukul pelan dada Jihoon.
Jihoon mengangkat wajahnya, bibirnya tersenyum tipis melihat bibir Junkyu yang sudah mulai membengkak karena ulahnya. Ia mendekatkan wajahnya pada telinga Junkyu kemudian berbisik pelan.
“Aku sudah memperingatkanmu Junkyu, sekarang terima resikonya. Aku akan membuatmu kelaparan sampai malam.”